Mohon tunggu...
Reni P
Reni P Mohon Tunggu... Buruh - Saintis yang lagi belajar nulis

Seneng guyon Visit renipeb.medium.com

Selanjutnya

Tutup

Bahasa Artikel Utama

Jangan "Segitunya" dengan Bahasa Arab

11 September 2018   19:41 Diperbarui: 13 September 2018   18:32 3689
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik


Saat saya masih kanak-kanak, saya selalu diminta untuk menghormati apapun yang bertuliskan bahasa Arab. Tidak memperlakunnya sembarangan, diduduki, atau pun diinjak.

Menariknya, saat saya pertama kali haid, saya disarankan untuk tidak membuka Alquran atau buku-buku dengan teks bahasa Arab. Saya sangat disangsikan bila saya melakukan hal tersebut. Alasannya, saya berada di dalam keadaan yang kotor.

Saya pun sering melihat banyak sekali orang yang dengan mudah terkagum-kagum kepada manusia yang pandai berbicara dalam bahasa Arab.

Mereka dianggap seolah-olah seperti sedang membacakan Alquran dengan penuh niat dan kecintaan. Dan, kekaguman ini disederhanakan menjadi pengertian sempit bahwa orang yang pandai berbahasa arab adalah orang yang memahami agama Islam.

Hal ini terang menyimpan bahaya laten bila terus dibiarkan menjadi paradigma publik terhadap Bahasa Arab yang dipandang sangat subjektif dan terlalu suci.

Yang paling terang efeknya adalah pembodohan umat dengan akal-akalan "saya bisa bahasa Arab, apa yang dikatakan saya pasti benar. jadi, nurut yah!", padahal konten yang dibawakan belum membawa maslahat bagi kemajuan peradaban.

Sekilas: Mengapa Ada Bahasa?

Bahasa dibidani dari kebutuhan manusia untuk mengungkapkan apa yang kita pikir dan apa kita rasa. Kita tidak perlu repot-repot menyuguhkan realitas murni.

Coba kalau tidak ada bahasa, bagaimana kita bisa memahamkan bahwa kita sedang lapar, sedih, murka atau butuh kasih sayang? Ingat isyarat pun bahasa.

Sehingga, bahasa memang penting dan jadi kealamiahan manusia untuk menyimbolkan apa yang kita rasa dan kita pikirkan.

Bahasa terlahir dari kesepakatan masing-masing kelompok

Ratusan bahasa tercipta dari bentukan budaya yang disepakati dan dimengerti oleh suatu kelompok. Indonesia dengan bahasa Indonesianya sendiri, diserap dari berbagai keheterogenan bahasa-bahasa inlander yang bernaung dalam kedaulatan negara ini, ditambah dari bahasa yang datang dari negeri-negeri yang pernah singgah, baik untuk berdagang, menyebarkan agama, atau menjajah.

Kita bisa temui kata seperti: ibadah, berkat, kitab, rok, handuk, wortel, sekolah, kantor, om, tante, dipinang, dll dari bahasa yang bisa kita temui pula dalam bahasa Arab, Belanda, Sunda, Melayu atau bahasa lainnya yang pernah bersentuhan dengan kehidupan sosial Indonesia di masa lampau.

Keminggris pun bukan sesuatu yang tiba-tiba lahir menjadi bahasa a la anak Jaksel yang literally gado-gado.

Seperti yang pernah diriset di salah satu artikel tirto.id latar belakang, sosial, budaya, gaya hidup anak-anak Jakselberasal dari keluarga yang sering bersentuhan dengan kegiatan-kegiatan berbahasa Inggris, baik pekerjaan maupun sekolah yang bertaraf internasional.

Begitu juga bahasa Arab, bahasa padang pasir ini bukanlah bahasa yang lahir bersamaan dengan agama Islam. Islam turun jauh belakangan sebelum bahasa Arab terbentuk.

Masyarakat pagan Quraisy tentu bukan masyarakat yang tak berbahasa, justru sebelum Islam terwahyukan, kumpulan manusia-manusia nomaden ini sudah mengenal sastra, hingga kekayaan kosakatanya jauh bila dibandingkan dengan bahasa Indonesia.

Untuk menyebutkan istilah unta saja, bisa hingga ratusan kata yang merujuk pada hewan yang sama. Tapi, untuk kosakata terkait teknologi 2000-an, Bahasa Arab pun kebanyakan menyerap dari Bahasa Inggris yang lebih maju dalam menciptakan realitas teknologi terkait, seperti telepon atau pun komputer.

Pengguna Bahasa Arab Tidak Hanya Orang Islam

Selain pengkultusan itu memang tidak baik, memang faktanya tidak semua yang berbahasa Arab adalah orang Islam. Apalagi sangat lucu kalau diterjemahkan sebagai orang suci.

Kalau begitu logikanya, harusnya orang Arab tidak usah diturunkan wahyu, toh mereka sudah pandai berbahasa Arab sejak lahir.

Seharusnya Abu Sufyan, Abu Jahal, dan orang-orang yang melakukan perencanaan licik terhadap kemajuan peradaban Islam, sudah dijamin masuk surga. Bukan malah dijanjikan siksa api neraka.

Bukankah sering dinarasikan salah satu tokoh orientalis Belanda sejak zaman SD, Snouck Hourgronje? Dia pun salah satu skill-nya, ya berbahasa Arab.

Dalam menaklukan Aceh, mengadu domba, mengatur paradigma masyarakat menggunakan seperangkat dalil yang dipelintir dengan sedikit kredibilitas berbahasa ala Rasul.

Dan hari ini pun saya jamin 100 persen, yang bisa bahasa Arab bukan hanya orang Islam. Bahkan tidak sedikit ateis yang bisa berbahasa Arab, apalagi orang Yahudi dan Nasrani yang bermukim di Yerussalem.

Dengan saya berkata seperti ini tidak berarti orang yang bukan Islam itu j a h a t. Tapi, saya hedak menekankan pengkultusan orang Islam terhadap manusia yang pandai berbahasa Arab sudah kelewat keterlaluan!

Justru, harapannya dengan kita menjadi sadar terhadap peluang penyetiran degan kepentingan-kepentingan yang malah memecah belah.

Bahasa Arab pun hanya alat!

Karena bahasa hanya alat, bukan sesuatu yang disakralkan. Untuk pikiran yang menyangsikan memegang sesuatu yang berbahasa Arab pun sangatlah tidak berdasar.

Apa hubungannya anatara mengungkapkan rasa lewat Bahasa Arab dengan meluruhnya rahim di periode tertentu?

Apalagi jika Quran diterjemahkan lebih jauh sebagai referensi ilmu, maka apakah wanita dibiarkan sampai mereda baru boleh lagi mencari ilmu?

Apa yang anda pikirkan tentang kata-kata berikut:

Ibn Al Kalb!

Kulkhara!

Al'an abook

Contoh-contoh tersebut bukanlah sapaan mulia sama sekali yang menjadikan anda bak anak masjid yang baru hattam tiga puluh juz! Mereka berarti anak anjing!, diem!, semoga ayahmu dikutuk!.

Bukankah yang terjadi malah sebaliknya, anda secara otomatis akan dicap orang urakan yang pandai berbahasa Arab.

Sehingga, ingat! Tidak semua konten yang berbahasa Arab itu adalah wahyu Tuhan!

Bukan sama dengan Merendahkan Bahasa Arab...

Dengan segala kekeliruan yang terjadi, saya tidak menggiring anda membenci Bahasa Arab. Saya meminta Anda agar bersikap biasa saja dan tidak terlalu lebay terhadap bahasa Arab. Kagum boleh, tapi jangan buta terhadap sekadar lafadz.

Bahkan, kalaupun saya ditanya bahasa yang sedang saya minati selain Bahasa Perancis adalah Bahasa Arab. Karena, harus diakui. Dengan mempelajari dan memahami bahasa Arab, banyak pintu-pintu ilmu yang menuntun saya terhadap pemahaman dan pengalaman spiritual yang sulit diungkapkan bagaimana rasa bahagianya ketika mendapatkannya.

Tapi, yang mesti dicamkan, Bahasa Arab bukan satu-satunya ilmu yang mesti dinomorsatukan bagi umat Islam. Linguistik hanyalah pintu pertama untuk memahami rujukan realitas, selebihnya mesti digali dengan ilmu-ilmu lainnya seperti antroplogi, sejarah, geografi, sosiologi, dll.

Agar keyakinan yang kita miliki bukan hanya dogma yang bisa diombang-ambing, tapi kokoh dengan pendasaran-pendasaran ilmiah, komprehensif, yang pada akhirnya bisa membawa maju peradaban.

Jadi, kalau ada yang ngaku ustadz karena bisa Bahasa Arab, jangan dulu percaya. Jangan-jangan itu Snouck Hourgronje versi 2018.

hehe. Khalas. Illaa Liqaa!

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bahasa Selengkapnya
Lihat Bahasa Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun