Mohon tunggu...
Reni Soengkunie
Reni Soengkunie Mohon Tunggu... Freelancer - Tukang baca buku. Tukang nonton film. Tukang review

Instagram/Twitter @Renisoengkunie Email: reni.soengkunie@yahoo.com

Selanjutnya

Tutup

Love Artikel Utama

Orang yang Sebaiknya Jangan Diajak Menikah

25 Juli 2023   13:23 Diperbarui: 5 Agustus 2023   09:00 992
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi: menikah. (Sumber gambar: pexels.com)

Menikah merupakan sesuatu yang menyenangkan, menentramkan, memberi banyak kebahagian, dan memberi rasa aman serta nyaman. 

Definisi menikah penuh cinta semacam ini tentu hanya bisa kita dengar dari cerita mereka yang memiliki pasangan yang sefrekuensi, saling mendukung, dan mereka tinggal di tengah keluarga yang positif vibes. 

Beda halnya kalau kita mendengar definisi menikah dari mereka yang mungkin sehari-hari dipukuli pasangannya, menjadi korban perselingkuhan, atau mereka yang tinggal di lingkungan toxic, tentu pernikahan merupakan kesengsaraan yang hakiki.

Pernikahan memang tak selalu indah seperti halnya cerita-cerita roman picisan, namun pernikahan juga tak semengerikan seperti yang ditakuti banyak orang. 

Hanya saja kualitas pernikahan bisa ditentukan dengan siapa kita menikah. Mau kita sebaik apa pun dalam peran entah itu sebagai seorang istri atau suami, tapi pasangan tidak bisa menutupi atau minimal mengimbangi, maka pernikahan tersebut bakalan oleng juga lama kelamaan. 

Oleh karena itu tak ada salahnya untuk selektif dalam memilih pasangan sebelum menikah. Beberapa kriteria di bawah ini mungkin bisa dihindari:

#Abuse

Jika saat masih pendekatan atau pacaran, pasangan kita sudah menunjukan gejala-gejala melakukan kekerasaan fisik, sebaiknya cukup selesai sampai di situ. 

Orang semacam ini biasanya sangat piawai manipulatif. Kebanyakan mereka akan berdalih bahwa mereka melakukan kekerasaan tersebut karena rasa sayang dan sebagainya. 

Hal tersebut yang kadang justru membuat kita yang tadinya sebagai korban, justru beralih status sebagai tersangka.

Jujur, lepas dari pasangan abuse semacam ini memang kadang tak semudah seperti membalikan tangan. Biasanya ada dua perilaku yang membuat korban merasa bimbang. 

Biasanya mereka akan menganiaya korban, namun di detik berikutnya mereka akan berlaku manis, meminta maaf, berjanji tak akan mengulanginya, dan begitu terus rulesnya sampai tindakan kekerasaan selanjutnya terjadi lagi dan lagi.

Percayalah, hidup bersama pasangan yang suka main tangan, omongannya nyakitin, dan tak sungkan melakukan kekerasaan meskipun di depan umum, itu sungguh malapetaka dalam rumah tangga yang tak bisa ditolerir. 

Oleh karena itu, jika dari awal sudah ada indikasi suka melakukan tindak kekerasaan baik verbal ataupun nonverbal, lebih baik sudahi sampai di situ. Jangan uji nyali dengan mencoba hidup dengan manusia semacam ini.

#Tukang selingkuh

Mengetahui pasangan selingkuh sebelum menikah mungkin merupakan kenyataan yang pahit, tapi sesungguhnya itu adalah hal baik yang mestinya patut kita syukuri. 

Meski beberapa orang di dunia ini benar-benar bisa taubat dan tak lagi melakukan perselingkuhan untuk kedua kalinya, namun jumlah itu sangat amat sedikit dan sulit untuk ditemui. 

Fakta di lapangan, orang yang pernah sekali melakukan perselingkuhan, maka tak menutup kemungkinan akan melakukan hal itu lagi di kemudian hari.

Jika saat pacaran saja sakitnya nggak ketulungan, maka setelah menikah sakitnya mungkin bisa dikali dua. Percayalah, hidup dengan orang yang pernah selingkuh itu tak akan pernah baik-baik saja. 

Kita akan dihantui rasa curiga, cemas, dan khawatir yang tak berkesudahan. Hal ini lama-lama hanya akan mengundang keributan dalam rumah tangga. 

Oleh karena itu, untuk menjaga kewarasan baik lahir ataupun batin maka jika sudah ada bibit tukang selingkuh dalam diri pasangan, mohon direm dan putar balik, jangan  malah ditrobos saja.

#Belum selesai dengan diri sendiri

Salah satu syarat untuk menjalin hubungan adalah sudah selesai dengan dirinya sendiri. Selesai di sini berarti, mereka sudah tak ada cerita masa lalu yang bakalan menghantui di masa depan, menyelesaikan segala trauma atau luka di masa lalu, dan benar-benar siap menerima orang di masa kini. 

Di beberapa kasus banyak orang yang belum move on dengan pasangan terdahulunya, namun tetap nekat mencari orang lain untuk diajak menikah.

Menjadi pilihan kedua itu sungguh pilihan yang paling buruk. Begitu juga dengan trauma dan luka masa lalu, bukan tanggung jawab kita untuk menyembuhkan dan membuatnya pulih. 

Jika memang ada trauma dan luka yang belum selesai, mestinya berobat ke psikolog atau psikiater, bukan malah menikah. Menikah tak akan menyembuhkan namun justru akan menambah luka.

#Tidak bisa bertanggung jawab dengan dirinya sendiri

Dalam pernikahan komponen yang tak kalah penting adalah tanggung jawab. Oleh karena itu jika pasangan kita tak biasa bertanggung jawab bahkan untuk dirinya sendiri, maka orang semacam itu tak layak diajak nikah. 

Yah, gimana mau menikah orang biaya hidup saja masih ditanggung orangtua, tinggal masih numpang orangtua, bahkan beli rokok dan jajan juga masih minta. 

Orang jenis ini biasanya jika diajak menikah, maka mereka nggak mau diajak diskusi dan melemparkan semua beban rumah tangga hanya pada pasangannya saja.

"Nanti kalau sudah menikah juga bakalan berubah dan mikir!" 

Memangnya orang semacam ini Power Ranger yang bisa berubah jika keadaan berbahaya? Rasa tanggung jawab itu sebuah kebiasaan yang mesti dibangun dalam rentang waktu yang tak sebentar, sehingga berharap orang bakalan berubah ketika nanti menikah, itu seperti berharap pada janji-janji politisi ketika kampanye.

#Tidak bisa menghargai

Menikah itu perjalanan seumur hidup, bisa dibayangkan jika rekan perjalan kita sangat miskin rasa dan sifat untuk menghargai. 

Tentu perjalanan yang harusnya menyenangkan, justru menjadi berat dan terasa melelahkan. Secinta apa pun, jika mereka tak bisa menghargai maka itu akan menyakitkan.

Mau sebaik apa pun kita, mau sehebat apa pun kita, di mata orang yang tak bisa menghargai maka kita bukan apa-apa, hanya remahan rengginan sisa lebaran. 

Namun sebaliknya, meski usaha kita masih kecil-kecilan begitu juga dengan mesranya, namun kalau hal itu dihargai dengan tulus, maka cintanya yang akan besar-besaran. Eya~

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Love Selengkapnya
Lihat Love Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun