Mohon tunggu...
Repa Kustipia
Repa Kustipia Mohon Tunggu... Ahli Gizi - Gastronomist (Gastronome)

Membahas Gastronomi di @gastrotourism_academy Berhenti Menjadi Ahli Gizi (Nutritionist Registered) di tahun 2021. Bertransformasi Menjadi Antropolog Pangan dan Mengisi Materi Antropologi Pangan di Youtube : Center for Study Indonesian Food Anthropology Selengkapnya kunjungi tautan : https://linktr.ee/repakustipia

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Bioantropologi Etnobotani Pangan sebagai Konvergensi Interdisipliner Gastronomi

23 Maret 2024   16:06 Diperbarui: 24 Maret 2024   09:53 489
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
sumber gambar : wikipedia.com

Berbicara disiplin ilmu yang beragam yang ditawarkan institusi pendidikan tinggi rasanya sangat menarik perhatian para calon mahasiswa untuk bisa menjelajah betapa kayanya pengetahuan yang akan dipelajari berikut para pengajarnya yang terdiri dari pengajar bidang mayor dan minor bahkan dikatakan ahli dan pakar suatu bidang, serta peneliti yang berkontribusi untuk kemajuan penelitian dari berbagai penemuan dengan pendekatan keilmuan, namun jika jurusan tertentu tidak populer, bagaimana menatap masa depan ? Hal inilah yang akan menjadi urgensi masa depan untuk ranah pendidikan tinggi, daya tampung penerimaan mahasiswa, jenis pekerjaan yang tersedia dan tentu saja biaya kuliah yang selalu naik seiring dengan perkembangan zaman karena adanya berbagai fasilitas dan kegiatan yang disediakan, apalagi jika kegiatan tersebut wajib diikuti dan termasuk dalam syarat proyek mandiri. 

Menilik berbagai bidang disiplin ilmu yang ditawarkan oleh perguruan tinggi saat ini, tidak bisa lepas dari pengalaman empiris alumni perguruan tinggi terdahulunya yang menempuh Sekolah Menengah Atas/Umum sederajat yang pada saat itu di Indonesia sendiri jika menanyakan pada generasi Millenial (kelahiran 1981 - 1996) akan memberikan testimoni bahwa sebelum menjadi mahasiswa ada pilihan peminatan berdasarkan psikotest untuk penetapan jurusan IPA (Ilmu Pengetahuan Alam) untuk mayoritas siswa yang akan mempelajari mata pelajaran : Biologi, Fisika, Matematika dan Kimia sebagai mata pelajaran wajib, sedangkan jurusan IPS (Ilmu Pengetahuan Sosial) untuk mayoritas siswa yang akan mempelajari mata pelajaran : Antropologi, Sosiologi, Sejarah, dan Ekonomi sebagai mata pelajaran wajibnya. 

Bagaimana dengan jurusan Bahasa ? Hal ini tergantung pada ketersediaan guru/pengajar di sekolah misalkan bahasa asing wajib dikuasai siswa selain dwibahasa (Inggris dan Bahasa Indonesia) ada juga bahasa Jepang, Mandarin, Jerman, China, Arab, dan Spanyol dan itu semua kembali pada fasilitator yang memadai di setiap sekolah. 

Hal inilah yang mengantarkan kebanyakan generasi Millenial memilih jurusan kuliah sesuai dengan peminatan dari Sekolah Menengah Atas/Umumnya dan kelonggaran pemilihan lintas bidang mengikuti syarat dan ketentuan berlaku dari setiap jurusan lintas bidang dari kampus tujuan, masih teringat saja bahwa pada saat itu jurusan IPA bisa memiliki kelonggaran dan keistimewaan untuk mengambil jatah jurusan sosial humaniora ketika di perguruan tinggi. Bagaimana dengan hari ini ? Hal ini ternyata masih utopis  (sesuatu yang ideal atau mendekati kesempurnaan, seringkali tidak sesuai dengan kenyataan) jika memaksakan relevansi pada realita karena nyatanya ada banyak pekerjaan yang tersedia dengan lowongan pekerjaan yang tidak terikat dengan jurusan yang ditawarkan oleh kampus. 

Hal ini dalam kajian antropologi pendidikan disebut dengan Career Mismatch Phenomenon (Fenomena Ketidaksesuaian Karier yang disebabkan oleh berbedanya jurusan kuliah dengan lowongan pekerjaan).  

Adakah Urgensi Sains Sosial Pada Bidang Eksakta ? 

Merujuk pada definisi populer dan umum yang digunakan bahwa eksakta merupakan ilmu pasti yang sering diajarkan pada pendidikan dasar atau fundamental seperti : matematika (ilmu bilangan/hitungan) , astronomi (ilmu alam/ilmu bintang, ilmu yang membahas diluar bumi), fisika (ilmu alam mencakup : ruang,gerak,waktu, energi dan gaya), dan optika (ilmu cahaya sebagai materi) yang dipelajari melalui berbagai zaman kuno hingga modern dengan pengaruh budaya untuk memproduksi pengetahuan (sains) dengan tingkat ketelitian ketat sehingga prosesnya mengalami hal-hal metodologis untuk hasil yang akurat/pasti.  

Sedangkan pengetahuan (sains) merupakan hal-hal terstruktur/sistematis yang membantu dalam pemahaman kegiatan yang bersifat metodologis (mengikuti prosedur atau pendekatan untuk menemukan sesuatu), hal-hal metodologis itu bisa didapatkan dengan : observasi atau pengamatan, pengujian (adanya standar dan teori yang digunakan dan diuji/dilihat berapa batasannya), dan daya nalar (rasional, logis, analitis, kritis, sehingga menemukan jawaban dari pengujian hal ini didapatkan dari fenomena alam, dari penelitian terdahulu, penelusuran literatur atau referensi. Sains secara umum mengelompokkan bidang yang mayoritas dikenal oleh publik atau masyarakat manapun mengarah pada bidang : fisika, kimia (ilmu yang mempelajari susunan, struktur dan sifat materi), biologi (ilmu yang mempelajari makhluk hidup), dan matematika. 

Bagaimana dengan Sains Sosial ? Perlu didefinisikan kembali karena akan menjadi salah paham nantinya untuk penelusuran metodis dan teknisnya. 

Sains Sosial tidak termasuk ilmu pasti, alasannya karena tidak ada ukuran presisi, hitungan akurat dan terukur, hal ini sifatnya dinamis, maka dari itu bidangnya mengacu pada aspek-aspek manusia dan masyarakat, hal ini tentu saja menggunakan pendekatan ilmiah juga namun tidak seketat bidang eksakta. 

Contoh bidang populer pada Sains Sosial adalah : Sosiologi (Ilmu yang mempelajari manusia, lingkungan dan sosial), antropologi (ilmu yang mempelajari manusia dan budaya), ekonomi (ilmu yang mempelajari kebutuhan hidup dengan menggunakan sumber daya). Hal ini tentu memperhatikan aspek-aspek sosial seperti : masyarakat, perilaku manusia secara individu, kelompok dan masyarakat, serta institusi sosial atau kelembagaan dan sains sosial justru lebih kompleks.

Tidak menutup batasan keilmuan, bahwa tentu saja boleh dicampurkan antara ilmu eksakta dengan sosial. Ini akan menghasilkan pengetahuan yang lengkap, dan manusia mampu menerima berbagai pengetahuan dan informasi, hal ini dalam antropologi psikologi disebut kemampuan kognitif (kapasitas manusia dalam menerima, memproses, memahami, dan merespons informasi hal-hal baru yang datang dan diterima). 

Urgensi sains sosial dalam eksakta jelas hal ini dinamis dan fleksibel jika dibenturkan dengan realitas, terkadang suatu bidang hanya bisa diselesaikan dengan ilmu eksakta saja, misalnya matematika secara aplikatif, contohnya adalah perhitungan luas tanah, ketika luas tanah tersebut terdata dan tanah itu dijual maka dikombinasikan dengan ilmu ekonomi, ketika tanah yang terjual ternyata ada masalah atau sengketa tanah (konflik lahan) maka diselesaikan dengan ilmu antropologi, dan jika masih bermasalah pada birokrasi (sistem administrasi) dan melibatkan beberapa pihak dan aktor kepentingan, maka digunakan ilmu sosiologi agraria, namun jika tanah itu dipandang sebagai elemen alam dan sumber daya alam maka bisa menggunakan ilmu alam dengan sub-bidangnya misalkan biologi, ekologi, lingkungan, kehutanan, ilmu tanah, dan kimia tanah, bagaimana jika tanah mempengaruhi pertumbuhan komoditas yang ditanam ? maka, hadirlah ilmu pertanian, jika tanah tersebut menghidupi sumber pangan dalam budaya suatu kelompok etnis  sehingga menjadikannya sumber sistem pangan yang tidak terlewatkan,maka hadirlah ilmu eco-gastronomi sebagai kedaruratan pergerakan sosial pangan yang memilki tujuan kelestarian dan keberlanjutan konsumsi yang tidak banyak melukai ekologi. 

Hal ini amat sangat dinamis, institusi para pemikir saja yang terkungkung pada kakunya/rigidnya peraturan yang membatasi manusia mempelajari dan mengeksplorasi pengetahuan secara bebas, hal ini runyam dalam kebebasan akademik dan kebebasan berpikir, dampaknya manusia-manusia terbelenggu pada kemandegan inovasi, strategi, kreativitas dan kekritisan pada suatu realita, karena sistem membatasinya. 

Ditutupnya Bidang Antropologi di Universitas Kent, Inggris 

Hal mengejutkan dunia Sains Sosial akhir-akhir ini adalah kabar buruk bagi bidang antropologi adalah ditutupnya muara pengetahuan (merujuk pada bidang sosial salah satunya : Antropologi dengan subnya : Antropologi biologi, etnobotani, dan antropologi sosial) di salah satu kampus di Inggris yaitu Universitas Kent, dimana peringkat universitas ini merupakan peringkat ke-10 untuk bidang Antropologi di Inggris, peringkat yang bagus dan menarik minat mahasiswa internasional untuk berkuliah disana, bukan ? Dikutip dari laman resmi  (website dan akun X) Universitas Kent yang dipublikasikan pada 21 Maret 2024 dengan resmi menyatakan : 

"Anthropology is closing at Kent. We were unsuccessful in persuading management to retain this diverse and dynamic subject area. This spells the end for Social Anthropology, Biological Anthropology and Ethnobotany. Done."

"Antropologi ditutup di Kent. Kami gagal meyakinkan manajemen untuk mempertahankan area subjek yang beragam dan dinamis ini. Ini menandakan akhir bagi Antropologi Sosial, Antropologi Biologis, dan Etnobotani. Selesai."

Menelusuri informasi ini, terpublikasi ajakan tantangan petisi dari para antropolog, Professor Rajindra Puri (antropolog lingkungan dan seorang ethnobiologist dari Universitas Kent) mengumumkan tautan petisi melalui change.org yang diposting pada LinkedIn pribadinya yang menyerukan : "Selamatkan Antropologi dan Etnobotani di Kent" karena bidang ini sudah memasuki 60 tahun, kekhawatirannya disampaikan bahwa antropologi dan etnobotani di Kent tidak memiliki masa depan dan pihak universitas harus menutupnya, setelah melakukan konsultasi selama 30 hari untuk bernegosiasi atas penyelamatan jurusan Antropologi ini, Professor Rajindra Puri menyampaikan berita buruk yang berdampak pada 8 orang antropolog kehilangan pekerjaan dan kerugian mahasiswa atas ditutupnya program antropologi ini. 

Ternyata momen ini tidak hanya berimbas pada bidang antropologi saja, melainkan ilmu humaniora lainnya yang ditutup seperti : sejarah seni, kesehatan dan kepedulian sosial, jurnalisme, teknologi musik dan audio, dan filsafat/studi keagamaan, hal ini sempat berimbas pada bidang studi lain seperti : bahasa & sastra inggris, osteologi forensik (berkaitan dengan tulang) & metode lapangan, bahasa modern, namun masih bisa dinegosiasikan sehingga tidak jadi ditutup. Hal ini disebabkan karena adanya restrukturisasi untuk penghematan uang pada berbagai operasional pendidikan, menurut Prof Rajindra Puri, hal ini adalah lazim di Inggris dikarenakan disiplin ilmunya rentan. 

Petisi pun telah mencapai 5.278 dari target 7.500 yang mengabarkan bahwa adanya strategi Kent 2030 yang berdampak pada penutupan program studi antropologi ini, petisi ini menyerukan bahwa bidang antropologi ini merupakan subjek penting yang jarang ditawarkan oleh universitas terlebih sedikitnya/jarangnya Universitas menawarkan bidang antropologi biologi, hal ini sejalan dengan informasi yang dikabarkan oleh Professor Rajindra Puri bahwa dalam petisi ini diinformasikan pula tentang departemen antropologi telah mengalami pemotongan anggaran, jumlah modul yang ditawarkan berkurang, dan adanya penurunan jumlah staf, hal ini pun tidak disangkal oleh pembuat petisi yang diwakili oleh Ashleigh Hendra bahwa ada keterlibatan birokratis, 91% mahasiswa yang lulus menyatakan kepuasan kualitas pengajaran di Universitas Kent karena keberadaan dosen dan peneliti (akademisi) yang brilian dalam bidang antropologi. Dampak dari penutupan bidang antropologi ini menghilangkan beberapa pekerjaan antropolog serta agar gelar antropologi yang sudah diraihnya menjadi berharga. 

Secara personal respon saya selaku peneliti independen antropologi etnopangan dan gastronomist merasakan kesedihan yang sama dengan para kerabat antropolog di Inggris sana, karena secara profesionalitas kajian antropologi biologi, etnobotani dan antropologi sosial adalah hal fundamental yang potensial untuk mengukur sejauh mana kebudayaan berkembang dengan subjeknya manusia , makhluk hidup lainnya yang berhubungan dengan ekologi baik fisik atau sosial, bahkan multidimensional seperti metafisika (studi tentang realitas) yang dapat ditelusuri dengan pendekatan sejarah dan filsafat. 

Pengenalan Bioantropologi / Antropologi Biologi Dasar

Biologi adalah bidang studi tentang makhluk hidup, dari sejak seseorang merasakan bersekolah bidang ini sudah dikenalkan lewat mata pelajaran IPA (Ilmu Pengetahuan Alam), semakin seseorang itu menaiki berbagai jenjang strata pendidikan, mata pelajaran IPA berkembang dengan lebih mendalam dan spesifik hingga akhirnya bidang biologi dipelajari secara khusus di tingkat SMP dan SMA hingga Universitas baik menjadi mata kuliah umum di program studi eksakta atau bahkan jauh lebih khusus seperti jurusan Biologi murni, Keguruan Ilmu Biologi, hingga mikrobiologi (ilmu yang mempelajari mikroorganisme dan interaksinya) dan biologi molekuler (Ilmu yang mempelajari struktur dan fungsi molekul dalam kehidupan organisme). 

Bioantropologi/Antropologi biologi secara singkat menjelaskan studi tentang implementasi biologi dengan mendalami sudut pandang genetika (warisan), evolusi (perubahan), adaptasi fisik (penyesuaian tubuh) serta pengaruh lingkungan dalam perkembangan interaksi makhluk hidup (dalam antropologi disebut dengan faktor lingkungan/determinan lingkungan). 

Jejak pemikiran para antropolog yang mengarah pada bioantropologi, misalnya antropolog dari Amerika yang dijuluki Bapak Antropologi Amerika dan populer dengan pencetus antropologi modern, yaitu Franz Uri Boas. 

Franz Boas dan Karyanya The Mind of Primitive Man (1911). 

sumber gambar : wikipedia.com
sumber gambar : wikipedia.com

Walaupun Franz Boas secara latar belakang pendidikan tidak menempuh pendidikan antropologi secara resmi, namun pendekatan dalam penelitiannya dan kajiannya menghubungkannya dengan manusia dan budaya dengan perspektif lain, contohnya geografi. Latar belakang pendidikan Boas adalah fisika dan geografi. Boas pun mengalami Career Mismatch Phenomenon. 

The Mind of Primitive Man adalah karya Boas yang diterbitkan pada tahun 1911 dengan memuat kajian tentang hubungan kecerdasan dan tingkat peradaban yang membuktikan pada dukungan klaim rasialis dan eugenika (pemuliaan genetik) tentang kecerdasan dan ras yang berhubungan dengan lingkungan, gizi, dan pencampuran rasial dalam bentuk mentalitas manusia sebagai penegasan bahwa perbedaan manusia primitif (kuno) dan manusia beradab (berbudaya) tidak signifikan (bermakna) dibandingkan dengan perbedaan antar manusia dan hewan. 

Boas membantah dalam kajiannya tentang stereotipe manusia primitif yang tidak memiliki kendali diri, atensi/perhatian atau kemampuan berpikir rasional, termasuk bahasa dan budaya tidak diatur sama sekali oleh ras, dan tidak ada bahasa atau budaya yang secara intrinsik lebih baik dari yang lain.

Perkembangan budaya tidak mengikuti tahapan yang tetap dan tidak semua tahapan bisa hadir dalam setiap budaya. Ini sangat dinamis. Permasalahan pemikiran rasional dan irasional dalam masyarakat primitif dan masyarakat beradab selalu menimbulkan hal-hal superior yang dilebih-lebihkan oleh kelompok yang sama sehingga mengganggap kelompok lain itu terbelakang dan kurang, ini tidak adil menurut Boas. 

Berkat penelitian yang dilakukan Boaslah, Kecaman rasisme di Amerika Serikat bisa dikontrol dan harapan besarnya bisa turut mempromosikan toleransi dan simpati terhadap peradaban yang berbeda. Itulah fungsi antropologi yang ingin disampaikan Boas dalam kajiannya dalam The Mind of Primitive Man. 

sumber gambar : jstor.org
sumber gambar : jstor.org

Bioantropologi Etnobotani Pangan, Potensi Pelacakan Komoditas Pangan Historis 

sumber gambar : Institut Jane Goodall 
sumber gambar : Institut Jane Goodall 

Jane Goodall (Lengkapnya : Dame Jane Morris Goodall) merupakan seorang primatolog dan antropolog dari Inggris yang merupakan inspirator untuk melihat perspektif bioantropologi dari sisi kehidupan lain yaitu primata. Bahkan manusia bisa mengambil pelajaran kebiasaan perilaku makan, mengumpulkan makan, dan bersosialisasi dari primata. 

My Life with the Chimpanzees merupakan buku karyanya yang mengantarkan Jane Goodall sebagai wanita pertama yang mempelajari simpanse di alam liar, mencatat pencapaian sejarah dalam penelitian primata.

Kecintaannya pada hewan dari kecil terinspirasi dari mainan simpanse bernama Jubilee inilah yang menginspirasinya untuk meneliti hewan sepanjang hidupnya. Pada usianya yang ke-26 tahun Jane memulai ekspedisi ke hutan Afrika untuk mengamati simpanse di alam liar. 

Selama ekspedisinya, Jane mengalami banyak bahaya dan mengenal kelompok simpanse liar yang menakjubkan bahwa ternyata simpanse memiliki kehidupan yang cerdas dan kompleks dan mirip manusia dalam berbagai aspek. Kini Jane Goodall dikenal sebagai pembela hak-hak hewan. 

sumber gambar : goodreads 
sumber gambar : goodreads 

Bioantropologi akan berkorelasi dengan etnobotani pangan, Etnobotani pangan merupakan ilmu yang mempelajari hubungan antara manusia dan tumbuhan yang digunakan sebagai pangan dan sumber makanan dengan pendekatan pengetahuan tradisional masyarakat yang menemukan bagaimana tumbuhan pangan digunakan, dipelihara, dan bagaimana diolah untuk dikonsumsi secara terus-menerus dengan perkembangan pengolahannya baik dengan cara diawetkan, ditambahi bumbu dari komoditas lain yang bermanfaat bagi masyarakat serta memiliki fungsi ekologis dalam pelestariannya. 

Etnobotani pangan erat kaitannya dengan bioantropologi selain menghubungkan hal-hal biologis dari interaksi ekologinya yang sudah memiliki jejak evolusinya, aspek-aspek budaya, sosial, ekonomi dan ekologi pun menjadi bahasan yang ditemukan pada etnobotani pangan, hal ini bertujuan untuk mendukung keberlanjutan pangan dan memperkaya interaksi manusia, tanaman pangan, masyarakat tradisional, dan masa depan ekologi pangan. 

Sehingga jika hal ini terjaga, tidak terbayang betapa kayanya dan beragamnya komoditas pangan yang bisa dicicipi, karena tidak punah, hilang, bahkan menjadi langka, karena ada budidaya dan penjagaan alamiah dari masyarakat penikmatnya. 

Apakah hari ini sulit sekali mendapatkan akses pangan dari lokasi terdekat dan sekitarnya ? Inilah renungan bersama tentang bagaimana menentukan pola konsumsi umat manusia selanjutnya. 

Hal ini pun menjadi kajian tersendiri dalam gastronomi (Pangan dan Budaya) dimana relasi manusia dengan hewan sangat berhubungan dari zaman per zamannya, kajian bioantropologi lain pun menggambarkan bagaimana manusia mencontoh hewan dalam manajerial berburu makanan di hutan dan melihat kelompok primata menikmati komoditas pangan yang dikonsumsi dengan kelompoknya, inilah yang manusia lihat dan diadaptasikan pada kegiatan gotong royong, tidak heran bahwa kebiasaan berburu dan meramu pada zaman dahulu menjadi cara hidup dan bertahan dari manusia. 

Berikut bahasan bioantropologi pangan "Ketika Antropolog Evolusi Membahas : Wanita/Betina, Makanan, Keluarga dan Persahabatan sebagai deskripsi singkat bahwa primata memiliki sifat berkumpul dan sesekali individualis dalam hidupnya untuk suasana tertentu, sedangkan untuk berbagi makanan dan mendapatkannya, primata berbagi peran, peranan terbesar jika primata sudah memiliki anak maka pihak betinalah yang berkeliling, berburu bahkan meminta jatah pada kelompok primata wanita lainnya (hal ini memperlihatkan adanya sosialisasi, interaksi dan empati dari kelompok primata), serta pelajaran berharga dari sekelompok primata dalam berbagi makanan melanggengkan persahabatan pada kelompoknya. 

Mengapa manusia tidak bisa lebih melakukan hal-hal humanis dan empati ketika sumber pangan dibatasi dan aksesnya sulit ? Berbagi adalah sifat mulia manusia yang diolah dari matangnya berpikir untuk digerakkan melalui tindakan dan sikap melihat kekurangan kehidupan manusia lainnya. 

Jadi sudahkah dalam kondisi ini manusia modern saling berbagi kenikmatan cita rasa pada kelompok-kelompok yang sedang dalam keadaan sulit mendapatkan akses pangan ?

Bersatulah untuk keberlanjutan hidup yang rukun dari tenggang rasa yang terbentuk secara akumulatif. 

Sumber video : Youtube Center for Study Indonesian Food Anthropology 

Di negara maju pun kajian bioantropologi etnobotani pangan sudah banyak terdokumentasikan dan menjadi kajian menarik untuk keberlanjutan ekologi. 

Nancy  J . Turner, seorang etnobotanis dan antropolog dari Kanada menggambarkan lebih dari 100 tanaman tradisional yang dikonsumsi dari hasil panen yang ditanam oleh kelompok pribumi pesisir yang tinggal di pantai British Columbia, Alaska dan Washington. Nancy mendokumentasikan ini dalam bukunya yang berjudul Food Plants of Coastal First People. 

Konvergensi Interdisipliner Gastronomi, Arah Baru Masa Depan Sosio Budaya Pangan 

sumber gambar : dokumentasi pribadi 
sumber gambar : dokumentasi pribadi 

Menyelami bioantropologi dalam kajian antropologi pangan dan gastronomi adalah mengumpulkan jejak empiris historis dari kebiasaan manusia beradaptasi dan bertahan hidup dari sisi konsumsi dan bagaimana manusia terdahulu beresiliensi terhadap berbagai tantangan ekologis, sosiologis dan psikologis sehingga terbentuklah manusia-manusia yang memiliki mentalitas bertahan hidup dalam berbagai kondisi, salah satunya adalah menahan lapar dan menghilangkan rasa lapar, bahkan manusia tersebut keracunan dalam konsumsi komoditas pangan dan non-pangan sebelumnya (dimana hal ini merupakan uji coba manusia yang bisa diambil pelajarannya oleh manusia lain ketika menemukan jasadnya pada zaman dahulu), lebih jauhnya lagi hal ini dibahas dalam paleogastonomi, studi Repa Kustipia pada penelusuran jejak paleogastronomi pada Meganthropus Paleo Javanicus (Manusia purba tertua berbadan besar yang ditemukan di Sungai Bengawan Solo) dan kontribusinya pada keragaman komoditas pangan dan perkembangan pengolahan pangan dan obat tradisional. 

Paleogastronomi sendiri merupakan studi pola makan manusia purba berdasarkan catatan dan bukti-bukti arkeologis tentang sumber komoditas pangan dan makanan masa lampau, dari penelitian paleogastronomi mengarahkan pada aspek : sisa-sisa makanan dari berbagai zaman (pra-sejarah hingga modern) serta hubungannya dari dampak ekologis yang dihadapi manusia purba pada evolusi diet dan evolusi cara makan terhadap kebudayaannya. Hal ini juga menginspirasi berbagai praktisi kesehatan untuk melacak diet paleo/paleo diet. 


Sumber video : Youtube Repa Kustipia 

Konvergensi Interdisipliner Gastronomi mengajak manusia untuk bisa menerima bidang baru dan dikolaborasikan dengan bidang lama agar selalu inovatif dalam berbagai penyesuaian keseimbangan menghadapi zaman sekarang. 

Konvergensi adalah penggabungan beberapa aspek, sedangkan interdisipliner merupakan penggabungan antar disiplin misalkan disiplin ilmu : antropologi biologi/bioantropologi, etnobotani, dan ilmu pangan menjadi : Bioantropologi Etnobotani Pangan. Hal ini harus disambut dengan baik karena tujuan dari setiap disiplin ilmunya menawarkan banyak hal-hal metodologis dari berbagai pemahaman yang komprehensif dari suatu fenomena yang terjadi serta terdokumentasi oleh para ilmuwan, sehingga manusia lebih siap mengimplementasikan sains eksakta dan sains sosial terhadap kehidupannya baik dalam keseharian, penemuan dan perkembangan pengetahuan dengan penelitian, atau mendebatkan hal-hal empiris untuk menemukan solusi terbaik dari berbagai problematik yang dihadapinya. 

Tantangan konvergensi gastronomi hari ini adalah hubungannya dengan keadaan ekologis dan sosial, bagaimana krisis iklim berdampak pada tatanan sistem pangan dari mulai : pra-produksi (lahan pertanian, teknologi pertanian, fasilitas pertanian, digitalisasi pertanian, sumber daya alam dan manusia dalam sektor pertanian), Produksi (pengolahan dari sumber komoditas, pengolahan pasca panen, mitigasi pangan berlimpah yang tidak terkelola baik, inovasi pangan, teknologi pangan, zat gizi buatan, dan banyak hal yang dicampurkan melalui berbagai gagasan dan perkembangan pangan secara luas), Distribusi (armada dari setiap ekosistem mencakup : maritim, darat, udara dan lintas negara dan benua untuk kebutuhan bisnis, diplomasi negara, bantuan pangan dan sosial, dan monopoli dagang dari komoditas pangan dalam rantai pasok pangan yang menentukan harga pangan), Konsumsi (inilah isi piring dari setiap manusia yang siap disantap oleh unit terkecil yaitu setiap individu dan kelompok kecil, katakanlah itu keluarga atau pasangan dan keberadaan anak-anak, dimana nilai-nilai gizi terbaik menyatu dalam sesuap santapan akan berkontribusi dalam memenuhi kebutuhan bagi tubuh manusia selama proses tumbuh kembang dan selama manusia itu makan dan minum untuk menjelang kematiannya). 

Sosio budaya pangan dari Indonesia dari masa ke masa sebetulnya mudah ditelusuri dari pengalaman para orang tua terdahulu dan berhenti serakah dalam berbagai sektor, terlebih kepentingan politis akan membuat tatanan sosio budaya pangan yang tertata rapi dengan kebudayaannya yang lestari akan menjadi ironis karena ada keserakahan menguasai fungsi ekologis untuk kepentingan bisnis, sudah bukan lagi kebutuhan hal-hal humanis, sebagai manusia yang menyongsong masa depan dalam menata sistem pangan dari skala terkecil yaitu individu menghilangkan ketergantungan konsumsi pada satu bahan komoditas pangan adalah alternatif lain, kembali bertani dan menanam pangan bersama dengan gotong royong adalah ciri bagaimana manusia berkelompok, bergotong royong dan hidup harmonis. 

Mungkinkah keakraban sosial kembali hadir ditengah berbagai disrupsi, korupsi, dan reduksi hak-hak kemanusiaan yang sudah hampir rusak karena terlalu banyak bencana ekologis dan kebablasan kekuasaan politis ? 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun