Mohon tunggu...
Repa Kustipia
Repa Kustipia Mohon Tunggu... Ahli Gizi - Gastronomist (Gastronome)

Membahas Gastronomi di @gastrotourism_academy Berhenti Menjadi Ahli Gizi (Nutritionist Registered) di tahun 2021. Bertransformasi Menjadi Antropolog Pangan dan Mengisi Materi Antropologi Pangan di Youtube : Center for Study Indonesian Food Anthropology Selengkapnya kunjungi tautan : https://linktr.ee/repakustipia

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

COP29 : Transformasi "Skibidi" Sistem Pangan di Era Gastrocracy, Food Paradox, dan Neokolonialisme

13 November 2024   16:02 Diperbarui: 13 November 2024   16:02 152
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
sumber pangan : freepik.com

Lihat dan simak saja oleh publik apa saja misinya tahun ini, masih seputar hal-hal stagnan 2 tahun sebelumnya yang diperhalus dengan definisi kekinian saja, maka jika diproyeksikan bahkan diterjemahkan untuk generasi Z yang ada di Indonesia rasanya tidak sportif terjadi karena adanya koridor regulasi yang akan menghambat semuanya. Apa saja misinya COP29 untuk Sistem Pangan ? Dirangkum dari beberapa kanal official COP29 intinya mengarah pada hal-hal ini saja yang masih utopis bagi kelenturan regulasi pemerintah Indonesia dimana nanti Gen Z akan clingak-clinguk juga ditambah jika dikolaborasikan dengan para petani apalagi buruh tani yang elektrifikasi saja belum memadai serta internet masih "bapuk" (sinyal lemah dan diluar jangkauan) akan menilai dirinya tertinggal dari misi global, berikut misinya : 

  • A Global Assessment of Agrifood Systems in the Voluntary Carbon Markets / Penilaian Global terhadap Sistem Agrifood dalam Pasar Karbon Sukarela, Memangnya apa yang disebut dengan pasar karbon ? Pasar Karbon Sukarela hanyalah mekanisme untuk menjual dan membeli kredit karbon untuk mengimbangi emisi gas rumah kaca dari aktivitas siapa ? kebanyakan aktivitas perusahaan besar yang mencemari lingkungan, memang individu macam kita-kita ini yang kemana-mana pakai angkot, mikrolet, mini bus butut sebesar itu mengeluarkan polusi dan efek gas rumah kacanya ? terus kalau makan daging cuma semangkuk rawon saja seminggu sekali di samping stasiun Malang ngaruh buat panasnya bumi ? ga logis kan diterima oleh Gen Z yang itu tuh kerjaan perusahaannya siapa ? "kita kan baru lahir". Ya, generasi terdahulu yang punya kuasa jawabannya atas akses regulasi sistem pangan global ini yang diterima begitu saja oleh orang-orang oportunis yang punya kepentingan dan diuntungkan dari isu-isu sistem pangan.

  • Pasar Karbon sukarela ini hanya kedok investasi proyek yang hukumnya belum jelas ditambah regulasi ini lupar-lapornya ke siapa coba ? Terus kalau didebat sama sesepuh kepala masyarakat hukum adat "Kami sudah sejahtera secara ekologis dan sosialis, perlu bukti apalagi ? apa hanya karena perekonomian kami tidak berputar ke sistem keuangan makroekonomi dan multilateral" , nanti elitis ngambek. Di Indonesia belum ada regulasi mengenai ini, adapun jika ingin mengetahui contoh studinya berikut presentasi yang pernah saya lakukan dalam memahami pasar karbon bebas yang baru sampai uji kelayakan saja belum menghasilkan nominal-nominal yang sering digaungkan, artinya kan omong kosong belaka, lebih jelas jualan sambal dadak sunda yang dipetik dari pekarangan.

Sumber : Youtube Gastro Tourism Academy

  • Decarbonizing Food Value Chains: Transformative Financing for Rice, Dairy, & Beef Sectors to Reduce Methane / 
    Dekarbonisasi Rantai Nilai Pangan: Pembiayaan Transformasional untuk Sektor Komoditas : Padi, Susu, dan Daging Sapi untuk Mengurangi Metana. Silakan kunjungi Bali dengan mayoritas penduduknya tidak konsumsi sapi, apakah mereka harus bersusah payah dalam peternakan sapi untuk keberlanjutan sapi dan dijustifikasi menyumbangkan metana, hal ini tidak mencerminkan keadilan pangan, justru masyarakat Balilah yang menjaga keseimbangan rantai pasok pangan dimana jika sapi berlebih bisa didistribusikan dengan tidak mempermasalahkan fungsi budayanya karena sudah beda konteks etnis dan falsafah lokalitas. Elitis Pangan Global ini terlahir dari suku-suku mana ? mengapa mereka tidak paham akar budaya yang lekat tertanam pada masyarakat yang punya sejarah budaya yang indah jika diteladani yang baik-baiknya untuk generasinya. Jangan-jangan mereka iri hati pada cerita rakyat Dewi Sri (Puteri Padi) yang sering didongengkan oleh masyarakat petani terlebih masyarakat adat yang tinggal dengan keberagaman biodiversitas. Dekarbonisasi sendiri didefinisikan sebagai proses mengurangi/menghilangkan emisi karbon dari aktivitas manusia, jadi kalau masyarakat di Indonesia gotong royong dan berlayar di laut atau tepi pantai untuk menangkap sumber protein dengan perahu berbahan bakar solar, ga boleh nih ? itu kan hak nelayan dan masyarakat pesisir, terus ikannya buat siapa ? elit global pangan belum pernah ditenggelamkan kapalnya sama Menteri KKP (Kelautan dan Perikanan) Bu Susi rupanya. Mau coba ? 

  • Shaping a Sustainable Future: Consultation on CGIAR's Global Strategy for Resilient Drylands/Membentuk Masa Depan yang Berkelanjutan: Konsultasi tentang Strategi Global CGIAR (Consultative Group on International Agricultural Research) untuk Tanah Kering yang tahan banting. Mengapa harus konsultasi pada orang-orang yang tidak memahami kontur ekologis-historis tanahnya ? ya masa Jaro dari Suku Badui yang udah ratusan tahun melakukan sistem pertanian subsisten (sistem pertanian yang bertujuan memenuhi kebutuhan pangan keluarga dengan hasil yang terbatas dan sederhana namun berkelanjutan dan ramah lingkungan selama bertahun-tahun dan turun-temurun). Hal ini saja sudah tidak inklusif dan mengarah pada industrialisasi, nanti bagaimana jika disarankan : sebaiknya bangun saja agroindustri monokultur, kemudian kirim segera dengan standar ekspor, oh iya biji dan benih-benih juga ganti dari pabrik berkualitas berstandar internasional tersertifikasi aiueo dan pupuknya sekalian harus dari perusahaan rekomendasi kami. Apakah konsultan pangan seperti ini yang diharapkan oleh para petani gurem dan pengusaha pertanian yang sudah kreatif memproduksi dari gagasannya secara mandiri namun sering kali terhambat dukungan karena tidak kompaknya stakeholder dengan pelaku pertanian ? 

