Mohon tunggu...
Rephy Ekawatie
Rephy Ekawatie Mohon Tunggu... Administrasi - Pegawai Negeri Sipil/Penulis

Contact: rephy.ekawatie@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Fenomena PNS dan "Otak Random"

27 November 2018   07:00 Diperbarui: 28 November 2018   13:02 516
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Potensi Kita...

Musim hujan membawa berkah tersendiri. Hal ini kembali mengingatkan saya kepada nasehat-nasehat lama yang berulang-ulang didengungkan di telinga saya oleh siapapun yang tua pada masa itu, saat mendengar saya bersungut-sungut. 

"Syukuri segala sesuatu. Lihat hal yang baik bisa kau dapatkan. Jika musim kemarau, jangan kau liat susahnya cari air selama enam bulan...tapi, lihat banyak hal yang bisa kau kerjakan tanpa terganggu oleh datangnya air hujan. Saat musim hujan juga jangan bersungut, kenapa hujan terus. 

Lihatlah manfaat yang ia bawa bagi tumbuhan di sekitarmu, bagi mahluk hidup lain yang selama ini mungkin kau abaikan, dan mungkin bagi dirimu sendiri". Iya, musim hujan membawa berkah. Berkah yang saya rasa secara nyata ialah meningkatnya produktivitas menulis. 

Mendengar rintik hujan, udara dingin dan suasana yang ia bawa, sungguh patut disyukuri. Anyway, dengan lagak bulek bulek dikit, kita 'geser' topik yang bakal kita bahas ke ranah yang agak-agak rame. Yah, rame bagi saya, dan saya harap juga yang baca bisa turut menikmati 'rame'nya alur berfikir saya yang kadang abstrak, hehehe...

Bicara-bicara (meminjam bahasa si Sapri Ojek Pengkolan), baru-baru ini pemberitaan tentang seleksi masuk PNS menjadi berita yang hangat diberbagai media. PNS masih bertahan menjadi profesi banjir peminat bagi sebagian besar orang Indonesia. 

Tahun ini tercatat 3,6 Juta pelamar yang mencoba peruntungannya untuk melamar menjadi CPNS, meskipun 9,8% diantaranya dinyatakan tidak memenuhi persyaratan administrasi untuk maju ke proses selanjutnya.

Adapun pelamar yang telah dinyatakan lolos seleksi administrasi, masih harus melalui 'ruwetnya' seleksi kompetensi dasar (SKD) untuk memperebutkan 238.015 formasi yang telah disediakan hingga akhirnya 'resmi' ditahbiskan sebagai CPNS (detiknews.com, 19/11/2018). 

Fenomena ini sungguh menarik. Hal ini menjadi dasar untuk berfikir, berapa jumlah PNS ideal yang dibutuhkan Bangsa ini untuk dapat melayani masyarakat Indonesia dengan pelayanan yang optimal?. Mari kita kulik data terkini terkait keberadaan PNS di Indonesia.

Jumlah PNS di Indonesia pada Tahun 2016 menurut data BPS sebanyak 4.374.349 orang. Komposisi tersebut terdiri dari 43.945 PNS dengan Pendidikan SD/Sederajat; 73.673 PNS dengan Pendidikan SLTP/ Sederajat; 1.077.127 dengan Pendidikan SMA/ Sederajat; 378.305 dengan Pendidikan Diploma I, II/Akta I, II; 400.853 dengan Pendidikan Diploma III/Akta III/Sarjana Muda; 2.400.446 dengan Pendidikan Tingkat Sarjana/Doktor/Ph.D (BPS, 2017). 

Masih menurut sumber data BPS, dari jumlah total PNS se Indonesia tersebut, komposisi PNS terbesar ada pada kelompok umur 51-55 Tahun sebanyak 914.788 orang PNS. Setelah itu ada pada kelompok umur 46-50 Tahun sebanyak 847.306 orang PNS. 

Adapun komposisi PNS pada kelompok umur 18-20 Tahun sebanyak 1.878 orang PNS; 21-25 Tahun sebanyak 40.607 orang PNS; 26-30 Tahun sebanyak 230.646 orang PNS; 31-35 Tahun sebanyak 595.460 orang PNS; 36-40 Tahun sebanyak 644.341 orang PNS; dan kelompok umur 41-45 Tahun sebanyak 622.597 orang PNS.

Kelompok umur PNS dalam rentang 56-60 Tahun  sebanyak 466.544 orang PNS; 61-65 tahun sebanyak 9.627 orang PNS; dan 66-70 sebanyak 555 orang PNS (BPS, 2017). Apabila dipersentasekan, jumlah PNS di Indonesia sebesar 1,6% dari jumlah Penduduk yang disetimasi sebesar 271.066.400 jiwa (BPS, 2017). 

Rasio ini tidak dapat dikatakan kecil, sedang, atapun besar karena sampai saat ini, tidak ada dasar yang benar-benar tepat untuk mengatur proposisi ideal jumlah PNS terhadap jumlah penduduk untuk menghasilkan output yang optimal. Output yang dimaksud disini adalah kualitas pelayanan sesuai tugas pokok dan fungsi PNS bagi masyarakat. 

Entah karena pengaruh hujan, atau karena bercampur gerah habis minum obat pilek, otak random saya kembali 'ngegas' lagi untuk bertanya. Tahun 2018 ini seleksi penerimaan PNS dibuka secara besar-besaran untuk menjaring sekitar 238.015 orang PNS dari berbagai formasi untuk Kementerian Pusat/ Daerah (Serambinews.com, 20/11/2018). 

Data BPS sebelumnya menginformasikan sampai dengan Tahun 2016 masih ada sekitar 4.374.349 orang PNS aktif yang turuhlah, jika kelompok umur 46-50 Tahun ke atas akan berpotensi pensiun dalam kurun waktu 10 sampai 20 Tahun ke depan, maka masih ada sekitar 2.135.529 orang PNS atau 48,85% dari total yang masih aktif untuk masa kerja yang cukup panjang. 

Penambahan kuantitas sekitar 238.015 orang PNS pada tahun 2018 ini, apakah bisa mendongkrak kinerja layanan yang diterima oleh masyarakat menjadi lebih baik?

Meskipun sulit untuk mengukurnya karena PNS merupakan bagian dari lembaga pemerintah yang sifatnya non profit, tapi tetap menggelitik untuk ditanyakan, apakah 'keuntungan' yang akan diterima oleh Negara/Masyarakat dapat lebih optimal dengan penambahan kuantitas tersebut? Mari kita bersama-sama 'meraba' jawabannya melalui data dan informasi yang ada.

Rasio PNS tertinggi di ASEAN ditempati Brunei Darussalam, dimana jumlah PNS di Brunei sekitar 12% dari total jumlah penduduknya. Hal tersebut berarti ada sekitar 12 orang PNS wajib melayani 100 orang masyarakat. 

Rasio tertinggi kedua ditempati oleh Malaysia, dimana setiap 4 orang PNS bertanggung jawab melayani 100 orang masyarakat. Rasio tertinggi ketiga adalah Laos, dimana 2-3 orang PNS bertanggung jawab melayani 100 orang masyarakat (liputan6.com, 7/09/2018).

Indonesia dengan rasio PNS sekitar 1,6% dari jumlah penduduk, itu berarti sekitar 1-2 orang PNS bertanggung jawab melayani 100 orang masyarakat. Apakah rasio tersebut representative?

Mari kembali mengulik untuk melihat data tingkat pendidikan PNS Indonesia yang telah disajikan sebelumnya. Komposisi pendidikan PNS di Indonesia 54,88% didominasi oleh PNS dengan latar pendidikan Tingkat Sarjana/Doktor/PhD. 

Akan tetapi, tidak dapat diabaikan jika sekitar 24,62% PNS di Indonesia hanya lulusan SMA/Sederajat. 17,81% PNS dengan tingkat pendidikan Diploma (1&3); dan sisanya sekitar 2,69% berpendidikan SD/SMP/Sederajat. Data ini dapat menjadi salah satu gambaran jawaban bagi pertanyaan "Apakah rasio 1-2 orang PNS akan mampu menjalankan tanggung jawab untuk melayani 100 orang masyarakat di Indonesia?".

Hasil penelitian Juliana, dkk (2015) yang dipublikasikan dalam Jurnal Administrasi Publik mengungkap, jika ada pengaruh yang signifikan antara tingkat pendidikan terhadap kinerja pegawai Bappeda Kab. Enrekang. Tingkat pendidikan mempengaruhi fokus pegawai dalam menjalankan tugas dan fungsinya sebagai seorang pelayan publik. 

