GURU SEBAGAI PENGAMBIL KEPUTUSAN
Oleh: Reni Nurhayati
Setiap orang dalam hidup sering membuat keputusan. Oleh karenya manusia disebut decision maker. Banyak hal perlu diputuskan. Dan seringkali keputusan itu tidak melulu tentang sesuatu yang berjalan biasa, apa adanya. Sekedar menjalankan. Tetapi ada konsekuensi di dalamnya.
Manusia adalah makhluk pembuat dan pengambil keputusan, penentu atas sebuah pilihan dari sejumlah pilihan. Kehidupan manusia selalu diisi dengan peristiwa pengambilan keputusan. Begitupun dengan seorang guru. Di mana tugasnya sebagai pemimpin pembelajaran. Yang membawa ke mana arah pembelajaran itu akan dituju. Yang menjadi penunjuk ke mana murid akan dibawa. Sesuai jargonnya, guru "digugu dan ditiru", tingkah dan keputusannya menjadi barometer dalam berbagai hal terkait pendidikan.
Sukses tidaknya seorang guru dalam membuat keputusan bergantung sejauh mana ia menganalisis keadaan, memberikan solusi terhadap masalah, dan tujuan apa yang hendak ia gapai.
Hal terpenting dalam pengambilan keputusan adalah niat suci dan mulia. Sehingga prosesnya haruslah berdasarkan nilai-nilai kebajikan universal. Bukan atas dasar kepentingan pribadi atau golongan. Nilai-nilai kebajikan mendasar seperti cinta dan kasih sayang, kebenaran, keadilan, kebebasan, persatuan, toleransi, tanggung jawab, dan penghargaan akan hidup menjadi pegangan bagi seorang guru.
Pada pengambilan keputusan, dalam kurikulum guru penggerak memiliki 3 prinsip yang dapat diambil meliputi: 1. Berpikir Berbasis Hasil Akhir (Ends-Based Thinking), cocok digunakan guru yang reflektif dan memiliki jiwa sosial tinggi; 2. Berpikir Berbasis Peraturan (Rule-Based Thinking), cocok digunakan guru yang memiliki sikap jujur dan komitmen yang kuat untuk tunduk pada peraturan; 3. Berpikir Berbasis Rasa Peduli (Care-Based Thinking), cocok digunakan para guru yang memiliki empati tinggi, rasa kasih sayang, dan kepedulian. Kendati demikian, penggunaan prinsip harus sesuai dengan nilai-nilai kebajikan dan kebenaran dalam hidup.
Ada kalanya, keputusan yang diambil guru merupakan pertentangan dua kondisi yang menimbulkan dilema. Sehingga terjadi kondisi yang membingungkan, entah apa yang harus di pilih. Dua atau banyak bagian yang berkaitan dengan keputusan tersebut menimbulkan kegalauan dan kebingungan dengan konsekuensi masing-masing. Maka muncullah yang disebut dilema etika.Â
Dilema etika merupakan tantangan berat yang seringkali ditemui dan harus dihadapi. Baik berkaitan dengan pembelajaran atau kasus-kasus yang terjadi pada murid yang menjadi tanggung jawab guru, baik itu posisinya sebagai guru mapel, wali kelas, bagian Konseling, atau kepala sekolah sebagai guru yang diberi tugas tambahan memimpin sekolah. Â
Secara umum, ada empat kategori paradigma yang terjadi dalam situasi dilematis itu: 1. Individu lawan kelompok (individual vs community). Artinya, ada pertentangan antara individu melawan kelompok yang lebih dominan atau mayoritas dalam sebuah perkumpulan yang lebih besar itu. 2. Rasa keadilan lawan rasa kasihan (justice vs mercy). Pilihannya adalah antara mengikuti aturan "hitam di atas putih" atau melanggar sepenuhnya. 3. Kebenaran lawan kesetiaan (truth vs loyalty). Terkadang, dalam mengambil keputusan, kita harus memilih antara jujur atau setia kepada orang lain. Kejujuran dan kesetiaan ini acap menjadi pertentangan yang berat. 4. Jangka pendek lawan jangka panjang (short term vs long term), yang menimbulkan efek terkait waktu.Â
Paradigma ini sering dijumpai. Sering kita dihadapkan pada situasi yang bertentangan, di mana diperlukan pengetahuan mengenai permasalahan tersebut, helicopter view dalam memahami aneka kondisi, dan menerapkan kebijaksanaan berpikir dan bersikap dalam memberikan solusi dan mengambil keputusan.