Mohon tunggu...
Raina Widy
Raina Widy Mohon Tunggu... Guru -

Terbuka dengan perbedaan pendapat rainawidy@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Hobby Pilihan

Ketika Perempuan Berpergian Sendirian

12 September 2018   13:02 Diperbarui: 12 September 2018   17:01 1085
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Anda pernah menonton film 'Red Eye'? Mungkin sulit mengingat judul tapi sepenggal adegan bisa jadi tertanam lebih dalam. Sepenggal adegan yang saya ingat itu dilakukan oleh tokoh utamanya, Lisa, mendekati realistis.

Artinya, kebanyakan perempuan jika dihadapkan pada situasi yang sama, kemungkinan besar akan menunjukkan sikap yang tidak jauh berbeda.

Ketika lawan bicara yang kita kira menyenangkan malah mengancam keselamatan diri dan orang-orang terdekat, hal yang paling bisa banget dilakukan oleh seorang perempuan adalah panik dan menangis ketakutan.

Bila perlu meraung-raung, teriak-teriak, biar ramee. Ada kelegaan tersendiri ya kalo orang-orang di sekitar kita tahu bahwa kita tidak sedang baik-baik saja hehe...

Namun, tindakan Lisa selanjutnya mungkin tidak lagi sama dengan kebanyakan perempuan. Ia tidak larut dalam kesedihan dan ketakutan apalagi kepasrahan. Apa yang dia pikirkan adalah bagaimana caranya melarikan diri dan mencari jalan keluar. 

Di dalam pesawat, tidak mempunyai apa-apa untuk dijadikan senjata, dia mendapatkan sebuah pena. Sebuah pena yang kemudian dia tancapkan di tenggorokan pembunuh bayaran tersebut. 

Mengapa dia memilih tenggorokan? Kemungkinan besar adalah agar si pembunuh tidak dapat berteriak bahkan sekedar untuk mengatakan sakit..sakit...tau'. Euw... ngilu.

Dalam masyarakat kita, perempuan yang ke mana-mana seringkali sendirian bisa jadi bahan perundungan. Sebagai makhluk yang dianggap lemah fisik maupun akal, untuk pipis pun perempuan perlu ditemani #eh.

Ada banyak situasi yang mengharuskan anak perempuan untuk belajar mengandalkan diri sendiri termasuk pergi ke manapun.

Saya baru menyadarinya ketika saya sampai di bandara di kota yang saya tuju, saya kira saya bisa saja hilang di tengah keramaian itu. Tidak ada yang datang untuk menjemput. Dengan logat dan bahasa yang berbeda, orang pasti tahu bahwa saya bukan penduduk setempat. Rasa takut mulai menyelimuti. 

Yang paling mengkhawatirkan keadaan saya adalah ayah saya. Memastikan saya supaya tidak hilang arah dan tahu jalan pulang. Maklum saya sebenarnya anak rumahan. Tapi, urusan sekolah dan pekerjaan mengharuskan saya bepergian sendirian. Ibu saya sih santai saja. Saya pasti pulang. 

Langkah besar itu dulunya dimulai dari langkah kecil. Langkah kecil bocah sekolah dasar disuruh belanja sendirian ke pasar tradisional. Langkah yang mengantarkan saya untuk berani berpergian jauh sendirian ke empat-tempat umum, kemudian daerah, kota, antar provinsi dan antar pulau. Untungnya, belum antar negeri. 

Pergi ke tempat-tempat yang belum pernah didatangi dan bertemu dengan orang-orang yang tidak pernah ditemui sebelumnya. Jangan nanya perasaan karena rasanya sudah campur aduk.

Saya tinggal di kota yang menurut data statistik angka kriminalitasnya termasuk yang tertinggi, membuat banyak orang tua tidak mengizinkan anak-anak terutama anak perempuan mereka berpergian sendirian termasuk orang tua saya. Tapi, saya jadi terbiasa. Pernah beberapa kali mengalami aksi pencopetan hahaa...

(Mungkin lain kali saya tulis pengalaman tersebut). 

Saya mendorong diri saya sendiri untuk mengalahkan rasa takut. Selama kita tidak berniat jahat, maka Tuhan pun akan memudahkan jalannya dengan dipertemukan pula dengan orang-orang baik. Kata-kata ini saya dengar dari seorang backpacker yang melanjutkan perjalanan sendirian setelah temannya terpaksa pulang lebih dulu. 

Jangan banyak melamun walaupun galau melanda. Percayalah khayalan bertemu dan menabrak cowok idaman nan rupawan seperti dalam drama Korea atau sinetron India tidak banyak membantu dalam situasi begitu. 

Sadarlah ya sayang, satu-satunya tempat bergantung adalah diri sendiri. 

Alhamdulillah, saya pulang dengan selamat. Perjalanan jauh itu bagi saya menjadi yang pertama untuk melanjutkan perjalanan sendirian selanjutnya.

Ketika tindak kriminal terhadap perempuan di angkutan umum marak terjadi, sebuah liputan TV memberikan tips antisipasi. Salah satunya benda-benda yang dapat digunakan untuk melindungi diri seperti semprotan cairan lada dan bahan sejenis, alat setrum hingga barang-barang tajam lainnya seperti pisau lipat, cutter atau gunting.

Jika memungkinkan dan terdesak, bawalah alat yang membuat Anda nyaman dan mudah digunakan. Sebelum melakukan perjalanan, ada baiknya bersedekah. Begitu kata pak ustadz.

Tapi, jika perjalanan yang ingin kita lakukan adalah perjalanan senang-senang, lakukanlah persiapan yang benar-benar matang. Apalagi jika daerah yang kita tuju bukanlah kota besar dengan kemudahan akses transportasi dan komunikasi. Informasi bisa jadi berbanding terbalik dengan kenyataan sebenarnya.

Jadi, apa yang dilakukan Lisa dapat ditiru ketika dihadapkan pada situasi yang mirip. Tentu saja bukan untuk tujuan mencelakai orang lain melainkan melindungi diri terutama bagi perempuan yang tidak bisa bela diri dan sedang berpergian jauh sendirian.

Usahakan juga jangan sampai aksi melindungi diri ini mengotori jari-jari lentik dan kuku yang terawat hehe... Tetaplah kalem walaupun garang bagai singa, tetap cantik walaupun tidak sempat mandi. *Ups

Have a nice trip, Ladies. Salam. 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hobby Selengkapnya
Lihat Hobby Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun