Seniman Belanda, Van Eeden dalam buku hariannya bertitimangsa 4 Mei 1915 menulis perihal kekagumannya pada Sosrokartono.
"Ia orang Jawa yang simpatik, sangat terpelajar. Ia sama sekali tidak
tertutup atau pendiam. Saya lebih merasakannya sebagai bangsa saya sendiri
daripada gerombolan Eropa yang berkeluyuran di Scheveningen itu."
Demikian tulis Van Eeden sebagaimana dikutip Elisabeth Keesing dalam Betapa Besar Pun Sebuah Sangkar: Hidup, Suratan dan Karya Kartini terbitan PT Djambatan perwakilan KITLV pada 1996.
Pembimbing utama Kartono di Leiden adalah Profesor Dr. Johan Hendrik Kern, seorang indolog dan orientalis mumpuni. Kartono muda yang nampak begitu istimewa bahkan dibandingkan mahasiswa dari Eropa sekalipun, lantas menjadi murid kesayangan Kern. Meski baru pindah kampus, Kern sudah menyuruhnya bicara di Kongres Sastra Belanda di Gent, Belgia, pada September 1899.
Dalam kongres yang membicarakan masalah bahasa dan sastra Belanda di pelbagai negara itu, Sosrokartono mempersoalkan hak-hak kaum pribumi di Hindia Belanda yang tak dipenuhi pemerintah jajahan dalam pidatonya yang berjudul Het Nederlandsch in Indie (Bahasa Belanda di Hindia Belanda). Seruan patriotik agar Belanda mengajarkan bahasanya lebih luas bagi rakyat Jawa itu, dimuat di majalah bulanan Neerlandia, sebulan kemudian (Oktober 1899). Berikut ini kami nukilkan isi pidato Sosrokartono tersebut:
“Saya minta dengan sangat dan bersungguh-sungguh, hendaklah kepada insulinde ditumpahkan cinta kasih yang wajib diberikan kepada mereka sebagai hak miliknya. Hai, kamu bangsa penjajah, pada tangan kirimu kamu menggenggam lambang utusan/ajaran untuk damai di antara sesama manusia, dengan tangan kananmu kamu memegang tongkat lambang peradaban, maka dari itu hidupkanlah rasa persaudaraan antara bangsamu dan bangsa yang engkau jajah.”
Dalam bagian lain pidatonya, Sosrokartono antara lain mengungkapkan:
“Dengan tegas saya menyatakan diri sebagai musuh siapa pun yang akan membikin kami (Hindia Belanda) menjadi bangsa Eropa atau setengah Eropa dan akan menginjak-injak tradisi serta adat kebiasaan kami yang luhur lagi suci. Selama matahari dan rembulan bersinar, mereka akan saya tantang!”
Kecemerlangan Sosrokartono dipungkasi dengan gelar Docterandus in de Oostersche Talen dari Perguruan Tinggi Leiden dalam bidang bahasa dan sastra pada 1908. Tahun yang sama, berdiri pula Budi Utomo di Hindia Belanda. Tiga tahun sebelumnya, juga sudah berdiri Serikat Priyayi bentukan Tirto Adhi Suryo. Dua organisasi ini yang menjadi penerus semangat juang H.O.S Cokroaminoto dengan mendirikan Serikat Islam.