Mohon tunggu...
Rennata Heriatna
Rennata Heriatna Mohon Tunggu... blogger -

Seorang Blogger yang baru belajar menulis. Lihat tulisan saya yang lainnya di www.Rennata62.com

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Saatnya Menjadi Binatang

24 April 2017   18:53 Diperbarui: 25 April 2017   04:00 428
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ada perbedaan mendasar antara manusia dengan makhluk lainnya, terutama binatang. Manusia memiliki kepintaran yang melebihi kepintaran binatang manapun. Bahkan manusia kini sudah mampu membuat binatang hybrid dengan menggabungkan beberapa DNA binatang yang berbeda menjadi satu binatang yang hidup. Namun melihat apa yang sudah dilakukan manusia, apakah manusia masih lebih baik dibandingkan binatang?

Memang manusia tidak bisa disamakan dengan binatang dalam bentuk fisik. Namun ternyata, banyak manusia yang menyamakan manusia lainnya dengan binatang dalam bentuk sifat. Seperti ketika ada yang berbuat salah, maka dia akan dipanggil dengan sebutan salah satu binatang. Jika dia tidak terima, dia kemudian membalikan panggilan itu kepada yang memanggilnya tadi dengan sebutan binatang yang lain hingga akhirnya mereka saling lempar nama- nama binatang.

Manusia memang sangat pintar dalam mengerjakan banyak hal. Mereka mampu membuat sebuah kesimpulan dan memutuskan dalam waktu yang relatif singkat. Mereka mampu berkreasi bahkan mampu membuat inovasi yang sama sekali tidak pernah dipikirkan oleh manusia lainnya. Walaupun sebenarnya, tingkah laku binatang menjadi salah satu inspirasinya untuk berkarya.

Gorilla by Zooatlanta.org

Sebut saja Helikopter. Sudah menjadi sebuah rahasia umum bahwa helikopter merupakan alat transportasi udara yang terinspirasi dari cara capung terbang. Karena capung dapat melayang di udara dalam waktu yang cukup lama tanpa harus berpindah tempat. Sama juga halnya dengan sonar pada kapal selam yang mengadaptasi dari cara lumba- lumba atau kelelawar melihat keadaan disekitarnya. Manusia belajar dari alam. Atau lebih tepatnya: belajar dari binatang.

Salah satu hal yang paling melekat dalam ingatan manusia modern adalah tentang teori yang mengatakan bahwa manusia berasal dari kera. Semua mengenal teori Darwin ini dengan baik. Ada yang setuju dan ada pula yang kontra karena mereka tidak merasa mirip dengan kera. Mungkin Darwin menemukan banyak persamaan antara kera dan manusia sesaat sebelum akhirnya teori ini terpikirkan olehnya disaat orang- orang lainnya tidak menyadarinya. Awalnya mendapatkan cemoohan namun dia mendapatkan banyak penggemar pada akhirnya. Bahkan sampai saat ini teorinya masih menjadi patokan beberapa cabang ilmu pengetahuan.

Dalam bentuk fisik, manusia dan binatang adalah hal yang sangat berbeda. Jauh berbeda. Tetapi jika yang menjadi ukurannya sifat atau hasrat, semuanya akan bergeser. Manusia sangat kompleks. Walaupun kini ilmu psikologis sudah dapat dipelajari dengan mudah, namun tetap saja tidak ada yang dapat memperkirakan apa yang akan dilakukan seseorang selanjutnya. Bahkan ada beberapa orang yang tidak dapat menentukan apa yang akan dia lakukan selanjutnya. Inilah yang menjadikan manusia lebih sulit ditebak terlebih jika ini menyangkut hasrat untuk memiliki.

Nyatanya, pendidikan adalah salah satu hal mendasar yang dapat mengontrol sikap seseorang akan sesuatu hal. Orang yang berpendidikan tinggi tidak sama dengan orang yang pendidikannya terbatas saat menyikapi sebuah masalah. Begitu juga dalam gaya hidup. Walaupun semua orang memiliki hasrat untuk memiliki, nyatanya tidak semua orang dapat mengendalikannya dengan baik. Beberapa orang justeru menjadi budak hasratnya sendiri sehingga rela melakukan apa saja untuk mendapatkannya.

Masalahnya adalah, terkadang ketika apa yang diinginkan sudah didapatkan, akan selalu ada hasrat lain untuk mendapatkan hal yang lainnya. Sesuatu yang lebih besar, lebih bernilai, dan lebih menantang. Ketidak puasan inilah yang menjadikan manusia sulit untuk diprediksi sejauh mana dirinya akan bergerak. Semakin banyak keinginan akan semakin sulit diprediksi. Berbeda dengan binatang yang hanya memiliki sedikit hasrat.

Tidak ada orang yang ingin disamakan dengan binatang. Karena menurut mereka hal itu pelecehan dan sangat merendahkan. Walaupun nyatanya kehidupan manusia semakin lama semakin sulit. Gaya hidup semakin hari semakin menjadi hal utama yang harus dengan segera dipenuhi dan selalu menjadi hal yang pokok. Makanan tidak lagi sebatas pengisi perut tapi menjadi bentuk, warna, trend, kreasi, rasa, bahkan harga. Pakaian tidak lagi sebatas penutup tubuh tetapi menjadi bahan, brand, fungsi, psikologi, dan juga style. Segalanya menjadi mahal dan sulit untuk didapatkan. Kenapa? Karena hasrat yang semakin besar. Hasrat untuk menarik perhatian, hasrat untuk dihormati, hasrat untuk diikuti, ataupun hasrat- hasrat lainnya. Berbeda dengan binatang yang memakan makanan yang biasa mereka makan tanpa memikirkan warna, halal atau haram, trend, apalagi harga. Itulah kenapa manusia semakin sulit untuk bahagia dan semakin sering menyakiti bahkan membunuh manusia lainnya. Bahkan binatang yang tidak bersalah kepada mereka, yang sudah diujung tanduk kepunahan, dibunuh untuk memenuhi hasrat hidupnya. Namun tetap saja, mereka merasa bangga dengan diri mereka sendiri tanpa ingin disamakan dengan binatang.

Waktu adalah hal yang sangat penting didalam kehidupan ini. Dia mengatur segalanya. Dan mungkin dia juga yang mengatur bahwa sudah saatnya manusia hidup sederhana sebagaimana binatang hidup. Hidup tanpa memikirkan hasrat kekuasaan, hasrat kekayaan, ataupun hasrat untuk memiliki. Karena dengan adanya hasrat itulah manusia selalu tampak lebih buruk dibandingkan dengan binatang yang terburuk sekalipun.

Binatang adalah gambaran dari alam semesta bahwa alam semesta hidup saling berdampingan didalam kehidupan yang damai. Bahkan predator dan mangsa hidup berdampingan di alam bebas. Tidak ada ketimpangan jumlah diantara keduanya di alam bebas sejak dahulu kala. Justeru manusia yang menjadi ancaman bagi keduanya. Demi sebuah selimut dimusim dingin, semakin banyak beruang yang ditembak mati. Demi selembar kertas, pohon berusia puluhan tahun ditebang. Bahkan demi style gaya hidup masyarakat perkotaan, buaya- buaya ditembak mati untuk dijadikan dompet. Dompet? Siapakah yang kemudian merusak keseimbagan alam semesta?

Menjadi binatang adalah gambaran bahwa sudah saatnya kita berhenti bergerak. Berhenti dan cobalah menoleh kebelakang. Apa saja yang sudah kita lakukan, berapa banyak yang sudah kita korbankan, dan sudah berapa kerusakan yang kita perbuat. Apakah ini tujuan hidup manusia? Merusak tatanan kehidupan sosial antar manusia? Merusak keseimbangan alam semesta? Tidak ada kata terlambat. Walaupun banyak yang tidak menyadari sudah seberapa jauh keterlambatan mereka.

Manusia, binatang, tumbuhan, bintang- bintang dilangit, udara, langit, bahkan matahari dan bulan, adalah bagian dari alam semesta yang sudah sejak lama hidup berdampingan. Karena mereka tahu posisi hidup mereka masing- masing. Jika memang terus seperti ini, sudah pasti kita tidak perlu khawatir dengan kebenaran isu Global Warming ataupun tanda- tanda akhir jaman lagi. Itu semua akan hilang dengan sendirinya. Tapi nyatanya, tidak semua manusia mau melakukannya. Lalu, apakah kamu masih mau menjadi manusia yang merusak keseimbangan alam dan panik sendiri ketika alam sudah tidak seimbang?

Rennata Heriatna

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun