Saya kira cerita KDRT yang begitu memilukan hanya ada di film-film. Hingga akhirnya saya ditemukan dengan seorang perempuan di sebuah rumah sakit ketika menunggu suaminya yang tengah sakit tumor ganas.Â
Panggil saja dia Mbak A. Seorang istri sekaligus ibu dari dua anak perempuan. Usianya sekitar 40-an tahun. Sehari-hari Mbak A bekerja sebagai tukang sayur keliling untuk menghidupi keluarganya.
Saya kira cerita ini hanya akan berputar pada sakit sang suami, namun saya salah. Sakitnya sang suami ini hanya sebagai bumbu pelengkap dari cerita Mbak A.Â
Kepada saya Mbak A bercerita banyak hal. Dia merupakan anak yatim piayu, kedua orangtuanya meninggal saat dia masih remaja. Kemudian dia pergi merantau ke kota untuk mencari pekerjaan seraya membantu adiknya yang masih sekolah.
Kehidupannya baik-baik saja, hingga takdir mempertemukannya dengan suaminya itu.Â
Singkat cerita mereka menikah dan Mbak A tinggal di rumah suaminya. Di sanalah cerita ini dimulai. Setiap hari Mbak A harus melayani suami dan keluarga suaminya. Dia harus memasak dan hanya boleh makan ketika keluarga suaminya sudah selesai makan. Cerita ini persis di film India, kan ya?
Tapi itulah kenyataan yang harus dia terima setiap harinya. Belum lagi dia harus bekerja setiap hari untuk memenuhi keperluan rumah tangga.Â
Suami Mbak A bekerja serabutan, setiap hari dia selalu minta jatah rokok dan uang pada istrinya. Jika tak diberi uang, tentu saja Mbak A kena pukul, tendang, dan dihajar habis-habisan.Â
Giginya patah, matanya lebam, dan seluruh badannya lebam-lebam. Hal yang paling parah yang pernah diterima oleh Mbak A, dia pernah dilempari linggis dan pernah juga 'dislomot' menggunakan solder panas hingga tangannya melepuh oleh suaminya tersebut.
Apakah keluarga suaminya ada yang membela? Tentu tidak. Mereka semua pura-pura buta melihat itu semua. Apakah keluarga Mbak A membela? Tentu. Saudaranya tentu merasa sedih ketika mendengar itu. Sayangnya mereka tak bisa berbuat apa-apa.Â
Hal ini karena pada akhirnya Mbak A selalu saja kembali dan kembali lagi pada suaminya. Saudara-saudaranya sudah beberapa kali mencoba meyakinkan Mbak A untuk pergi. Mereka mau dan bersedia menanggung biaya Mbak A dan dua anaknya.Â