Selain itu, Tri Nuruni (2014) dalam Penelitian Tesisnya menemukan hal yang sejalan dengan Juliana, dkk. Ia meneliti obyek PNS yang berbeda, Guru!. Tri menyimpulkan terdapat pengaruh tingkat pendidikan terhadap kinerja Guru PAI SD Negeri. 

Tidak hanya itu, penelitian lainnya, Pakpahan, dkk (2016) dalam risetnya menemukan, pendidikan berpengaruh signifikan terhadap kinerja pegawai Badan Kepegawaian Kota Malang. Penelitian Juliana, Tri, dan Pakpahan membuka mata kita, jika tingkat pendidikan memiliki pengaruh yang kuat terhadap kinerja seorang PNS. 

Jika melihat kepada data dan hasil penelitian para peneliti terkait dengan hal tersebut, mungkin tergurat sedikit rasa sedih (bukan karena efek samping obat flu atau kelilipan) melihat 'realita' potensi PNS bangsa kita.

Jika kembali berfikir besarnya biaya yang dikeluarkan (Belanja Pegawai: 1.392.442 Milyar Rupiah; Belanja Barang: 647.310 Milyar Rupiah; dan Belanja Modal: 745.132 Milyar Rupiah---BPS, 2015) maka 'greget' rasanya jika hanya 'diam dan pasrah' terhadap kondisi yang ada, namun tidak gigih untuk 'effort' yang lebih baik lagi.

Otak Random...

"Perbedaan antara hambatan dan kesempatan adalah sikap kita memandangnya. Selalu ada kesulitan dalam setiap kesempatan, dan selalu ada kesempatan dalam setiap kesulitan" (J.Sidlow Baxter). Kata-kata Pak Baxter sebelumnya, mengingatkan saya tentang filosofi sebuah gelas. 

Saya memilih untuk berfikir jika gelas yang hanya terisi setengahnya itu, merupakan gelas yang tadinya penuh dan berusaha untuk kembali saya penuhkan secara positif, bukan untuk kondisi sebaliknya. 

Pola fikir dan sudut pandang yang sama, saya gunakan untuk melihat permasalahan PNS Indonesia dalam versi 'otak random' untuk menjawab pertanyaan 'random' saya, yang juga saya ajukan sebelumnya (efek flu menyerang logika, hehe). 

Tidak ada konklusi pasti, apa nantinya pelayanan pemerintahan di Indonesia akan lebih buruk, baik, atau flat dengan penambahan sebanyak 238.015 orang CPNS tahun 2018 ini. 

Tapi, yang pasti CPNS yang di terima tahun ini keseluruhannya telah memiliki latar pendidikan formal minimal Strata 1/Sederajat (BKN, 2018). Hal ini secara logis tentu saja akan mendongkrak kinerja pelayanan publik, meski 'dongkrakan'nya tidak bisa dihitung atau diestimasi dengan pasti. 

Kinerja pelayanan publik akan semakin terungkit, jika sumberdaya PNS yang berpendidikan SMA/Sederajat sebanyak 24,62%; SD & SMP/Sederajat sebanyak 2,69%; dan Diploma (1&2) sebanyak 17,81% mendapatkan pelatihan yang efektif untuk mendukung PNS dalam melaksanakan tugas pokok, dan fungsinya di dalam organisasi.

Pelatihan bagi PNS yang berpendidikan SMA/ Sederajat ke bawah diharapkan dapat menjadi solusi yang akan 'mendongkrak' kinerja pelayanan publik di Indonesia. 

Pelatihan, sebagaimana yang didefinisikan oleh Dessler, 2009 dalam Oktaviani & Darmo, 2017 merupakan keterampilan dasar yang dibutuhkan pegawai untuk menjalankan pekerjaannya. 

Pelatihan merupakan pendidikan jangka pendek yang menggunakan prosedur sistematis dan terorganisasi, dimana pegawai non manajerial memperoleh keterampilan teknis untuk memperbaiki berbagai permasalahan yang berkaitan dengan kinerja. 

Pelatihan sebagaimana yang diteliti oleh Sefriadi & Iskandar (2018) memiliki pengaruh yang signifikan meningkatkan kinerja pegawai. 

Materi pelatihan yang diberikan kepada pegawai menjadi hal yang penting untuk diperhatikan. Boe (2017) lebih jauh menjelaskan, jika program pelatihan juga turut andil dalam menentukan keberhasilan kinerja organisasi. 

Program pelatihan  yang baik akan meningkatkan kemampuan, merubah perilaku dalam bersikap, dan merubah disiplin pegawai dalam menjalankan tugas. Aziz, dkk (2015) menambahkan, selain pelatihan ada hal lain yang juga tidak kalah penting, seperti penempatan dan motivasi pegawai. 

Penempatan PNS sesuai dengan kualifikasi yang dimiliki meningkatkan kepuasan kerja karyawan yang kemudian akan meningkatkan kinerja organisasi. Motivasi melalui kebutuhan aktualisasi diri merupakan komponen utama yang memacu motivasi kerja. 

Kebutuhan aktualisasi diri disini, berupa kesempatan yang diberikan kepada pegawai untuk mengembangkan keterampilan dan kemampuan dalam bekerja. 

Pemberian kepercayaan yang terkontrol kepada bawahan akan meningkatkan kepercayaan diri pegawai dalam menjalankan tugas dan tanggung jawab pekerjaannya yang kemudian akan meningkatkan kinerja organisasi secara menyeluruh.

Tulisan ini tidak diakhiri titik, demikian juga dengan argumentasi dan narasi bagi solusi. Tidak ada yang pasti, karena yang pasti hanyalah ketidakpastian itu sendiri. 

Tulisan ini hanya geliat dari otak yang lama tertidur, dan terbangun karena fenomena musim hujan yang random. Random membuat narasi awal, random memilih topik untuk jadi bahasan akhir, meski konten yang ingin disampaikan sedikit tidak random. 

Seleksi PNS Tahun 2018 yang sedang berlangsung semoga menjadi jalan bagi 'CPNS Terpilih' untuk benar-benar mengabdi melayani Bangsa dan Masyarakat Indonesia dengan kompetensi yang dimiliki. 

Motivasi dan Semangat untuk melayani, merupakan hal yang tidak kalah penting untuk mencapai hasil pelayanan yang diharapkan.

 Semangat melayani dengan hati, karena apa yang keluar dari hati akan sampai meresap ke dalam hati juga. Salam Indonesia Hebat (RE).

Referensi:

Aziz, dkk (2016), "Pengaruh Pelatihan, Penempatan, dan Motivasi terhadap Kinerja Penyuluh Badan Pelaksana Penyuluhan Pertanian, Perikanan, Kehutanan, dan Ketahanan Pangan Kabupaten Polewali Mandar", Indonesian Journal of Business and Management, Volume 2, Nomor 1.

Ismenia Boe (2017), "Pengaruh Program Pelatihan dan Motivasi Kerja terhadap Kinerja Pegawai Negeri Sipil di Kantor Kepresidenan Republik Timor Leste", E-Jurnal Ekonomi dan Bisnis Universitas Udayana Volume 3, Nomor 10.

Juliana, dkk (2015), "Pengaruh Tingkat Pendidikan terhadap Kinerja Pegawai Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Kabupaten Enrekang", Jurnal Administrasi Publik, Volume 1, Nomor 1.

Nuruni, Tri (2014), "Pengaruh Tingkat Pendidikan dan Pengalaman Kerja terhadap Kinerja Guru PAI SD Negeri di Kecamatan Sidoharjo Kabupaten Sragen", Tesis, Pascasarjana Institut Agama Islam Negeri Surakarta.

Oktaviani & Darmo (2017), "Pengaruh Pelatihan dan Motivasi Kerja terhadap Kinerja Pegawai Sekretariat Direktorat Jendral Pengelolaan Pembiayaan dan Resiko Kementerian Keuangan", Jurnal Riset Manajemen dan Bisnis (JRMB), Volume 2, Nomor 3.

Pakpahan, dkk (2016), "Pengaruh Pendidikan dan Pelatihan terhadap Kinerja Pegawai (Studi pada Badan Kepegawaian Daerah Kota Malang)", Jurnal Administrasi Publik (JAP), Volume 2, Nomor 1.

Sefriady & Iskandar (2018), "Pengaruh Pelatihan dan Disiplin Kerja terhadap Kinerja Pegawai di Biro Organisasi dan Kepegawaian Sekretariat Jendral Kementerian Perdagangan", Jurnal Ekonomi Bidang Manajemen dan Akuntansi, Volume 2, Nomor 1.

www.bps.go.id          

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun