Anak muda mana yang tidak tergiur dengan pendanaan pengembangan usaha, kreativitas, dan gagasan canggih yang bernilai milyaran hingga triliunan dari para investor (penanam modal) dengan berbekal layanan/produk solutif dengan terintegrasi teknologi hingga bisa terakses oleh gawai termudah yaitu ponsel pintar dengan target pasar yang luas ?Â
Kembali mengingat ketika perusahaan rintisan (start-up) bermunculan dimulai dari tahun 2010-an hingga akhirnya muncul masalah-masalah manajerial yang mencengangkan publik, dimana publik pun langsung merespon "yaelah korupsi ga tua ga muda, sibuk memperkaya diri dari penyelewengan dana".Â
Apa itu Perusahaan Rintisan (Start-Up) ?Â
Rasanya perlu ditegaskan kembali definisi perusahaan rintisan ini, agar tidak banyak anak muda FOMO (Fear of Missing Out)/takut ketinggalan. Start-up itu perusahaan rintisan bukan merintis perusahaan, ini sering yang salah kaprah, sehingga semua mengarah pada hal-hal instan dengan risiko yang tidak dipikirkan.Â
Buku Disrupted: My Misadventure in the Start-Up Bubble pernah didiskusikan di acara Talks at Google yang banyak digandrungi anak muda yang selalu heboh meraup keuntungan milyaran-triliunan dari ide kreatif atas nama inovasi, ditulis oleh Dan (Daniel) Lyons seorang penulis berkebangsaan Amerika dengan fokus tulisannya tentang analisis teknologi dan kebaruan kabar-kabar para inovator yang mengguncang dunia dengan ide-ide nyeleneh namun bisa memperkaya usaha rintisannya (bukan merintis usahanya ya).Â
Jadi, Start-up itu singkatnya dijelaskan secara sederhana seperti ini :Â
Start-up adalah perusahaan rintisan yang berfokus pada inovasi dengan perkembangan pesat dengan tujuan pertumbuhan yang pesat dan signifikan (hal ini karena pangsa pasar dan target pasar sudah terkelola bahkan terproyeksi), dimulai dari ide/gagasan baru yang solutif atas semua berbagai permasalahan yang ada dengan menawarkan model bisnis yang berpotensi mengubah cara-cara kaku sebuah industri dengan mengutamakan teknologi canggih dan mutakhir sehingga menciptakan produk dan layanan baru yang mengagumkan (berbeda dari biasanya), semakin lama Start-up ini membutuhkan biaya operasional untuk tetap bertumbuh dan berkembang sehingga tidak heran sumber pendanaan yang paling sering dijumpai selalu mengandalkan investor. Namun, banyak para pengamat Start-up menilai bahwa Start-up sering tidak mandiri dari sisi finansial, karena terlalu ambisius buka cabang dan memperbanyak karyawan, lantas mau mengalahkan industri secara idealis ? Maka, tidak heran banyak Start-up yang bangkrut karena terlalu banyak pengeluaran.Â
Dan Lyons mengamati dan mengkritik Start-up dalam bukunya bahwa Start-up ini selalu memperlihatkan kekayaan duniawi dengan gaya hidup yang glamor (seakan-akan perusahaan raksasa dimana para foundernya kaya raya dan bisa menguasai dunia), padahal budaya kerja di Start-up menurut Lyons justru sangat berlebihan dibanding industri yang mau dikalahkan oleh Start-up, lantas dimana sisi efektif dan efisiennya ? Lyons mengkritik sangat tajam bahwa Start-up sering mendorong karyawannya bekerja lebih lama tanpa adanya keseimbangan jam kerja dengan kebutuhan hidupnya sebagai manusia sangat hipokrit dengan jaminan jam kerja fleksibel yang nyatanya tidak sefleksibel itu juga.Â
Dalam investigasinya Lyons menemukan banyak Start-up punya masalah ketidakpastian ekonomi yang berpengaruh pada manajerial keuangan Start-up itu sendiri (walaupun pendirinya/foundernya kaya raya namun seiring berjalannya operasional tidak sedikit Start-up kehabisan dana dan menyebabkan ketidakjelasan struktur didalamnya bahkan budaya kerjanya yang memang informal semakin banyak menciptakan ketimpangan).Â