"Maa...Paa, saya kangen..." saat itulah terdengar isak tangis di kelas IXD. Suasana kelas seketika penuh haru dan larut dengan perasaan Kartika.  Sayapun tak kuasa menahan tangis dan memeluk Kartika untuk memberikan kekuatan dan menyampaikan bahwa Kartika tidak sendirian, ada guru-guru sebagai orangtuanya di kelas, ada teman-teman yang juga siap menjadi temoat berbagi, dan masih banyak hal yang dapat dilakukan untuk menyampaikan terima kasih kepada Papa dan Mamanya yang belum sempat terucapkan saat keduanya masih hidup.Â
 Saat itulah saya menyampaikan kepada murid-murid kelas IXD bahwa kita selayaknya mengucapkan terima kasih secara lisan kepada kedua orangtua selagi keduanya masih  hidup sebagai insan yang berakhlak mulia.Â
 Terima kasih bisa juga ditunjukkan dalam bentuk perbuatan misalnya menjadi anak yang berbakti, belajar dengan baik, berprestasi sesuai dengan minat dan bakat masing-masing, Kesyukuran juga harus kita sampaikan kepada Allah SWT, Tuhan Yang Maha Esa yang masih memberikan kedua orangtua yang lengkap karena tidak semua orang beruntung mendapatkan nikmat yang serupa. Â
Kesyukuran kepada Allah SWT bisa kita wujudkan dengan menjadi pribadi yang senantiasa berbuat baik dan bermanfaat untuk diri sendiri dan orang lain. Â S
etelah beberapa menit dan lebih tenang Kartika melanjutkan ucapan terima kasih kepada guru-guru dan kakaknya yang telah membesarkan dia sampai hari ini. Â Kelas masih dipenuhi dengan wajah-wajah yang memerah bahkan para murid laki-laki juga ada yang meneteskan air mata.Â
Saya melanjutkan pengenalan emosi dengan bertanya kepada murid, emosi-emosi apa yang mereka rasakan selama sesi mengucapkan terima kasih dan mendengarkan pemaparan teman-temannya? Â Jawabanpun muncul beragam, ada emosi sedih, bahagia, termenung, senang, takut, khawatir, cinta, kasih sayang, penyesalan, dan kagum. Â
Sebelum kegiatan ini mereka merasa biasa-biasa saja dengan apa yang telah dilakukan oleh orangtua kepada mereka, tetapi setelah sesi mindfulness mereka merasakan kasih sayang, cinta, kagum, bahagia, dan menyesal karena belum sempat mengucapkan terima kasih dan kurang berbakti kepada orangtua. Â Di akhir sesi kami merefleksikan semua emosi bahwa kita akan bahagia jika kita bisa membahagiakan orang yang penting bagi kita.
Perasaan yang saya rasakan saat kegiatan mindfulness adalah perasaan takjub, optimis, dan bahagia karena murid-murid telah berusaha untuk memahami pentingnya berterima kasih dan mengenali emosi-emosi yang ada melalui pengajaran eksplisit  Ternyata dengan menguatkan kesadaran diri, murid semakin semangat untuk mengikuti pembelajaran berikutnya dan menumbuhkan perhatian serta lebih mengenal emosi dirinya.  Mana emosi yang akan membuat mereka bahagia dan mana yang akan membuat mereka merasa kurang baik.Â
Pelajaran yang saya dapatkan dalam pembelajaran ini sangat banyak, mulai dari sesi eksplorasi konsep, analisis kasus, diskusi bersama fasiliator dan rekan CGP di ruang kolaborasi, penguatan pemahaman konsep Pembelajaran Sosial Emosional bersama instruktur, dan saya juga membuat RPP implementasi KSE dalam praktek mengajar guru dan kurikulum akademik. Â
Para murid sampai hari ini selalu menagih mindfulness dan ice breaking sebelum pembelajaran. Â Murid akan lebih semangat dan fokus mengikuti pembelajaran jik aguru dan murid itu sendiri mampu mengenali emosinya sendiri dan memperbaiki emosi negaitf menjadi emosi yang positif. Â
Hal baru yang saya pelajari dari modul 2.2 tentang pembelajaran social emosional banyak sekali, misalnya pembelajaran sosial emosional bisa dilakukan melalui pengajaran eksplisit (khusus), terintegrasi dalam praktek mengajar (RPP yang memuat KSE) dan kurikulum akademik, dan iklim budaya positif. Â