Masihkah pandemi ? bisa saja masih pandemi untuk di lokasi perkotaan dan sub-perkotaan, tapi telah berakhir bagi para penduduk desa dan penduduk penghuni area hutan, dan hal ini rasanya tidak adil jika mobilitas dan stabilitas pedesaan selalu mengikuti pergerakan perkotaan yang selalu memberikan intisari berita kecemasan entah itu berita tentang: covid-19 yang masih bergentayangan dan tambahan varian baru.
Syarat protokol kesehatan yang diperketat untuk bepergian, pergantian pembelajaran daring-luring dan hybrid yang begitu cepat harus beradaptasi dan terbiasa, kasus-kasus pembunuhan yang berjilid, pemberitaan rumah tangga selebriti yang terkena kekerasan rumah tangga tapi tidak jadi dipidanakan, kasus pemerkosaan honorer, isu-isu resesi dimana tidak ada solusi sama sekali hanya menyebar kecemasan dan ketakutan semata.Â
Namun, jika berkunjung ke desa, dan meninggalkan sejenak notifikasi. Â Ternyata ada sepercik kedamaian karena di desa orang-orangnya menganut prinsip bersinergi dengan alam dan menikmati semesta, tanpa bernafsu untuk menguasai Sumber Daya Alam dan bermasyarakat, dimana hal ini sudah hampir luntur. Kapan terakhir ngopi bareng tetangga dan bercanda tentang masa kecil dan bercerita tentang hangatnya berkumpul dengan orang yang telah tiada ?Â
Tradisi berkumpul di hutan sudah dilakukan oleh orang sunda sejak lama hanya untuk bercengkrama, mengobrol, bersenda-gurau, bahkan hanya menikmati minuman hangat dari hasil akulturasi orang jawa yang jika diceritakan akan mengarah pada hal-hal sentimen dibalut nuansa sejarah.Â
Ya. Perang Bubat. Tapi itu tidak berlaku untuk kenikmatan dan kehangatan minuman hasil akulturasi ini : Minuman Wedang Secang, dimana bahan-bahannya banyak sekali ditemukan di hutan seperti : kayu secang, jahe, cengkeh, kayu manis, kembang lawang/bunga pekak, daun salam, kunyit, kapulaga, dan sedikit gula batu diseduh dengan air panas.Â
Dinikmati bersama di tengah hutan yang asri, dikelilingi pohon mahoni, mendengarkan kicauan burung, suara tongeret yang tidak berhenti, suara dari daun-daun yang saling berdesek, aroma tanah hutan yang masih dilapisi humus dan segala elemen yang ada menambah kedamaian dan ketenangan. Inilah forest healing.
Forest Healing, biasa dikenal dengan terapi hutan dimana serangkaian kegiatan bisa dilakukan pada ekosistem hutan dan adanya kontribusi dari orang-orang yang akan menikmatinya, bisa melakukan konservasi, penanaman kembali, bahkan hanya melakukan perkemahan menyepi dari keramaian.Â
Ben Page dalam bukunya yang berjudul Healing Trees: A Pocket Guide to Forest Bathing merekomendasikan bahwa berjalan-jalan di hutan akan menemukan jati diri yang sebenarnya, mengenal diri secara utuh karena jauh dari hingar bingar dan omongan sekitar, bahkan seseorang bisa berinteraksi dengan dirinya serta menemukan keinginan terdalamnya.Â
Page menggunakan pendekatan yang mudah untuk menikmati hutan dalam praktik kesehatan dan kebugaran. Page juga memberikan panduan pendekatan spiritual agar membendung hal-hal positif dari segala hal yang negatif karena stress keseharian dan isu-isu negatif yang mengganggu pikiran jernih.Â
Hutan adalah tempat yang potensial untuk mengembalikan kewarasan. Seperti itulah Page ingin mengunggapkan dalam bukunya yang isinya menyelipkan berbagai foto pemandangan hutan sebagai visualisasi terapi di hutan.Â
Mencoba Forest Healing memiliki dampak yang baik, ada beberapa manfaat yang didapatkan sesuai pengalaman yang pernah dicoba:Â
1. Meminimalisir notifikasi yang terhubung dengan internet, hal ini karena pemandangan dan ekologi hutan membuat perhatian teralihkan dari kehidupan dunia maya, bahkan sinyal pun cukup sulit diakses.Â
2. Menambah kesegaran, setelah menghirup udara di hutan pikiran pun tenang dengan sendirinya, ini karena kandungan oksigen lebih banyak dan minim polusi.Â
3. Mengembalikan semangat, bahwa setiap hidup memiliki fase. Terlihat dari beberapa jenis tumbuhan yang menguning, mengering bahkan tumbuh subur. Dalam hal ini roda kehidupan pun berputar dan silih berganti. Dan itu wajar.Â
Tertarik mencoba Forest Healing mandiri atau beregu ? Segeralah rencanakan untuk kembali bersinergi dengan ekologi dan mencoba pengalaman baru.Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H