  • Terakhir misinya adalah Building Climate Resilience from Genes to Farms/ Membangun Ketahanan Iklim dari Gen hingga Pertanian. Berbicara genetika ya tidak lain tidak bukan mengarah pada rekayasa pertanian dimana Indonesia akan kalah dari sisi riset dan teknologi. Lah mau meriset apa ? benihnya saja tidak dirawat karena lahannya sudah berubah jadi hutan beton bukan hutan kaya biodiversitas lagi, ada sih, milik instansi riset, ya publik masuknya ya beli tiket sebagai pengunjung dan wisatawan, adapun kepentingan riset publik selalu ditanya "dari instansi mana ? " - ya bayangkan dulu jika orang marginal namun tekun membaca di kios buku bekas sambil jualan kresek kemudian punya ide dalam politik pangan dan berkunjung ke instansi riset pemerintah apakah dia akan diterima dan disambut layaknya peneliti bergelar akademis walau tugas akhir menggunakan joki tapi karena punya posisi jadi so bossy ? Elit global pangan yakin mengetahui keadaan geopolitik negara berkembang dari Big Data penelitian-penelitian di Indonesia dari kerabatnya, lantas jika mereka mengetahui kelemahan sistem pangan dan kemumetan regulasi pangan di Indonesia,sudah jelas visi misi ini akan menguntungkan siapa di masa depan ? apakah pemerintah Indonesia tega mengorbankan generasi millenial yang menua dan generasi Z hingga alpha menanggung dosa-dosa ekologis pangan di masa depan ? lantas Indonesia Emas 2045 untuk generasi siapa ? Fondasi apa yang sedang dibangun dan dikonsep hari ini ? sedangkan untuk menuju kejayaan di 2045 kelak ya kita-kita ini masyarakat yang masih bergelut dengan harga pangan pokok melonjak, korupsi pangan dari tingkat kementerian pertanian yang bermilyar-milyar, konflik agraria tidak pernah selesai, dan kuliner makin beragam tapi daya beli berkurang inilah penyambung generasi emas itu. Atau hal-hal semrawut ini sengaja dilanggengkan hanya ingin mengukir sejarah kelak untuk dikenang ? Ya, negara maju menutup-nutupi kegagalan sistem pangannya dengan cerita donasi bantuan pangan ke Negara Berkembang seperti Indonesia. Indonesia mau dikenang sebagai negara apa di sektor pangan ? ketika kisah swasembada beras tidak berkelanjutan, buktinya impor pangan banyak komoditas bahkan bumbu dapur saja dikirim dari negara-negara tetangga, artinya pasar bebas dan liberalisasi pangan sudah tidak bisa ditahan dengan laju regulasi pangan usang yang terus menekan UMKM, petani kecil, dan pedagang harian yang labanya tidak menjadikannya kaya raya dan dijamin negara. 

Era Gastrocracy, Food Paradox dan Neokolonialisme Sistem Pangan 

Setelah sistem pangan menurut Gen Z disebut transformasinya ya "Skibidi" alias buruk juga bagi generasinya karena pangan itu jadi dipermainkan oleh elitis dan rupanya gen Z telah sadar bahwa ruang hidupnya yang diambil dibalik kampanye-kampanye pangan sehatlah, pangan berbudaya, back to nature dan seakan-akan generasinyalah yang melakukan dosa-dosa ekologis yang menyebabkan bumi rusak, padahal kan sejak revolusi industri dan revolusi hijau juga memang jadi mengarah pada industrialisasi pangan, ya hal ini bisa berkembang jika ada keseimbangan. Ya, maklumi saja manusia kan punya sifat lupa dan lupa itu ga ada obatnya, jadinya kebablasan industrialisasi terus digenjot ya akhirnya menjadi permasalahan kompleks yang menanganinya ternyata butuh waktu yang lama dalam periode regeneratif/pemulihan dan tidak semudah mengatakan "gunakan teknologi saja". 

Relasi ekologi dan manusia itu sangat lekat bahkan disitu ada tabur-tuai yang berakhir karma ekologis dimana dampaknya dimulai dari bencana ekologis kecil-kecilan : banjir saja dulu rasakan, bagaimana ? masih bisa memitigasi ? masih tercukupi ya stok pangan pabrikan ? baiklah, level selanjutnya banjir bandang, oh rupanya banjirnya merusak pemukiman, level selanjutnya selain bencana ekologis timbulnya anarkisme dari orang-orang yang tidak edukatif dan sudah sangat-sangat lapar dan bosan dengan penderitaan hidupnya dimana definisi merdeka ya hanya bait dari lirik lagu 17 agustus 1945 saja yang diperingati dalam rangka HUT RI belaka tanpa memaknai kemerdekaan alat pencernaan setiap bangsa itu bagaimana ? itukan tugas elitis nasional yang katanya melabeli dirinya : Stakeholder yang kalau hadir dalam forum maunya duduk pakai tulisan VIP/VVIP (Very Important Person), VIP/VVIP itu minimal ga kesiangan dong ya kalau hadir, katanya orang penting tapi ga disiplin tuh "skibidi" juga dari etika publik personalnya. 

Gastrocracy adalah era dimana keputusan terkait sistem pangan yang melibatkan aktivitas : produksi, distribusi, dan konsumsi pangan hanya diambil dari perspektif konsumen kelas atas/elitis dengan budaya yang sudah berubah dengan mengabaikan kebijakan dan kontrol kelompok masyarakat aslinya atau negara aslinya. Gastrocracy sering dijumpai di negara maju dimana konsumen kelas atas adalah penentu kebijakan pangan global karena punya kuasa. Apakah Indonesia mengalami era gastrocracy ? dari pengalaman keputusan COP27 semenjak ada paviliun Sistem Pangan, Indonesia hanya hura-hura saja delegasinya tidak yang berdiplomasi melawan visi-misi elit global pangan dan Indonesia hanya berkumpul di paviliun Indonesia sendiri dimana hal ini dijadikan ajang "gathering" yang berangkatnya dibiayai negara, bukannya menyampaikan keresahan di sektor pangan dan program gizi yang menjadi polemik kebanyakan masyarakat Indonesia, beda sekali dengan tokoh-tokoh sejarah yang sering diajarkan bahwa keberanian Bung Karno, BUng Hatta dan diplomat lainnya pulang konferensi membawa oleh-oleh situasi ekonomi membaik, bagaimana para diplomat/representatif/perwakilan Indonesia di COP29 untuk sistem pangan ? tantang saja bisa tidak membuat harga beras atau komoditas pangan pokok dibawah Rp. 10.000 rupiah per kilogramnya untuk waktu 5 tahun ? begitulah politik pangan berfungsi dan dimata global sistem pangan Indonesia harusnya bisa bertengger menjadi contoh keberlanjutan berbasis budaya dan kehebatan masyarakatnya, tidak pernah dipuji-puji begitu oleh perwakilannya, masih saja underestimate "kami ini kurang dana dan mohon bantu kami dari pendanaan-pendanaan pertanian", hal ini disenangi elit global pangan karena mereka akan senang riang meminjamkannya yang akan dibayar oleh generasi selanjutnya, betul-betul passive income yang terencana. 

Food Paradox dan Neokolonialisme terjadi karena negara-negara maju dan kaya dari sisi pendapatannya memiliki surplus pangan dan akhirnya menanggung akibat penyakit seperti : obesitas, hipertensi, dan permasalahan kesehatan lainnya yang akhirnya gaya sistem pangannya diikuti oleh negara-negara miskin dan berkembang akhirnya sama juga dampaknya pada derajat kesehatan masyarakat. Lihatlah betapa banyak produk-produk pangan hari ini yang hanya menjual justifikasi/klaim kesehatan semata padahal komposisi pangannya ya sistetis semua dibarengi kesibukan pekerjaan administratif yang terlalu lama dijalan, banyaknya menunggu tanpa adanya kontribusi pada hal-hal lambat, hingga akhirnya negara maju mempopulerkan gaya hidup lambar dan kembali ke hal-hal alami. Ya, Indonesia patut tertawa karena hal tersebut adalah masa lalu secara historis orang-orang Indonesia yang memang sudah cerdas secara budaya, tanyakan saja pada para boomernya Indonesia, mereka masa kecilnya sering konsumsi rebusan jamu, rebusan sayuran, makanan mereka tidak aneh-aneh pabrikan, makanannya juga comfort food yang dimasak dirumah dan dinikmati bersama dengan keluarganya bahkan generasi tertua membersamai dalam menikmatinya. Betapa harmonis pola makan Indonesia di masa lampau dengan budayanya. Terus sekarang harus mengakui negara maju yang perlahan meninggalkan makanan pabrikan mengadopsi dan terinspirasi dari negara-negara yang pertanian tradisional sudah lebih dulu ? "Tidak semudah itu, ferguso ! ". Akui saja bahwa terinspirasi dari gastronomi lokalnya Indonesia yang saat ini latah ingin seperti negara maju tapi APBN tidak memadai. Indonesia juga harus segera berdaulat untuk praktik-praktik baik ini, karena jika sudah di klaim ya akan sulit menjelaskan karena dokumentasi sejarah pangan dan budaya Indoensia itu kurang terdokumentasikan. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun