Apa yang sebenarnya yang telah kita makan selama ini, sehingga tubuh ini tidak menerima konsumsi yang ditelan dan beberapa makanan melukai berbagai organ dalam tubuh sehingga menimbulkan penyakit?
Eco-gastronomi, setidaknya hadir sebagai pendekatan alternatif di mana prinsipnya begitu sederhana yaitu:Â
Makanan yang baik, bersih, adil sehingga berdampak positif.Â
Artinya eco-gastronomi mengajak pada perubahan isi piring yang akan dinikmati oleh indera pengecap dan diserap oleh alat pencernaan (gastrointestinal), hal ini jelas tidak menghakimi berbagai jenis makanan cepat saji, karena hal ini menjadi kebutuhan sewaktu untuk dinikmati juga sebagai eksplorasi rasa.Â
Makanan yang AdilÂ
Hal ini mengajar untuk kembali pada keadilan finansial untuk melirik kembali apakah makanan seperti itu yang sebetulnya dibutuhkan?
Adil pada daya kecap dan selera artinya menyesuaikan pada cita rasa lokalitas, jika hidup di Jawa Barat, artinya makanan etnis sunda yang akan mendominasi dan hal lainnya yang menjadi pelengkap.
Namun karena sektor kuliner sangat dinamis di masa kini semua jenis makanan sudah sangat beragam sehingga hal ini tidak terkontrol jika dalam keadaan ingin mencicipi dan tidak masalah dengan hal finansial, godaan seperti inilah yang akan menjadi tabungan terus-menerus untuk mendekati penyakit metabolik jika dilakukan secara sering bahkan sudah hampir tahap adiktif atau tidak bisa lepas.Â
Adil untuk gastro (perut), di mana didalamnya ada organ pencernaan yang krusial yaitu lambung, usus, ginjal, hati, dan jantung yang memang menjadi satu kesatuan untuk mengolahnya menjadi energi yang berfungsi untuk tubuh. Karena makanan yang adil, baik, berkualitas, dan memang dibutuhkan oleh organ tubuh itulah yang sebenarnya berfungsi maksimal.Â
Makanan yang BersihÂ
Bagaimana dengan isu keamanan pangan?
Hal ini dampaknya begitu cepat distribusinya karena kurangnya pengawasan karena kemudahan akses dan minimnya literasi konsumen, apalagi sudah mudah sekali platform daring menjual berbagai jenis makanan dari luar negeri yang belum tentu sistem keamanan pangannya sejalan dengan kaidah keamanan pangan yang ada di Indonesia.
Maka dari itu kecerdasan konsumenlah yang akan menjadi pengawas langsung dalam menerima makanan yang belum dipelajari oleh personal asal usulnya, tidak hanya ingin viralnya, karena ketika sudah menyangkut gangguan kesehatan, pemulihannya berbeda-beda setiap personalnya, yang ditakutkan adalah jika pelayanan kesehatannya belum memadai sedangkan pasien karena keamanan pangan yang tidak terawasi ini sudah membludak.