Mohon tunggu...
Reni Nurhayati
Reni Nurhayati Mohon Tunggu... Wiraswasta - Wiraswasta dan guru di SMP & SMA

Saya merupakan pribadi pekerja keras, bertanggung jawab. Hobi membaca dan menulis, juga fotograpi. Apresiator seni dan suka akan keindahan terutama yang visual. Menyukai tantangan dan aktif dalam berbagai forum keilmuan.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Guru sebagai Pengambil Keputusan

24 November 2024   13:26 Diperbarui: 24 November 2024   13:26 55
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

GURU SEBAGAI PENGAMBIL KEPUTUSAN

Oleh: Reni Nurhayati

Setiap orang dalam hidup sering membuat keputusan. Oleh karenya manusia disebut decision maker. Banyak hal perlu diputuskan. Dan seringkali keputusan itu tidak melulu tentang sesuatu yang berjalan biasa, apa adanya. Sekedar menjalankan. Tetapi ada konsekuensi di dalamnya.

Manusia adalah makhluk pembuat dan pengambil keputusan, penentu atas sebuah pilihan dari sejumlah pilihan. Kehidupan manusia selalu diisi dengan peristiwa pengambilan keputusan. Begitupun dengan seorang guru. Di mana tugasnya sebagai pemimpin pembelajaran. Yang membawa ke mana arah pembelajaran itu akan dituju. Yang menjadi penunjuk ke mana murid akan dibawa. Sesuai jargonnya, guru "digugu dan ditiru", tingkah dan keputusannya menjadi barometer dalam berbagai hal terkait pendidikan.

Sukses tidaknya seorang guru dalam membuat keputusan bergantung sejauh mana ia menganalisis keadaan, memberikan solusi terhadap masalah, dan tujuan apa yang hendak ia gapai.

Hal terpenting dalam pengambilan keputusan adalah niat suci dan mulia. Sehingga prosesnya haruslah berdasarkan nilai-nilai kebajikan universal. Bukan atas dasar kepentingan pribadi atau golongan. Nilai-nilai kebajikan mendasar seperti cinta dan kasih sayang, kebenaran, keadilan, kebebasan, persatuan, toleransi, tanggung jawab, dan penghargaan akan hidup menjadi pegangan bagi seorang guru.

Pada pengambilan keputusan, dalam kurikulum guru penggerak memiliki 3 prinsip yang dapat diambil meliputi: 1. Berpikir Berbasis Hasil Akhir (Ends-Based Thinking), cocok digunakan guru yang reflektif dan memiliki jiwa sosial tinggi; 2. Berpikir Berbasis Peraturan (Rule-Based Thinking), cocok digunakan guru yang memiliki sikap jujur dan komitmen yang kuat untuk tunduk pada peraturan; 3. Berpikir Berbasis Rasa Peduli (Care-Based Thinking), cocok digunakan para guru yang memiliki empati tinggi, rasa kasih sayang, dan kepedulian. Kendati demikian, penggunaan prinsip harus sesuai dengan nilai-nilai kebajikan dan kebenaran dalam hidup.

Ada kalanya, keputusan yang diambil guru merupakan pertentangan dua kondisi yang menimbulkan dilema. Sehingga terjadi kondisi yang membingungkan, entah apa yang harus di pilih. Dua atau banyak bagian yang berkaitan dengan keputusan tersebut menimbulkan kegalauan dan kebingungan dengan konsekuensi masing-masing. Maka muncullah yang disebut dilema etika. 

Dilema etika merupakan tantangan berat yang seringkali ditemui dan harus dihadapi. Baik berkaitan dengan pembelajaran atau kasus-kasus yang terjadi pada murid yang menjadi tanggung jawab guru, baik itu posisinya sebagai guru mapel, wali kelas, bagian Konseling, atau kepala sekolah sebagai guru yang diberi tugas tambahan memimpin sekolah.  

Secara umum, ada empat kategori paradigma yang terjadi dalam situasi dilematis itu: 1. Individu lawan kelompok (individual vs community). Artinya, ada pertentangan antara individu melawan kelompok yang lebih dominan atau mayoritas dalam sebuah perkumpulan yang lebih besar itu. 2. Rasa keadilan lawan rasa kasihan (justice vs mercy). Pilihannya adalah antara mengikuti aturan "hitam di atas putih" atau melanggar sepenuhnya. 3. Kebenaran lawan kesetiaan (truth vs loyalty). Terkadang, dalam mengambil keputusan, kita harus memilih antara jujur atau setia kepada orang lain. Kejujuran dan kesetiaan ini acap menjadi pertentangan yang berat. 4. Jangka pendek lawan jangka panjang (short term vs long term), yang menimbulkan efek terkait waktu. 

Paradigma ini sering dijumpai. Sering kita dihadapkan pada situasi yang bertentangan, di mana diperlukan pengetahuan mengenai permasalahan tersebut, helicopter view dalam memahami aneka kondisi, dan menerapkan kebijaksanaan berpikir dan bersikap dalam memberikan solusi dan mengambil keputusan.

Langkah-langkah yang bisa ditempuh, yang disarikan dari kurikulum pendidikan guru penggerak yakni ada sembilan: 1. Mengenali bahwa ada nilai-nilai yang saling bertentangan dalam situasi tertentu; 2. Menentukan siapa yang terlibat dalam situasi tersebut; 3. Kumpulkan fakta-fakta yang relevan dengan situasi tersebut,  Pengujian benar atau salah; 4. Pengujian paradigma benar dan benar; 5. Melakukan prinsip resolusi yakni End based thinking, Rule based thinking, Care based thinking. Kalau memungkinkan ambil ketiganya tetapi jika tidak, cukup salah satu atau dua; 6.  Investigasi Opsi Trilema yaitu solusi lain yang tak terduga; 7. Sebelum membuat keputusan, refleksikan diri sendiri terhadap keputusan yang diambil; 8. Buat keputusan; 9. Lihat lagi keputusan itu, lalu refleksikan

Dalam kaitannya dengan pengambilan keputusan di sekolah kita semua harus menjadi pemimpin pembelajaran dengan keberpihakan pada murid. Menjadi pengayom bagi semua civitas akademika. Seorang guru dituntut sanggup mengimplementasikan pembelajaran yang berpusat kepada murid. Serta menjadi teladan dan agen transformasi ekosistem pendidikan. Guru harus menjadi penggerak yang dapat memotivasi maupun mendorong peserta didiknya dalam mengembangkan potensinya masing-masing. Sehingga sebesar-besar, dan semaksimal-maksimal  keputusan adalah untuk dan demi kebaikan murid.

Selain 3 prinsip, 4 paradigma, dan 9 langkah, "Pratap Triloka" pun dapat diterapkan dalam pengambilan keputusan yang disesuaikan dengan prinsip tertentu. Kadang kala, seorang guru dihadapkan pada keadaan atau situasi yang dipilih antara keputusan benar dan salah. Maka dari itu, guru harus memiliki kompetensi dan peran sesuai filosofi "Prapat Triloka" Ki Hajar Dewantara, yakni memegang teguh filosopi Tut wuri handayani, ing ngarso sung tulodha, ing madya mangun karsa.

Hal-hal tersebut di atas dapat menjadi acuan bagi guru dalam pengambilan keputusan. Agar keputusan itu dapat semaksimal mungkin mengakomodir kepentingan sebanyak mungkin orang. Dibuat atas dasar kebijaksanaan dan kebaikan. Menjadikan murid sebagai pihak yang mesti dilayani dengan sebaik-baiknya demi perkembangannya dan masa depannya. Meminimalisir konsekuensi negatif lanjutan atas keputusan yang diambil Sehingga mewujudkan produk berupa keputusan yang baik. Yang dapat dipertanggungjawabkan demi kemajuan dan kesejahteraan bersama. ***

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun