Mohon tunggu...
RENNA PRIMASTUTI 41123120085
RENNA PRIMASTUTI 41123120085 Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Teknik Sipil

Universitas Mercubuana Kampus Warung Buncit. Dosen : Prof. Dr, Apollo, M. Si.Ak. Mata Kuliah : Kewirausahaan I

Selanjutnya

Tutup

Ruang Kelas

K12_ Diskursus Pendanaan UMKM Pendekatan Pecking Order Theory Myers

16 Juni 2024   01:07 Diperbarui: 16 Juni 2024   01:09 104
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gambar Mandiri Kwh1_ Prof Apollo

Apakah itu Pecking Order Theory?

Pecking Order Theory, juga dikenal dengan Pecking Order Model,adalah sesuatu model yang berkaitan dengan sytruktur modal perusahaan. Teori tersebut dipopulerkan oleh Stewart Myers dan Nocolas Majluf pada tahun 1984. teori ini menyatakan bahwa manajer mengikuti hierarki ketika mempertimbangkan sumber pendanaan pada perusahaan yang dijalaninya.

Pecking Order Theory menyatakan bahwa manajer dapat menampilkan preferensi dalam sumber pendanaan peluang investasi dengan yang pertama, melalui laba yang ditahan perusahaan, diikuti oleh utang, dan memilih untuk pembiayaan ekuitas sebagai pilihan terakhir.

Ilustrasi Pecking Order Theory

Dalam diagram berikut menjelaskan mengenai Pecking Order Theory

Menurut Pecking Order Theory, perusahaan mengikuti hierarki ketika mengambil keputusan tentang struktur modalnya:

Pembiayaan Internal atau Laba Ditahan -- Perusahaan lebih memilih menggunakan dana yang dihasilkan secara internal untuk membiayai proyek dan investasi baru. Hal ini memungkinkan mereka menghindari kebutuhan pendanaan eksternal yang memerlukan biaya transaksi tambahan. Hal ini juga nyaman karena perusahaan tidak perlu mendatangkan investor eksternal (bank, institusi, pemegang saham) untuk mendapatkan izin.

Hutang -- Jika pendanaan internal tidak mencukupi, perusahaan akan menerbitkan hutang dalam beberapa bentuk -- memanfaatkan ruang yang ada pada fasilitas yang ada, mendapatkan pinjaman baru dari bank, atau menerbitkan obligasi dalam berbagai bentuk. Hutang, dibandingkan dengan peningkatan modal ekuitas baru, memungkinkan perusahaan memperoleh pembiayaan sambil menghindari penyerahan kepemilikan atau kendali.

Ekuitas -- Menerbitkan ekuitas baru dipandang sebagai upaya terakhir dalam urutan kekuasaan. Hal ini dapat melemahkan kepemilikan dan memerlukan pembagian kendali dengan pemegang saham baru.

Teori Urutan Pecking Order Theory

Sejumlah sebagian beesar penelitian empiris baru -- baru ini meneliti mengenai struktur modal yang berfokus pada pengujian validitas atass teori trade-off dan Pecking Order Theoryn namun hasil empirisnya belum menghasilkan hasil yang konsisten. Beberapa penelitian empiris didukung namun ada pula yang tidak mendapatkan dunkungan. (Sunder-Shyam & Myers, 1999) telah mendapatkan dukungan yang kuat terhadap Pecking Order Theory. Sementara pada (Frank & Goyal, 2003) yang dapat mendokumentasikan bukti yang lemah terhadap Pecking Order Theory.

Pecking Order Theory berdasarkan (Myers & Majluf, 1984) dan diperluas oleh teori dari (Lucas & McDonald, 1990) dipelajari berdasarkan informasi asimetris antara manajer dan investor. Manajer memiliki lebih banyak informasi tentang nilai sebenarnya dari perusahaan dan risiko perusahaan dibandingkan dengan investor luar. Menurut (Myers, The capital structure puzzle, 1984) perusahaan membiayai aktivitas mereka dengan laba ditahan bila memungkinkan. Jika return earnings tidak mencukupi, maka digunakan utang. Hanya dalam kasus-kasus ekstrim perusahaan akan menggunakan pembiayaan ekuitas baru. Dengan demikian, urutan sumber keuangan yang digunakan adalah sumber dana internal yang berasal dari laba, surat berharga jangka pendek, utang, saham preferen, dan terakhir saham biasa. Teori pecking order memperkirakan bahwa penerbitan ekuitas (saham biasa) merupakan alternatif sumber pendanaan terakhir.

Seperti yang dijelaskan oleh (Myers, The capital structure puzzle, 1984), teori pecking order menunjukkan bahwa perusahaan pertama-tama lebih memilih sumber pendanaan internal, dan mereka menyesuaikan target rasio pembayaran dividen dengan peluang investasi mereka. Jika perusahaan mencari pendanaan eksternal, karena kebijakan dividen yang besar, fluktuasi profitabilitas atau peluang investasi yang tidak dapat diprediksi, perusahaan akan memilih hutang (sebagai instrumen yang paling aman), dan kemudian sekuritas campuran seperti obligasi konversi, dan kemudian ekuitas sebagai pilihan terakhir. Teori pecking order secara umum menjelaskan mengapa perusahaan secara rasional membiarkan arus kas menentukan leverage. Hal ini menunjukkan bahwa perusahaan beralih ke dana utang di bawah tekanan kekurangan dana internal.

Menurut (Tsuji, 2011) telah mensurvei bukti internasional tentang masalah struktur modal, khususnya berfokus pada teori pecking order pembiayaan perusahaan. Hasil survei, baik bukti empiris maupun survei seringkali berbeda dan bertentangan dengan utang yang lebih berisiko dan akhirnya ekuitas sebagai pilihan terakhir, ketika perusahaan cukup terancam oleh kesulitan keuangan. Jika secara internal, arus kas yang dihasilkan melebihi investasi modal, perusahaan akan menaikkan pecking order. Kelebihan uang tunai digunakan untuk membayar utang daripada membeli kembali dan menghentikan ekuitas; dan (4) Oleh karena itu, rasio utang perusahaan mencerminkan kebutuhan kumulatifnya untuk pendanaan eksternal.

Memahami Pecking Order Theory

Pecking Order Theory muncul dari konsep informasi asimetris, informasi asimetris disebut juga kegagalan informasi, terjadi ketika satu pihak memiliki informasi lebih banyak (lebih baik) dibandingkan oleh pihak lain sehingga menyebabkan ketidak seimbangan kekuatan dalam bertransaksi.

Manajer perusahaan atau pimpinan perusahaan biasanya memiliki lebih banyak informasi mengenai kinerja perusahaan, prospek, risiko, dan prospek masa depan dibandingkan pengguna eksternal seperti kreditor (pemegang utang) dan investor (pemegang saham). Oleh karena itu,untuk mengkompensasi asimetri informasi, pengguna eksternal menuntut imbal hasil yang lebih tinggi untuk melawan risiko yang mereka ambil. Pada intinya, karena asimetri informasi, sumber pendanaan eksternal menuntut tingkat pengembalian yang lebih tinggi untuk mengkompensasi risiko yang lebih tinggi.

Dalam konteks Pecking Order Theory, pembiayaaan laba ditahan ( internal financing) bersumber langsung dari perusahaan dan meminimalisir asimetri informasi. Berbeda dengan pembiayaan ekstrnal, seperti pembiayaan utang atau ekuitas dimana perusahaan harus mengeluarkan biaya untuk memperoleh pembiayaaan eksternal. Pembiayaan internal adalah sumber pembiayaan yang paling murah dan nyaman.

Ketika sebuah perusahaan membiayai peluang investasi melalui pendanaan eksternal (hutang atau ekuitas), pengembalian yang lebih tinggi diminta karena kreditor dan investor memiliki lebih sedikit informasimengenai perusahaan dibandingkan dengan manajer. Dalam hal pendanaan eksternal, manajer lebih memilih menggunakan utang daripada ekuitas atau biaya utang lebih rendah dibandingkan biaya ekuitas.

Penerbitan utang sering kali menandakan nilai saham yang terlalu rendah dan keyakinan bahwa dewan direksi yakin bahwa investasi tersebut menguntungkan. Disisi lain, penerbitan ekuitas mengirimkan sinyal negatif bahwa saham tersebut dinilai terlalu tinggi dan bahwa manajemen sedang mencari pendanaan dengan mendulisi saham perusahaan.

Ketika memikirkan Pecking Order Theory, ada baiknya untuk mempertimbangkan senioritas klaim terhadap aset. Pemegang hutang memerlukan tingkat pengembalian yang lebih rendah dibandingkan pemegang saham karena mereka berhak atas klain aset yang lebih tinggi (jika terjadi kebangkrutan). Oleh karena itu, jika mempertimbangkan sumber pembiayaansesuai dengan Pecking Order Theory, yang paling murah adalah dengan tiga opsi diantaranya melalui laba ditahan, kedua melalui utang, dan ketiga melalui ekuitas.

Contoh Pecking Order Theory

Misalkan Perusahaan Erahajj (Sistem Manajemen Travel Umrah dan Haji) dapat mengumpulkan 10 juta untuk sebuah proyek investasi. Harga saham perusahaan saat ini diperdagangkan pada 53,77. Tiga opsi yang tersedia terhadap Perusahaan Erahajj (Sistem Manajemen Travel Umrah dan Haji) diantaranya :

Opsi ke 1 :Membiayai proyek secara langsung melalui laba yang ditahan;

Opsi ke 2 : Pembiayaan utang satu tahun dengan tingkat bunga 9%, meskipun manajemen berkeyakinan bahwa 7% adalah tingkat yang wajar;

Opsi ke 3 : Penerbutan ekuitas yang akan menurunkan harga saham saat ini sebesar 7%

Beberapa biaya yang ditanggung oleh pemegang saham untuk masing -- masing dari ketiga opsi tersebut diantaranya :

Opsi ke 1 : jika manajemen membiayai proyek secara langsung melalui laba yang di taha, biayanya adalah sebesar 10 juta.

Opsi ke 2 : jika manajemen membiayai proyek melalui penerbitan utang, maka utang satu tahun akan menelan biaya sebesar 10,8 juta dari perhitungan 10 x 1,08 = 10,8. jika didiskonkan satu tahun ke belakang dengan tarif wajar manajemen akan menghasilkan biaya sebesar 10,09 juta dengan perhitungan 10,8 dibagi dengan 1,07 sehingga mendapatkan 10,09 juta.

Opsi ke 3 : jika manajemen membiayai proyek melalui penerbitan ekuitas, untuk mengumpulkan 10 juta, perusahaan perlu menjual 200.000 lembar sahamnya dnegan perhitungan 53,77 dikalikan 200.000 lembar saham sehingga mendapatkan 10,75 juta. Oleh karena itu, biayanya adalah sebesar 10,75 juta.

Seperti yang di ilustrasikan sesuai dengan ketiga opsi diatas, manajemen harus mengambil keputusan yang pertama adalah membiayai proyek melalui laba ditahan, kedua melalui utang, dan terakhir melalui ekuitas.

Dalam konteks siklus hidup perusahaan, dapat diperkirakan bahwa masalah informasi asimetris akan lebih parah terjadi pada perusahaan-perusahaan muda yang sedang berkembang dibandingkan dengan perusahaan-perusahaan yang telah mencapai kedewasaan. Konsekuensinya, teori tersebut memperkirakan bahwa perusahaan-perusahaan muda dengan pertumbuhan cepat yang lebih mungkin menghadapi biaya seleksi merugikan yang lebih tinggi karena informasi asimetris adalah perusahaan-perusahaan yang harus mengikuti urutan kekuasaan dengan lebih cermat.

References

Frank, M. Z., & Goyal, V. K. (2003). The Impact Of Governing Mechanism (Ownership Structure) and Diversification on the Performance of the Firms in Jakarta Stock Exchange. Yogyakarta: Gadjah Mada University.

Lucas, D., & McDonald, R. (1990). Equity issues and stock price dynamics. Journal of Finance, 1019-1043.

Myers, S. C. (1984). The capital structure puzzle. Journal of Finance, 575-592.

Myers, S. C., & Majluf, N. S. (1984). Corporate Financing and investment decisions when. Journal of Financial Economics, 187-221.

Sunder-Shyam, L., & Myers, S. (1999). Testing static tradeoff against pecking order models of capital. Journal of Financial Economics, 219-244.

Tsuji, C. (2011). An international survey of the evidence on the pecking order theory of. Business and Economics Research, 1.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ruang Kelas Selengkapnya
Lihat Ruang Kelas Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun