Beberapa berita dari ibu kota dan kota-kota besar lainnya tentang lingkungan sangat ironis sekali terdengar dan disimak dari pedesaan, beritanya tidak jauh dari pembahasan kualitas udara, polusi, penyakit pernafasan kronis, sampah yang menumpuk, polusi suara, hingga kemacetan yang tidak pernah terurai, berita paling wajar yang mengabarkan lalu lintas adalah jalanan ramai lancar, namun hindari jalur di jam-jam kerja.Â
Artinya kan memang sepadat dan sekompleks itu masalah lingkungan dirasakan, namun hal ini tidak pernah disiasati secara serius yang masif bahkan menjadikannya kondusif.Â
Memang ada beberapa komunitas, instansi, gerakan sosial yang beraksi pada pelestarian lingkungan, namun jika perusak dan faktor kerusakan lingkungan jauh lebih tinggi, hal ini sudah harus dikembalikan kepada tingkat individu dan bersama secara berturut-turut.Â
Berbicara tentang kerusakan lingkungan karena emisi karbondioksida, polusi, dan efek rumah kaca. Maka, sekilas mengingat kembali hasil pertemuan global dalam suatu kerangka pemikiran para pengambil kebijakan yaitu Protokol Kyoto.Â
Protokol KyotoÂ
Protokol Kyoto adalah perjanjian internasional yang ditandatangani pada 1997 untuk mengatasi perubahan iklim. Protokol ini bertujuan mengurangi emisi gas rumah kaca dengan target pengurangan bagi negara-negara maju.Â
Protokol ini juga mencakup mekanisme penyesuaian untuk membantu negara-negara yang rentan terhadap perubahan iklim.Â
Meskipun penting, beberapa negara besar tidak meratifikasi (proses resmi menyetujui dan mengesahkan suatu perjanjian internasional) protokol ini, dan tantangan dalam mencapai target emisi terjadi.Â
Perpanjangan periode komitmen kedua dilakukan hingga 2020. Dan bagaimana hasilnya? Rasanya bisa dirasakan bersama ya akhir-akhir ini bahwa suhu selalu naik, lebih sering gerah, pohon-pohon sudah ditebang karena kepentingan pemukiman namun tidak ada lahan gantinya untuk ditanami, maka ekologi tidaklah seimbang dengan sirkulasi yang terjadi sebagai timbal balik.Â
Intisari isi dari Protokol Kyoto secara global merangkum:Â
- Target pengurangan emisi gas rumah kaca bagi negara Annex I sebesar 5,2% di bawah tingkat tahun dasar 1990 pada periode 2008-2012.Â
- Melakukan 3 mekanisme fleksibilitas: penerapan bersama, pembangunan bersih, dan perdagangan emisi (bermaksud untuk negara Annex I memenuhi target emisi melalui target proyek di negara lain/perdagangan kredit emisi).Â
- Protokol Kyoto tidak mengharuskan negara-negara berkembang mengurangi emisi secara langsung, namun berpartisipasi dalam mekanisme Pembangunan Bersih untuk proyek pengurangan emisi dan pembangunan berkelanjutan.
- Protokol Kyoto memiliki mekanisme penyesuaian untuk membantu negara-negara rentan terhadap perubahan iklim menghadapi dampak negatif melalui transfer teknologi, bantuan keuangan, dan peningkatan kapasitas.
- Protokol Kyoto menerapkan sistem pemantauan, pelaporan, dan verifikasi yang ketat untuk memastikan negara-negara Annex I memenuhi komitmen pengurangan emisi serta negara tersebut harus melaporkan berkala tentang emisi gas rumah kaca dan tindakan pengurangan harus disampaikan.
- Pada akhirnya negara-negara ini pun tidak bisa menanggulangi perubahan iklim secara komprehensif. Jadi? Kelanjutannya ada pada Paris Agreement yang melibatkan seluruh negara.Â
Negara-negara Annex I: (negara-negara inilah menurut Protokol Kyoto yang sering mengeluarkan emisi).Â