Apa orang-orang ini tak bisa baca? Bisa. Tapi malas. Sehingga kemalasannya ini, tak mampu membuatnya sadar akan sebuah pelanggaran. Sering kan kalau liat di acara 86, itu loh acara para polisi di Net TV. Kita sering mendapati para pelanggar lalu lintas yang berdalih, bahwa dia tak membaca plang larangan melintas. Hoho...
Begitu pula kalau saya lihat ada sebuah perlombangan menulis di sebuah penerbit. Semua syarat dan ketentuan sudah ditulis semua, tapi kok masih ada netizen yang menanyakan ukuran kertas, atau tema yang dilombakan. Ulala, kayak gini kok mau jadi penulis to, Nak. Padahal baca persyaratan aja gak sanggup.
Pepatah yang mengatakan, 'Malu Bertanya sesat di jalan' itu memang benar adanya. Tapi pertanyaan yang seperti apa dulu. Di zaman modern ini semua sudah serba canggih. Kita dimudahkan dengan teknologi, sehingga kita bisa mengakses apa pun di mesin pencarian. Bahkan saat kita hanya mengajukan satu pertanyaan, mesin pencarian akan menghadiahi kita seribu jawaban.
Ada baiknya, kita berusaha dulu membaca atau mencari. Kalau memang sudah mentok dan tak menemukan jawabannya, baru kita tanyakan pada orang lain. Jangan biasakan sedikit-sedikit bertanya. Baca dulu.
Tapi kan kita suka yang instan ya, dari pada capek-caoek membaca mending tanya aja. Â kalau udah gini yah udah, tak ada yang bisa dilakukan lagi kecuali tetap bersabar. Lalu mengumpat!
Alangkah baiknya membaca dijadikan sebuah budaya dan kebiasaan sehari-hari. Kalaupun tak mau membaca, minimal yah jangan merugikan waktu orang lain untuk menanggung kesal dengan kemalasan membaca kita.Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H