Mohon tunggu...
Rena Widyawinata
Rena Widyawinata Mohon Tunggu... Editor - Health Tech SEO Editor | Novel Editor & Proofreader

Having special interests on health issues and willing to write a simple explanation about it. __________________________________________________________________________________________ Live what you love. But Love what you Live is the most important and hardest thing to learn and do. Visit my blog at: www.spicesofmind.blogspot.com

Selanjutnya

Tutup

Healthy Artikel Utama

Alasan Dine-In di Restoran Berisiko Tinggi Tertular Covid-19

12 September 2020   14:58 Diperbarui: 29 November 2020   00:28 923
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
ilustrasi makan di restoran. (Sumber gambar: shutterstock via kompas.com)

Siang tadi (12/9), sebuah link Twitter di-share di grup. Isinya, seorang konsultan marketing F&B, Billy Oscar, menyuarakan kegelisahannya mengenai aturan pelarangan makan di tempat alias dine-in di restoran, sehubungan dengan akan diberlakukannya kembali PSBB di Jakarta, pada 14 September 2020 mendatang.

Kegelisahannya bukan tanpa alasan. Menurutnya, restoran sudah menerapkan protokol kesehatan yang ketat, mengatur jarak, mengurangi kapasitas hingga 50% pengunjung, cashless payment, serta hanya melepas masker saat makan dan minum. Apalagi, masih menurutnya, makan enak di restoran bisa membuat bahagia sehingga membantu meningkatkan imun tubuh.

Dine-in di restoran adalah aktivitas yang berisiko tinggi terhadap penularan covid-19

Makan di tempat, alias dine-in, dikategorikan sebagai salah satu aktivitas yang memiliki risiko tinggi terhadap penularan covid-19, menurut Texas Medical Association. Apalagi jika restoran indoor. Tingkat risikonya setara dengan berjabat tangan dan berpelukan ketika bertemu seseorang di masa sekarang.

Alasan dine-in di restoran indoor berisiko tinggi menularkan covid-19 adalah karena kita melepas masker ketika makan dan minum. Tidak mungkin kita makan menggunakan masker, bukan? 

Covid-19 diketahui menular melalui droplet alias tetesan liur (atau cairan pernapasan lainnya, seperti ingus) yang dikeluarkan oleh orang yang terinfeksi (baik bergejala maupun tidak). Nah, masker membantu menahan droplet agar tidak sampai "muncrat" ke sekitar. 

Kita pasti sering bukan ngobrol asyik sampai nggak sengaja muncrat? Sama halnya dengan berbicara, bersin, dan batuk, ada kemungkinan droplet juga bisa "muncrat" saat Anda asyik makan. Face shield saja tidak cukup menahan droplet. Menggunakan masker dan rutin cuci tangan masih menjadi cara utama mencegah penularan.

Paling muncratnya sedikit doang, kan jaraknya berjauhan, nggak bakal nularlah!

Pada Juli lalu, WHO mengonfirmasi bahwa ada kemungkinan virus SARS-CoV-2 penyebab covid-19 mampu bertahan di udara. Sebelumnya, virus ini diyakini hanya menular via droplet. 

Apa perbedaan keduanya? Droplet membuat Anda mungkin tertular apabila terdapat kontak dekat. Ukuran droplet juga umumnya lebih besar, sehingga lebih berat dan mudah jatuh ketika berada di udara. Kemungkinan terhirup lebih kecil dibandingkan partikel udara.

Penularan airborne (lewat udara) membuat jarak, alias kontak dekat, menjadi bergeser urutannya sebagai salah satu faktor penularan. Penularan airborne berarti virus memiliki ukuran partikel yang lebih kecil dan mungkin bertahan lebih lama di udara. Pergerakannya juga lebih luas jika dibandingkan droplet. Hal inilah yang mungkin coba diantisipasi dengan pelarangan makan di tempat (indoor).

Sekalipun duduk berjauhan dan restoran hanya terisi sedikit, tak ada yang bisa menjamin semua pengunjung bersih dari virus sampai dilakukan swab test. 

Virus yang mungkin saja berasal dari orang lain bisa keluar tubuh dan "bergabung" dengan udara tempat Anda makan. Saat makan bersama orang lain, dan melepas masker tentunya, udara yang mungkin tercemar virus akan berputar di situ-situ saja. 

Udara tercemar virus yang tadinya berasal dari ujung restoran, bisa "merambah" mendekati pengunjung yang duduk di dekat pintu keluar restoran (mungkin terhirup, mungkin tidak), kemudian ke dekat kasir, dan terus begitu.  

Bahkan, tak hanya di restoran indoor. Kemungkinan serupa juga bisa saja terjadi pada kegiatan makan di dalam ruangan, seperti pada pantry kantor ataupun di meja kerja yang ruangannya tertutup (indoor).

Udara yang tercemar virus tidak memiliki "jalan keluar" untuk pergi menjauhi Anda. Hal ini pula yang membuat makan di tempat di restoran outdoor lebih tidak berisiko—meski tetap saja memiliki risiko dibandingkan diam di rumah. Masih ingat dengan kasus klaster Starbucks di Korea Selatan?

Makan di luar bisa bikin happy dan meningkatkan imun tubuh, kan bagus buat lawan covid-19

Betul! Meningkatkan daya tahan tubuh jadi salah satu cara jitu untuk melawan berbagai macam virus penyakit, termasuk covid-19. Namun, yang perlu diingat, makan di luar agar bahagia bukanlah cara satu-satunya meningkatkan imun tubuh.

Imun bisa kita ibaratkan sebagai satpam. Covid-19 akan berperan sebagai malingnya. Menggunakan masker dan tetap di rumah saja kita ibaratkan sebagai mengunci pintu (tindakan pencegahan) agar rumah tidak kemalingan. 

Anda memiliki banyak satpam di rumah Anda. Kebetulan, kompleks perumahan Anda baru saja kedapatan 2 rumah kemalingan. Apakah Anda akan tetap membiarkan rumah Anda terbuka tanpa dikunci ketika malam hari, sekalipun satpam Anda berjejer?

Anda tentu tidak mau merisikokan rumah Anda untuk hal-hal yang sebenarnya bisa Anda cegah bukan? Apalagi, jika ada cara tambahan untuk membuat rumah semakin aman, tentu akan dilakukan.

Jika tujuannya meningkatkan daya tahan tubuh (imun), ada berbagai macam cara yang bisa dilakukan, seperti:

  • Tidur/istirahat cukup

  • Makan makanan nutrisi seimbang (karbohidrat, serat, protein, vitamin, mineral)

  • Olahraga rutin

  • Mengonsumsi multivitamin bila perlu

Kalau kaya gitu nggak berasa happy!

Bahagia atau tidak, saya rasa juga tentang sebuah keputusan, bukan hanya soal perasaan yang didapatkan. Sebagai manusia, kita diberi akal budi untuk berpikir hal-hal apa saja yang bisa membuat bahagia. 

Saya juga yakin bahwa dunia ini telah memberikan begitu banyak sumber kebahagiaan, bukan hanya dengan makan di restoran di tengah situasi yang tidak pasti.

Tapi karena restoran ditutup, banyak yang kena PHK!

Wah, kalau itu bahasannya sudah beda lagi... tapi, kita masih bisa pesan delivery atau dibungkus, kok! Sensasi dan kenikmatan mungkin sedikit berbeda. Namun, bagi saya, itu cukup sepadan dengan keamanan diri dan keluarga di tengah situasi sekarang ini.

Kita sudah bertahan sejauh ini. Kita hanya perlu bertahan (semoga) sedikit lagi. Semoga kita semua selalu sehat, ya! Jangan lupa pakai masker, cuci tangan, dan jaga jarak!

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun