Mungkin tidak jarang kita mendengar keluhan dari orang-orang disekitar kita yang bergumam atau curhat gaji sebulah habis untuk kredit panci, kredit hape, kredit motor, kredit mobil, kredit rumah, ruko dan sebagainya. Keluhan-keluhan itu seperti dengungan lebah...lembut, tapi kalo terus menerus ya, jadinya bising dan mengganggu juga.Â
Apalagi jika ujung-ujungnya, si pencerita mengajukan permohonan utang dengan muka melas. Permohonan utang yang tidak tahu kapan hari, bulan, dan tahunnya akan dikembalikan lagi kepada kita dengan alasan setumpuk masalah financial yang mereka hadapi.
Masalah utang lebih dari pendapatan...sudah jadi kisah klasik dalam pengelolaan keuangan pribadi. Tapi lucunya, kisah klasik ini terus saja berulang pada kehidupan orang-orang lintas generasi. Mungkin kalo dikumpulkan, ada ribuan cerita terkait dengan akibat yang ditanggung dari hutang yang lebih dari pendapatan.Â
Ada cerita kesuksesan dalam membangun bisnis karena utang yang dikelola untuk kebutuhan produktif. Adapula cerita sedih karena terjerat utang yang dikelola untuk memenuhi kebutuhan konsumtif. Gali lobang, tutup lobang dan berujung zonk karena harus bersembungi karena ditagih penagih hutang, dan para rentenir.
Hal mendasar yang menjadi penyebab munculnya timbunan utang adalah 'nafsu alias keinginan' yang tidak lebih besar dari pendapatan. Nafsu ingin memiliki barang namun belum memiliki sumberdaya yang cukup. Nafsu itu juga yang kemudian mendorong orang untuk 'berutang' demi memenuhi apa yang menjadi 'keinginannya'. Â
Warning...berapa proporsi umum untuk utang
Pertanyaan "berapa idealnya saya boleh memiliki utang, agar kehidupan saya tetap berjalan dengan baik?" merupakan pertanyaan awal yang harus dijawab sebelum seseorang memutuskan untuk berutang.
Mengutip artikel ZAP Finance, besaran cicilan atau utang apapun yang diambil tidak boleh melampaui 30% dari Pendapatan. Pendapat yang serupa dikemukakan dalam artikel cermati.com. Angka 30% merupakan proporsi yang dianggap paling pas agar beban keuangan tidak berkembang menjadi masalah dalam Keuangan Pribadi.Â
Rasio Keuangan yang Ideal sesuai Artikel pada Harian Nasional menyisakan 2/3 dari penghasilan bulanan untuk pemenuhan hidup bulanan secara wajar. Batasan tersebut sejalan dengan Strategi Alokasi Penghasilan 50-30-10-10.Â
Penjabaran Strategi Alokasi tersebut antara lain: 50 persen anggaran untuk kebutuhan pokok, 30 persen untuk pembayaran utang, 10 persen untuk tabungan atau investasi dan 10 persen sisanya untuk dana darurat.
Memang banyak strategi pengelolaan keuangan dan alokasi pendapatan bulanan menurut beberapa ahli, tinggal pencet tombol dan browsing di internet akan ketemu banyak clue strategi alokasi penghasilan. Akan tetapi, hampir semua strategi secara umum menyarankan apabila utang tidak boleh lebih dari 30 persen proporsi dari penghasilan bulanan kita.Â
Resiko jika kita berani memiliki utang dengan cicilan lebih dari 30 persen penghasilan setiap bulan, maka tidak dipungkiri kemungkinan kondisi "labil ekonomi" dalam  Pengelolaan Keuangan Pribadi bisa terjadi.
Nasihat Bijak untuk yang mau berhutang adalah "Bergayalah sesuai dengan Dompetmu!". Jangan memaksakan sesuatu yang belum waktunya untuk kamu miliki.Â
Belajarlah sedikit bersabar dan tetap tekun bekerja dengan motivasi yang tetap selalu terjaga. Prioritaskan 'kebutuhan' dan bukan 'keinginan'. Berdoalah kepada Tuhan setiap saat dan waktu karena sesungguhnya Dialah sumber segala rezeki.
Semoga tulisan kali ini membawa manfaat (RE).
Referensi:
Zapfinance.co.id, "Syarat Utang yang Sehat", Akses: https://zapfinance.co.id/syarat-utang-yang-sehat/ Tanggal 19 Januari 2022 Pukul 10:39 PM.
Cermati.com, "Mengenal utang sehat dan layak dalam Keuangan", Akses: https://www.cermati.com/artikel/mengenal-utang-sehat-dan-layak-dilakukan-di-dalam-keuangan Tanggal 19 Januari 2022 Pukul 10:42 PM.
Harnas.co, "Rasio Utang yang Ideal", Akses: http://harnas.co/2019/03/10/rasio-utang-yang-ideal Tanggal 19 Januari 2022 Pukul 10:46 PM.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI