Tak disadari sesungguhnya aku insecure berteman dengan mereka apalagi sampai berani menaruh rasa ke Chandra, sebab dari segi finansial keluarga saja sudah berbeda ditambah kemampuan akademik aku yang biasa-biasa saja tidak ada istimewanya. Selalu aku tanamkan insecure itu menjadi tonggak pemicu semangat untuk mengejar ketertinggalan. Tak lupa esok adalah hari pertama aku sekolah.
      Mulai ku benahi jam belajarku, aku juga mengikuti beberapa ekstrakulikuler disekolah baruku, aktif di setiap pengibaran bendera hari senin sebagai petugas nya, dan mulai berani mengajukan diri untuk mengikuti lomba yang disediakan sekolah. Setahun aku menjalani Sekolah Menengah Atas ini semua terasa menyenangkan, dan sesuai rencana yang aku buat. Aku mampu  survive tidak hanya di bidang akademik tetapi juga di bidang keterampilan.
      Tidak mudah untuk sampai dititik itu, banyak yang aku korbankan mulai dari jam tidur, waktu main dan tenaga serta usaha aku untuk selalu menjaga imun aku tetap sehat dan kuat. Jika remaja lainnya menghabiskan waktu sepulang sekolah dengan shoping, nongkrong di cafe mahal, lebih bagus outfit siapa dan lebih kekinian siapa. Aku harus merelakan itu semua dengan banyak membaca, berlatih keterampilan tanpa kursus apapun itu, merelakan uang jajanku juga untuk kebutuhan yang lebih penting lainnya. Tetap aku syukuri semuanya apapun jalannya, karena tidak ada yang lebih berarti selain proses yang dilalui.
      Jika bertanya bagaimana perjalanan Ana? Dia tetap menjadi sahabatku yang paling setia, dia juga aktif disekolah, kami juga ada mengikuti beberapa ekstrakulikuler yang sama. Kami tumbuh bersama sampai saat ini. Tetapi kakak manis yang membuat aku pertama kalinya merasa jatuh hati itu, dia sudah tidak ingin bergabung dengan aku dan Ana. Yap, Chandra sudah punya circle nya sendiri. Kepribadiannya mulai beda sekarang, ia mulai jarang senyum, merokok, rambut diwarnai, baju dikeluarkan dan celana yang ia sobek-sobek. Sudah sering dijemur dilapangan ia tetap saja mengulangnya.
      Aku sedih melihat perubahan Chandra. Terbesit dipikiran untuk mengembalikan Chandra yang manis seperti dulu. Jika sebelumnya aku selalu menolak jika Ana mengajakku untuk keluar sekedar makan dikantin atau ngobrol di taman. Kali ini demi mendapat peluang bertemu Chandra lebih sering, aku akan meluangkan jam belajarku lebih banyak. Benar saja cara ini berhasil, Chandra dan teman-temannya sering menghabiskan jam istirahat di ujung taman untuk sekedar tertawa dan sesekali merokok jika tidak ada satpam berkeliling.
      Hari berikutnya, aku selalu mengikuti kemana Chandra pergi. Tak usah dijelaskan bagaimana caranya aku tahu Chandra pergi kemana, jiwa intel ini akan ada ketika dibutuhkan. Kebiasaanya tidak berubah, malah semakin memburuk. Aku memutuskan untuk pulang saja, aku muak dengan pemandangan itu. Tapi hati kecil ini masih ingin Chandra tau bahwa aku suka dia.
      Buru-buru aku rebahkan tubuh ini, memutar rekaman ulang dikepala apa saja yang sudah aku lakukan sejauh ini, itu semua tidak ada artinya. Aku bahkan menjadi sering tidur dikelas, sering telat mengumpulkan tugas juga sering mangkir dari kumpulan organisasiku. Seketika lamunan ku buyar ketika aku dengan ada suara ketukan pintu diluar. Aku lihat dari celah rumahku yang bolong terlihat bayang-bayang Chandra dari jaket yang sering ia gunakan. Aku bahagia sekali, tidak di duga-duga tanpa di undang Chandra datang sendiri kerumah setelah sekian lama kami tidak saling menyapa.
      "Hallo Chandra". Sapaku gembira sambil membuka pintu. Chandra tiba-tiba menyodorkan sebuah buku berwarna Cream dengan sangat kasar ke arah wajaku. Mataku langsung terpejam sambil tanganku meraihnya. "Lo, ga usah ngikutin gue kemana gue pergi. Gua risih tau gak?!!" Bentak Chandra. "Dan lo ga usah ada rasa sama gua, lo bukan tipe gua" Bentak Chandra lagi. Aku tidak bisa berkata apa-apa lagi. Mulutku kaku, bibirku bergetar, kakiku lemas mendengar kata-kata yang keluar dari mulut Chandra.
      Tangisku pecah beriringan dengan langkah kaki Chandra meninggalkan rumahku tanpa pamit. Seharian aku tidak keluar dari kamar, mengunci pintu kamarku rapat-rapat. Kejadian itu sangat diluar nalar, Chandra yang lemah lembut bisa berkata dengan nada sekeras itu dan mengenai buku. Buku itu adalah diary aku yang aku selalu bawa kemanapun aku pergi. Karena jika aku tiba-tiba sedih atau teringat sesuatu pasti langsung aku tuliskan semuanya dibuku itu. Aku tidak pernah sembarangan mengeluarkan diary itu. Pasti ada yang mengambilnya dan menyerahkannya ke Chandra.
      Hari ini aku memutuskan untuk bersekolah untuk mengikuti ujian susulan. Selesai sudah kegiatan disekolah, aku tidak ingin melakukan kegiatan lain lagi. Aku ingin segera memejamkan mataku kembali. Aku tidak peduli dengan apapun termasuk nilai ujianku, dan langkahku terhenti tiba-tiba ketika aku melihat Chandra dengan perempuan lain. Perempuan itu tak asing dimataku, yah dia deket sama Ana sejak aku jarang bisa diajak nongkrong.
      Mereka ternyata menyadari keberadaanku, dan ada Ana disana. Meski aku sakit melihat Chandra dengan perempuan itu, aku paksakan senyum untuk Ana. Tetapi Ana membuang pandangannya. Tiba-tiba saja dia mendekat dan mengatakan "Ga usah kasih gua senyuman kaya gitu, Lo pikir kita deket? Gua dari dulu ga nganggap lo sahabat". Deg dadaku tiba-tiba saja sesak. Namun aku paksakan untuk memastikan perkataan Ana " Ana, aku salah apa? Ana bercanda kan?". Ana tiba-tiba tertawa "Iya gua bercanda, bercanda kalo gua dari dulu mau temenan sama lo yang MISKIN,, oya satu lagi. Lo punya nyali juga ya suka sama abang gua, pikir-pikir lagi deh. Abang gua ga mungkin mau sama lo culun gini. Untung aja gua nemu buku jadul lo itu, kalo gua ga nemuin buku itu, pasti lo deketin gua terus buat bisa pelet abang gua".