Ada beberapa yang perlu diteladani dari para generasi terdahulu yang masih memelihara kesopanan dan keseganan pada setiap orang yang patut diteladani, walaupun generasi terdahulu tidak segaul generasi masa kini, tapi kesatuan pengetahuan, pengalaman, adab perilaku dalam kesopanan dan menjadi berbudaya itu tidak bisa belajar dalam sekejap, perlu latihan bahkan perlu sering berinteraksi dengan lebih banyak orang dan lebih jauh lagi memahami kedalaman suatu dinamika sosial yang terjadi, dimana hal ini bisa terjadi pada kegiatan icip-icip makanan.Â
Food vlogger adalah pengulas makanan dan tempat makan yang kemudian diunggah sengaja dengan format video pada berbagai kanal media sosialnya baik bersifat komersil atau non-komersil, tentu saja hal ini menjadi kebebasan tersendiri, hal itu memang tidak ada larangan, namun ketika ketenaran seorang food vlogger dibebankan pada para pengolah makanan atau pemilik usaha kudapan atau pangan, mereka mana sempat mengenalmu, mereka sibuk dengan kegiatannya.Â
Di situ masalah akan timbul: food vlogger tidak diakui dan sering dianggap sebelah mata karena sudah menjadi populer pada kelompoknya (follower daring yang isinya acak, bisa juga followernya adalah bot/akun otomatis yang dikendalikan bot), namun khalayak tertentu belum tentu mengenalnya.
Itu adalah tantangan pribadi bukan masalah publik bahkan masalah pemilik usaha atau pengolah masakan. Seharusnya kembali pada evaluasi mandiri:
 "Mengapa diri ini tidak diperlakukan baik dalam pelayanan makan."
Jika situasinya sedang penuh pembeli dan pesanan dengan kekurangan sumber daya pelayan dan fasilitasnya kurang, tempatnya sempit, itu memang kekurangannya disitu.
Sebagai pencicip atau pembeli cukup hadapi dengan pilihan: lanjutkan mengantri untuk menikmati atau pindah tempat lain. Masalah selesai dan nama baik usaha makanan akan tetap baik jika asalnya baik.Â
Jangan sampai kedatangan food vlogger ini yang niatnya memajukan dan mengembangkan kuliner agar terliput, malah menjadi bumerang juga hanya karena kesombongan diri yang merasa terhina. Kalau begitu itu adalah food vlogger amatir, masih ingin pengakuan.Â
Tujuan sederhana para penikmat makanan adalah menikmati makanan dan suasananya, sisanya bisa komplain masalah dengan etika pada hal-hal pelengkap, misal ruangan terlalu pengap, cahaya ruangan kurang, sendoknya terbalik, garpu patah, dan hal-hal spele lainnya yang bisa diselesaikan cepat dengan prosedur pelayanan makan. Hal itu biasa dalam dunia kuliner.Â
Bagaimana Menjadi Food Vlogger Yang Humanis?Â
Menurut rangkuman etika makan dalam berbagai kajian ilmiah European Society for Agricultural and Food Ethics (EurSAFE) and the Asian-Pacific Society for Agricultural and Food Ethics (APSAFE), etika makan itu intinya: tidak mencaci makanan dan pelayanannya.Â
Hal yang sangat mudah diingat sekali bukan untuk menjadi pengulas makanan, kata kuncinya tidak mencaci.