Mohon tunggu...
Renny Masmada
Renny Masmada Mohon Tunggu... profesional -

Budayawan

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Korupsi Dalam Realita Perekonomian Kita

26 Februari 2012   00:07 Diperbarui: 25 Juni 2015   09:15 56
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

oleh Renny Masmada Sebagai bangsa (yang pernah) besar, Indonesia tak harus pesimis menjadi bangsa yang mampu keluar dari krisis berkepanjangan ini.

Memang, kinerja korupsi yang sudah membudaya di seluruh lapisan masyarakat telah terbukti menjadi persoalan serius yang cepat atau lambat akan menenggelamkan bangsa ini.

Korupsi telah menciptakan perpecahan dan ketidakmampuan memberdayakan aset bangsa. Kekayaan bangsa yang selama ini menjadi uforia, hanya untaian dongeng sebelum tidur. Korupsi telah mengikis secara cepat kepercayaan diri bangsa untuk berhadapan dengan bangsa lain. Kita tak mampu menjadi tuan rumah di negara sendiri. Korupsi telah melumpuhkan para penguasa negara ini tampil di panggung dunia, sementara rakyat tak lagi mampu menyuarakan hati nuraninya untuk memberikan kepercayaan pada para penguasa, karena kita semua adalah bagian tak terpisahkan dari kinerja korupsi dalam bentuk apapun.

Oleh karena itu, kita harus bersatu keluar dari seluruh kemelut yang sedang menggerogoti keutuhan negara tercinta ini. Persatuan dan kesatuan yang pernah dilakukan oleh para pendahulu kita, jauh berabad-abad yang lalu.

Perjalanan sejarah bangsa yang begitu panjang dan majemuk meninggalkan catatan yang sarat dengan persoalan yang tidak pernah selesai. Keragaman budaya, agama dan adat-istiadat yang sebenarnya menjadi kekayaan moral bangsa menjadi begitu mengganggu perjalanan bangsa ini menuju cita-cita luhur menciptakan negara yang adil dan sejahtera.

Bhinneka Tunggal Ika, yang lahir dan sudah dikenal lebih dari enam ratus tahun lalu menjadi mubazir dan kehilangan makna.

Wilayah politik yang saat ini menjadi rebutan kalangan tertentu semakin memperburuk rapor bangsa yang penuh dengan angka merah dan mengisyaratkan hancurnya nilai-nilai moral bangsa untuk berdiri di atas kepentingan rakyat.

Lebih dari enam ratus tahun lalu bangsa ini telah memiliki falsafah yang sangat luhur, persatuan nusantara, yang sarat dengan muatan dan gagasan pada  kerangka dan pola pemikiran yang sangat inheren terhadap kemajuan bangsa heterogen ini, namun rakyat saat ini menjadi kecewa ketika melihat bahwa persatuan dan kesatuan bangsa sekarang ini sedang tercabik-cabik.

Isu beberapa wilayah teritorial kita yang ingin melepaskan diri dari negara kesatuan Republik Indonesia yang kita cintai ini semakin menorehkan luka yang sangat panjang di hati bangsa yang sudah sangat lelah mempertahankan nilai-nilai kesatuan dan persatuan ini. Rakyat menjadi terpecah-belah, terkotak-kotak. Kesenjangan ekonomi dan sosial semakin transparan dan segera memicu bom waktu perpecahan yang akan menenggelamkan peradaban bangsa ini.

Perekonomian kita yang mestinya menjadi soko guru penegakan nilai-nilai keadilan dan kesejahteraan bangsa menjadi semakin tidak jelas dan mengalami keterpurukan yang sangat parah. Kejenuhan terhadap dunia bisnis yang terus mengalami kemunduran dan hancurnya kualitas produksi akibat dari impact politik dan perubahan nilai valuta asing yang sangat fluktuatif menyebabkan masyarakat kita semakin kurang percaya terhadap slogan ekonomi dalam bentuk apapun.

Apalagi jika ditambah dengan tingginya kinerja korupsi yang sangat menghancurkan investasi dan kepercayaan investor luar untuk buka warung di negara kita ini. Kenaikan tarif telepon, listrik dan BBM semakin menyempurnakan hancurnya perekonomian rakyat yang sebenarnya menjadi soko guru perekonomian bangsa. Melambungnya beban hidup, ikut menurunkan daya beli  masyarakat yang pada akhirnya akan semakin menurunkan keberdayaan ekonomi kita.

Perubahan kultur dan struktur perekonomian kita yang begitu cepat akibat penyesuaian terhadap berkembangnya budaya ekonomi kapitalis di negara tercinta ini mau tidak mau memberikan impact psikologis yang sangat besar terhadap pertumbuhan perekonomian kita.

Budaya Bahari (yang kemudian bergeser menjadi budaya agraris) yang selama ini menjadi kebanggaan bangsa berubah secara cepat. Revolusi Industri di Inggris yang merubah sejarah perjalanan kultur ekonomi di sana terinspirasi di negara kita. Budaya industri,  akibat dari pesatnya perkembangan teknologi di segala bidang secara pasti telah menggantikan budaya agraris yang selama ini menjadi kultur nenek moyang kita.

Bangsa kita akan semakin hancur berkeping-keping. Kita tidak lagi memiliki perekonomian di negara sendiri. Pengangguran bukan lagi menjadi isu nasional tetapi menjadi masalah nasional.

Manusia Indonesia yang memiliki falsafah gotong-royong dan berkemampuan memberikan nuansa kekeluargaan yang begitu kuat dan lekat selama berabad-abad akan terdampar pada impact psikologis ekonomi kapitalis yang pada akhirnya akan menenggelamkan peradaban bangsa selamanya.

Kita sudah terlanjur bersenggama dengan seluruh kinerja sistem kapitalis, saat ini kita tidak mampu berbuat apa-apa. Sistem kapitalis telah membuka peluang besar bagi bangsa ini untuk saling berlomba mendapatkan kekayaan dalam bentuk apapun, yang kadang-kadang sudah tak perduli lagi dengan akar budaya bangsa yang sangat perduli terhadap hubungan kekerabatan. Untuk itu, tak segan kita melakukan korupsi dalam bentuk apapun.

Korupsi telah menjadi bagian dari budaya bangsa hari ini.

Untuk itu, kita harus memberikan warisan yang mempunyai semangat Asia (ketimuran) terhadap ekonomi kapitalis yang sulit dibendung perkembangannya ini.

Salam Nusantara..!

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun