"Lucu bukan? Seekor penguin yang sedang belajar terbang, jatuh bangun berulang kali, iiuuuhhh pasti sangat menyakitkan" Suara Alifah yang kerap ku dengar. Aku menatapnya yang terlihat begitu takjub melihat video itu.
"Hmm..."
Jawabku singkat sambil terus memperhatikannya. Ada rasa penasaran saat matanya terlihat lebih bening dari biasanya, hmm...berkaca-kaca. Ada keinginan untuk bertanya apa yang ia rasa seperti kabanyakan orang meluapkan perhatian lewat kata "kamu kenapa?". Ada kemauan untuk menepuk pundaknya seperti kebanyakan orang menenangkan sahabat yang sedang merasa perih, dan lagi-lagi aku tak sanggup mengekspresikannya.Â
Dia yang mengerti setiap pandangan mata yang ku layangkan padanya, seolah mengerti apa yang ingin ku ucapkan. Menatapku tajam lalu kembali mengklik menu play again pada media playernya, dan aku segera memperhatikan video yang ia putar kembali.
"Sama sepertiku, lucu yah menganggap diri sendiri seperti penguin", dia tersenyum dan aku pun segera menyadari senyuman yang ia paksakan.
"Putus asa, sebenarnya satu perasaan yang sangat jarang dan hampir tidak pernah aku rasa. Jatuh bangun lagi, bangun jalan lagi, jalan terus berlari. Lihat, dia jatuh bangun tanpa mengeluh, yang sebenarnya kita tak mampu meraba apa yang ia rasa. Bahasa apa yang ia gunakan, cara apa yang mampu ia lakukan, dan bagaimana ia mengekspresikan. Satu rahasia yang harus kau tahu bahwa dirimu sebenarnya sama dengan yang lain, ya...sama-sama memiliki kelemahan dan pastinya juga kelebihan.Â
Penguin ini mungkin tidak akan pernah bisa terbang seperti bangsa burung lainnya karena dia berbeda, saat yang lain bisa terbang bebas di udara dia justru bisa menyelam dalam air es yang sangat dingin. Berani merasa sakit saat jatuh karena belajar terbang sementara dia tahu mengudara bukanlah takdir miliknya.
 Awalnya, aku mengira kau begitu keras dan memiliki sifat seperti petasan yang sangat mudah meledak saat sedikit saja terkena api, dan pada waktu itu aku belum mengerti hatimu yang ternyata lebih lembut dari orang pada umumnya hingga sangat sensitive dengan apa saja. Aku yang tak pernah memahami usahamu untuk berdiri sejajar dengan yang lain, aku yang tak pernah bisa mengalahkan ego dan tak mampu melihat semua yang kau perjuangkan.Â
Terkadang aku tak memahami bagaimana perasaanmu, memaksamu bercanda gurau dan tertawa lepas denganku, memaksamu bercerita yang sesungguhnya itu sangat mengusikmu, dan memaksamu bergaul dengan oang yang baru dikenal padahal itu sangat sulit untukmu. Masa-masa yang kurang menyenangkan saat aku memaksamu untuk berbicara dan berujung pada perselisihan, masa ketika aku tak mampu memahami perasaan yang kau coba luapkan lewat bungkaman...."
"Kak..."
Aku mencoba menghentikan perbincangan ini meski sulit untuk ikut ambil suara disela perkataan seseorang. Aku sungguh mengerti dengan apa yang ingin dia ungkapkan, menyalahkan diri karena tak mampu memahamiku dan ini sangat tak mengasikkan bagiku.