Mohon tunggu...
Resa Fitriani
Resa Fitriani Mohon Tunggu... Mahasiswa - mahasiswa

awali dengan bismilah

Selanjutnya

Tutup

Hukum

Perlindungan Hukum terhadap Korban Kekerasan dan Pelecehan Seksual

26 Juni 2022   12:35 Diperbarui: 26 Juni 2022   18:49 275
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP KORBAN KEKERASAN DAN PELECEHAN SEKSUAL 

Nama : Resa Fitriani

NIM : 2130711035

Prodi : Administrasi Publik

Kekerasan seksual sering  terjadi terutama terhadap wanita. Kekerasan seksual yang terjadi pada wanita sudah menjadi permasalahan umum yang diungkapkan ke media sosial bukan hanya pada wanita dewasa saja, namun sejak dulu pelecahan seksual sudah banyak yang terjadi pada anak-anak dibawah umur yang menjadi sasaran korban pelecehan seksual.

Pelecehan seksual biasanya kebanyakan dilakukan oleh seorang pria dewasa   maupun yang sesama mereka,  tidak menuntut kemungkinan pria juga bisa menjadi korban pelecehan seksual, namun kebanyakan yang ditemukan dilingkungan sekitar dan media sosial sasaran korban kebanyakan pada wanita mau itu wanita yang sudah dewasa ataupun anak dibawah umur. 

Hal ini sudah menjadi perbincangan publik yang harus segera dihindari, dicegah, dan ditindak lanjuti secara tegas berdasarkan hukum agar kasus kekerasan seksual tidak memakan banyak korban, yang dapat berdampak buruk pada kesehatan fisik maupun mental para korban.

Kasus kekerasan dan pelecehan seksual di Indonesia menjadi problematika sampai saat ini masih banyak korban dari kasus pelecehan seksual yang terjadi pada wanita hingga anak dibawah umur.  

Pelecehan seksual pada anak dibawah umur telah melanggar hak asasi manusia telah tercantum dalam Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang HAM pasal 65 yang mengatur tentang hak anak untuk mendapatkan perlindungan dari perbuatan eksploitasi dan pelecehan seksual, penculikan, perdagangan anak, serta dari berbagai bentuk penyalahgunaan narkotika, psikotropika, dan zat adiktif lainnya.

Perlindungan hukum kasus kekerasan seksual terhadap perempuan di Indonesia sudah diresmikan  pada tanggal 12 April 2022  dalam Undang-Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (UU TPKS) yang diresmikan dan disahkan oleh DPR, UU TPKS merupakan upaya yang dilakukan pemerintah sebagai bentuk kewajiban dan komitmen nya terhadap warga negara sebagai jaminan perlindungan hak asasi manusia khususnya perlindungan dari kekerasan dan pelecehan seksual terhadap perempuan dan anak dibawah umur dari ancaman kekerasan seksual. Dengan adanya UU TPKS ini diharapkan dapat memberikan perlindungan pada korban sehingga diharapkan dapat mengurangi jumlah korban.

Menurut pasal 4 ayat 1 RUU TPKS , terdapat Sembilan jenis bentuk kekerasan seksual yaitu;

  • Pelecehan seksual non fisik
  • Pelecehan seksual fisik
  • Pemaksaan kontrasepsi
  • Pemaksaan sterilisasai
  • Pemaksaan perkawinana
  • Penyiksaan seksual
  • Eksploitasi seksual
  • Perbudakan seksual
  • Kekerasan seksual berbasis elektronik

Dari data catatan tahunan (CATAHU) Komnas Perempuan dapat disimpulkan bahwa 95 persentase yang menjadi korban kekerasan seksual terjadi pada perempuan. Meskipun tidak menutup kemungkinan  pada laki-laki juga bisa terjadi korban kekerasan seksual. Namun dari data hasil kebanyakan kasus kekerasan seksual dilakukan oleh laki-laki terhadap perempuan dewasa maupun anak dibawah umur. Yang dimaksud dengan kekerasan seksual bukan hanya pemerkosaan saja namun merujuk pada tindakan sentuhan fisik maupun non fisik.

Kekerasan seksual non fisik biasanya seperti perbuatan menggoda, merayu, merendahkan harkat dan martabat seseorang, menghina, melecehkan, menyentuh/menyerang bagian tubuh seseorang atau aktivitas yang tidak pantas dilakukan, hal tersebut dapat mendaptkan sanksi hukum pidana paling lama sembilan bulan dan/atau denda sekitar Rp 10 juta, tercantum sesuai dengan pasal 4 ayat 2 UU TPKS .

Kekerasan seksual fisik seperti memukul, pemaksaan pada korban dengan ancaman atau imbalan yang akan didapatkan korban oleh si pelaku, juga sentuhan langsung pada korban seperti;

  • pemaksaan hubungan seksual pelaku akan mendapatkan hukum pidana pasal 6 UU TPKS yaitu paling lama 9 tahun dan/atau denda Rp 200 juta
  • kekerasan seksual pada korban dalam pasal 11 UU TPKS bahwa pelaku mendapatkan hukuman penjara dan denda serta mendapatkan hukuman tambahan yaitu;
  • pencabutan hak asuh anak
  • mengumumkan identitas pelaku
  • perampasan keuntungan dari tindak pidana
  • pembayaran restitusi

Pelecehan seksual dapat  mengakibatkan rasa tidak nyaman, tersinggung, merasa direndahkan martabatnya sehingga dapat menyebabkan masalah pada kesehatan mental dan psikitis pada korban, kasus ini dapat memberikan dampak negatif kepada korban akibat dari perlakukan pelaku yang diluar etika dan melanggar norma kesusilaan, kasus ini yang harus ditindaklanjuti  dan harus memberikan efek jera kepada pelaku. Dalam UU TPKS disebutka bahwa korban kekerasan seksual berhak mendapatkan restitusi dan layanan pemulihan dari pelaku dan pihak terkait.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun