Mohon tunggu...
Reni Soengkunie
Reni Soengkunie Mohon Tunggu... Freelancer - Tukang baca buku. Tukang nonton film. Tukang review

Instagram/Twitter @Renisoengkunie Email: reni.soengkunie@yahoo.com

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Tips Menjadi Pendengar yang Baik ala Carl Rogers

8 November 2023   23:26 Diperbarui: 8 November 2023   23:36 196
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Walaupun secara fisik manusia memiliki dua daun telinga dan satu mulut, tapi secara harfiah, hampir semua manusia memiliki naluri untuk didengar ketimbang harus mendengar. Sehingga ketika ada sesi curhat dengan orang lain, tak jarang hal itu menjadi moment yang kerap berujung menjadi ajang adu nasib atau malah toxic positivity. Orang yang tadinya datang pada kita untuk curhat dan ingin didengar, justru malah mendapat curhatan.

Meski kedengarannya menjadi pendengar itu merupakan hal yang tidak mudah, tapi bukan berarti hal tersebut tak bisa dilakukan. Semua orang pada dasarnya bisa kok untuk menjadi seorang pendengar yang baik. Untuk menjadi seorang pendengar yang baik, kita bisa menggunakan teori milik Carl Rogers. Meski sebenarnya teori person-centered therapy ini digunakan konselor pada kliennya yang melakukan konsultasi, namun menurut saya teorinya ini cukup relate jika digunakan sebagai landasan kita dalam menjadi seorang pendengar untuk orang lain. Nah berikut beberapa Tips ala Rogers yang bisa dicoba:

1. Penerimaan positif tanpa syarat

Seperti yang kita tahu bahwa Rogers ini merupakan salah satu tokoh psikologi yang menganut paham humanistik. Di mana Rogers sangat menekankan perlunya sikap saling menghargai dan tanpa prasangka dalam membantu individu mengatasi masalah-masalah kehidupannya. Rogers juga menyebutkan dalam teorinya bahwa kebutuhan manusia itu salah satunya positive regard, yaitu kebutuhan untuk mendapatkan penerimaan, hormat, dan afeksi dari orang lain.

Meski kedengarannya sederhana, namun penerimaan positif tanpa syarat ini sangat berdampak besar bagi orang lain. Manusia akan merasa 'ada' ketika kehadirannya diterima di tempat itu. Begitu juga orang-orang yang datang pada kita yang ingin bercerita. Mereka butuh positive regard tersebut untuk memperkuat konsep dirinya.

Tentu kita sendiri bakalan senang kan ya, kalau kita bisa cerita dengan orang lain tanpa harus menggunakan topeng? Menjadi diri sendiri dan bisa diterima segala kekurangan, perbedaan pemikiran ataupun paham yang dianut. Sehingga ketika cerita kita tak perlu mendapatkan penghakiman, nasihat yang 'ndakik-ndakik', atau saran panjangnya kayak sinetron di televisi.

Sebagaimana pemahaman aliran humanistik yang amat sangat menjunjung tinggi dalam memanusiakan manusia, maka ketika kita akan menjadi seorang pendengar yang baik tak ada salahnya untuk belajar menerima orang lain tanpa syarat.

2. Mendengarkan dengan cara empati bukan simpati

Banyak pendengar yang sering terjebak dalam zona simpati ketika mendengarkan cerita orang lain. Ujung-ujungnya kita akan membayangkan dan menempatkan diri sebagai orang yang sedang curhat tersebut. Hal ini tentu sangat tidak disarankan oleh Carl Rogers. Menempatkan diri menjadi lawan bicara yang tengah bercerita, akan membuat kita melankolis dan tidak obyektif dalam memandang masalah. Hal ini tentu akan membawa toxic tersendiri bagi kita.

Sering kan kita jadi ikutan emosi, sedih, bahkan marah ketika mendengar cerita dari teman yang terdzolimi? Padahal kita cuma mendengarkan cerita tersebut tapi ikut merasakan dan sering ikutan nyesek meskipun tidak mengalaminya sendiri. Dalam hal ini, kita cukup berhenti pada titik empati. Kita tahu tentang lukanya, kita boleh merasa iba atas lukanya, tapi tak perlu sampai masuk dan mendalami luka itu untuk ditempatkan pada kita.

Kalau kata Rogers, "When the other person is hurting, confused, troubled, anxious, alienated, terrified, or when he or she is doubtful of self-worth, uncertain as to identity, then understanding is called for. The gentle and sensitive companionship of an empathic stance, provides illumination and healing. In such situations deep understanding, is i believe the most precious gift one can give to another."

3. Cukup hadir dan biarkan mereka mengaktualisasikan diri

Orang-orang yang datang pada kita untuk bercerita sebenarnya sudah paham benar jawaban atas masalah-masalah mereka, hanya saja mereka butuh dukungan dalam masalah yang dihadapinya. Makanya salah besar kalau ketika ada teman yang bercerita itu kita lantas memberinya nasihat atau saran tanpa mereka minta. Yah, buat apa? Mereka sebenarnya tahu pasti kesalahan dan jawaban dari masalahnya itu, mereka kadang datang hanya ingin sekadar didengar saja.

Oleh karenanya ketika ada orang lain yang datang untuk cerita, kita cukup mendengarkan saja. Biarkan dia bercerita, mengurai masalahnya, dan menemukan jawabannya sendiri. Tugas kita hanya hadir dan mendengarkan dengan sepenuh hati.

"Tanpa teknik apa pun, ketika kita hadir dan mendengarkan sepenuhnya maka itu saja sudah bersifat terapeutik."- Prof. Dr. Elizabeth Kristi Poerwandari

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun