Mohon tunggu...
Repa Kustipia
Repa Kustipia Mohon Tunggu... Ahli Gizi - Gastronomist (Gastronome)

Membahas Gastronomi di @gastrotourism_academy Berhenti Menjadi Ahli Gizi (Nutritionist Registered) di tahun 2021. Bertransformasi Menjadi Antropolog Pangan dan Mengisi Materi Antropologi Pangan di Youtube : Center for Study Indonesian Food Anthropology Selengkapnya kunjungi tautan : https://linktr.ee/repakustipia

Selanjutnya

Tutup

Nature Artikel Utama

Melirik Kembali Komoditas Salak Manonjaya untuk Ketahanan Iklim, Bukan Sekadar Komoditas Pangan Biasa

2 Juli 2024   10:31 Diperbarui: 2 Juli 2024   14:57 110
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber gambar: Dokumentasi pribadi

Hal ini juga mengarah pada banyaknya pertanian monokultur (bercocok tanam yang didominasi satu jenis komoditas) sehingga menurunkan status keberagaman komoditas yang saling memberikan manfaat, akibatnya harus ada dukungan lain untuk menjaga ekosistemnya misalkan pupuk berkualitas, cairan anti hama, teknologi yang mahal untuk irigasi untuk suplai air, dan tenaga harian untuk perawatan. 

Kabupaten Tasikmalaya adalah penghasil terbesar komoditas Salak Manonjaya. Salak ini adalah salak yang hanya tumbuh di Manonjaya saja artinya sudah masuk kategori endemik, namun dalam sektor pertanian biodiversitas endemik potensial dibudidayakan sehingga tidak hanya bisa dijumpai di Manonjaya saya, inilah yang disebut dengan migrasi biodiversitas karena tujuan memperbanyak kuantitas dan menumbuhkan dari indukan yang sama. 

Faktanya, Salak Manonjaya ini sudah jarang dan tergantikan oleh salak lain, dimulai dari alih fungsi lahan kebun salak manonjaya banyak dibangun menjadi perumahan di kawasan pedesaan, Sentra Salak Manonjaya pun menjadi tidak aktif bahkan tutup, yang tadinya kawasan agrowisata, ketika komoditasnya kalah saing di pasar maka agrowisata ini perlahan banyak yang tutup dan berhenti. 

Melihat kasus kebun Salak Manonjaya ini problematik, dikarenakan harga jual komoditasnya turun dan hampir tidak ada harganya bahkan banyak petani Salak Manonjaya membiarkan salaknya tidak dipanen dan dibiarkan membusuk.

Inilah fenomena komoditas pangan berlebih namun daya terima kurang dikarenakan kurangnya literasi lain yang hanya berfokus pada inovasi produk untuk menambah nilai ekonomi, bukan menambah nilai ekologi. 

Ini merupakan kondisi Salak Manonjaya yang mulai membusuk karena tidak ada penanganan pasca-panen dan tidak adanya literasi masyarakat tentang bagaimana menjadikan salak ini bernilai.

Alasan mereka adalah terkendala alat-alat pengering, cuaca yang tidak menentu untuk melakukan pengeringan, dan minimnya akses informasi ekonomi kreatif dan kurangnya perhatian pentingnya konservasi, domestikasi, dan sulitnya akses penjualan dengan harga layak.

Sumber gambar: Dokumentasi pribadi
Sumber gambar: Dokumentasi pribadi

Mengglobalkan Salak Manonjaya ke Pakistan 

Sumber gambar: Dokumentasi pribadi
Sumber gambar: Dokumentasi pribadi

Akibat komoditas Salak Manonjaya tidak pernah menjadi komoditas seksi untuk masyarakat sekitarnya, maka berbagai inisiatif yang dilakukan anak muda seperti membuat inovasi seperti sirup salak, sambal salak, muffin salak, sari salak, selai salak, kue salak, teh salak, kopi biji salak, termasuk berkreasi untuk kriya dari batang salak yang dijadikan alternatif tikar dengan cara dianyam.

Inovasi ini tidak menarik pasar dan tidak menaikkan harga jual, akhirnya jalur penelitian dan diseminasi ilmiahlah yang mampu mengenalkan salak ke negara yang memang tidak memiliki komoditas salak, salah satunya adalah Pakistan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Nature Selengkapnya
Lihat Nature Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun