Mohon tunggu...
Reni Nurhayati
Reni Nurhayati Mohon Tunggu... Psikolog - Psikolog Klinis, TNI AU

Migunani Tumraping Liyan/Ikatan Psikolog Klinis/Himpunan Psikologi Indonesia

Selanjutnya

Tutup

Healthy Pilihan

Langkah Kecil agar Tetap Bahagia di Masa Pandemi

11 Oktober 2020   11:43 Diperbarui: 11 Oktober 2020   11:48 142
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kesehatan. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Schantalao

Menjaga daya tahan tubuh adalah kunci penting agar kita tidak mudah terinfeksi dan jatuh sakit. Apalagi di situasi saat pandemi covid 19 seperti saat ini. Nach, salah satu cara terbaik untuk menjaga daya tahan tubuh adalah dengan berbahagia.

Ada beberapa riset yang meneliti lebih dari 300 orang sehat telah membuktikan hal tersebut. Selain itu, ada riset yang menganalisi kemungkinan peserta mengalami flu. Dari hasil riset, terbukti bahwa mereka yang tidak berbahagia, tiga kali lipat besar risikonya untuk terserang flu daripada mereka yang berbahagia.

Riset lain yang meneliti 81 mahasiswa juga membuktikan hal yang sama. Peneliti memberi 81 mahasiswa tersebut vaksin melawan Hepatitis B, virus yang menyerang hati. Setelah melakukan analisis, mahasiswa yang lebih Bahagia memiliki respon antibody dua kali lipat lebih tinggi dari pada mereka yang tidak berbahagia.

Pada dasarnya, Bahagia adalah fitrah atau bawaan alami manusia. Artinya ia merupakan sesuatu yang melekat dalam diri manusia. Bahagia sudah seharusnya dimiliki oleh setiap manusia, karena menurut fitrahnya, manusia diciptakan dengan berbagai kelebihan dan kesempurnaan.

Kebahagiaan hidup seseorang dapat dinilai secara objektif (objective happiness) dan subjektif (subjective happiness). Secara objectif, kebahagiaan seseorang dapat diukur dengan menggunakan standar yang merujuk pada aturan agama atau pembuktian tertentu. Secara subjectif, kita dapat mengukur kebahagiaan seseorang dengan bertanya dengan singkat apakah ia Bahagia atau tidak.

Happiness, berdasarkan Diener, Scollon, dan Lucas (2009) kebahagiaan atau happiness dinilai sebagai komponen kehidupan yang baik. Happiness dapat berarti kesenangan, kepuasan hidup, emosi yang positif, kehidupan yang berarti atau perasaan-perasaan puas. 

Menurut Diener, Scollon, dan Lucas (2009) kebahagiaan atau happiness dinilai sebagai komponen kehidupan yang baik. Berdasarkan Tamir, Schwartz, Oishi, dan Kim (2017) happiness merupakan sesuatu yang tumpeng tindih atau saling melengkapi satu sama lain, seperti merasakan perasaan yang positif pada saat seseorang dapat memenuhi kebutuhan dasar dalam kehidupannya, hal tersebut menggambarkan efek positif. 

Happines merupakan refleksi dari perasaan yang baik, memiliki kepuasan akan segala kebutuhan dasar dalam hidupnya dan menikmati atau puas akan kehidupannya (Tamir, dkk., 2017). 

Happines merupakan penilaian individu terhadap dirinya karena adanya emosi-emosi yang dirasakannya terutama emosi yang positif dan individu tersebut merasa puas dengan apa yang dirasakannya.

Banyak orang mengukur kebahagian hanya sebatas dari memiliki jumlah materi yang berlebih dan bisa mendapatkan hal-hal yang diinginkan. Sehingga manakala, seseorang tersebut kehilangan materi atau tidak mendapatkan materi yang diinginkan akan menyebabkan munculnya rasa sedih, bahkan hingga stress. 

Padahal, jika kita tinjau lebih dalam, rasa Bahagia muncul tidak hanya karena materi saja. Akan tetapi ada banyak hal yang sederhana yang dapat kita lakukan. Dimana Langkah kecil dan sederhana ini memiliki dampak yang luar biasa untuk menciptakan rasa bahagia pada diri kita.

Selanjutnya, beberapa komponen atau instrument kebahagiaan dapat diidentifikasikan secara objektif ke dalam beberapa hal berikut, yaitu :

  • Terpenuhinya kebutuhan fisiologis (material), misalnya : makan, minum, pakaian, kendaraan, rumah, kehidupan seksual, Kesehatan fisik, dan sebagainya
  • Terpenuhinya kebutuhan psikologis (emosional), misalnya : adanya perasaan tenteram, damai, nyaman, dan aman, serta tidak menderita konflik batin, depresi, kecemasan, frustasi, dan sebagainya
  • Terpenuhi kebutuhan sosial, misalnya : memiliki hubungan yang harmonis dengan orang-orang di sekelilingnya, terutama keluarga, saling menghormati, mencintai, dan menghargai
  • Terpenuhinya kebutuhan spiritual, misalnya : mampu melihat seluruh episode kehidupan dan perspektif makna hidup yang lebih luas, beribadah, dan memiliki keamanan kepada Tuhan Yang Maha Esa

Apabila keempat kebutuhan di atas dapat dipenuhi secara seimbang, dapat dipastikan bahwa seseorang akan merasakan kebahagiaan hidup. Jadi, kata kuncinya adalah pada terdapatnya keseimbangan dalam hidup seseorang. Para filosof muslim sendiri membedakan adanya tiga tingkatan kebahagiaan, yaitu :

Kebahagiaan yang bersifat badani

Yang lebih tinggi dan lebih memuaskan adalah kebahagiaan yang bersifat intelektual, yakni penguasaan ilmu pengetahuan

Yang merupakan kebahagiaan puncak (hakiki), adalah kebahagiaan yang bersifat spiritual. Kebahagiaan jenis ini sering disebut pula kebahagiaan yang bersifat Ilahi.

Setelah kita mengetahui komponen dan ukuran tentang makna dan kebahagiaan hidup, tentu persoalan selanjutnya yang harus kita pecahkan adalah bagaimana metode pengembangan diri yang dapat ditempuh oleh pribadi yang ingin meraih makna dan kebahagiaan hidup tersebut. 

Sebagai pribadi manusia biasa, mungkinkah kita dapat meraih kebahagiaan puncak dan hakiki? Berikut Langkah-langkah kecil yang dapat kita lakukan untuk menciptakan rasa Bahagia di dalam diri kita, antara lain:

DOA. Menurut Mursalim (2011), doa adalah permintaan atau permohonan kepada Allah melalui ucapan lidah atau getaran hati dengan menyebut nama Allah SWT/ Tuhan YME yang baik, sebagai ibadah atau usaha memperhambakan diri kepada-Nya.

CINTA. Menurut Buss (dalam Rahardjo 2007), untuk mendapatkan kebahagiaan seseorang harus memulai Langkah awal dengan sesuatu yang dinamakan cinta. Berilah cinta, karena cinta adalah suatu bentuk penghargaan yang memperkuat intensitas hubungan sosial dengan sahabat, keluarga, pasangan dan bahkan teman kerja sehingga akan mempermudah mendapatkan kebahagiaan.

SUKA MENOLONG. Menurut Isen (dalam Rahardjo, 2007), orang berbahagia cenderung suka menolong dan membantu sesama. Mereka memiliki kemampuan sosial yang baik.

BERSYUKUR. Menurut Akmal dan Masyhuri (2018), rasa bersyukur menyentuh kecenderungan untuk menghargai dan menikmati peristiwa dan pengalaman sehari-hari.

KENDALI DIRI YANG BAIK. Orang yang Bahagia memiliki kendali diri yang ditunjukkan dengan prestasi yang baik. Selain itu mampu melakukan coping yang baik terhadap stress.

BERPIKIR DAN BERSIKAP OPTIMIS. Sebagai salah satu bentuk emosi positif, harapan dapat menjadi motivator dalam berperilaku. Harapan memberika kekuatan dan membantu manusia dalam melewati masa-masa sulit. Berharaplah maaka kita tetap berusaha, terutama untuk memperoleh kebahagiaan yang kita dambakan.

BERSIKAP TERBUKA . Bersikap relatif terbuka terhadap lingkungan yang ada di  ada di sekitarnya/lingkungannya.

Pada kenyataannya mungkin memang tidak sesederhana itu, namun seseungguhnya dapat terlihat jelas bahwa menjadi manusia yang Bahagia akan jauh lebih bermanfaat dan bukan merupakan hal yang sulit. Sekarang tinggal manusia yang menjalani hidupnya untuk memilih menjadi Bahagia dengan berusaha mendapatkannya atau tenggelam dalam kepedihan dan khayalan semata.

Demikian beberapa tinjauan ringkas tentang komponen dan ukuran kebahagiaan hidup serta metode pengembangan diri yang dapat direnungkan dan dimanfaatkan oleh praktisi Psikologi, Bimbingan dan Konselling agar dapat membantu individu dalam meraih kebahagiaan hidup. 

Dengan mempelajari beberapa metode di atas  yang kemudian dipadukan dengan pengalaman masing-masing di lapangan. Para Psikolog dan konselor diharapkan akan semakin efektif dalam melakukan bimbingan dan konseling, sehingga para klien yang dibimbingnya dapat meraih visi spiritualnya, yaitu hidup bermakna dan Bahagia.


Referensi

Akmal & Masyhuri. (2018). Konsep Syukur (Gratfulnes). Jurnal Komunikasi dan Pendidikan Islam, 7 (2), 1-22.

Fuad. (2015). Psikologi Kebahagiaan Manusia. Jurnal Komunika, 9 (1), 112-130.

Grimaldy, Nirbayaningtyas, & Haryanto. (2017) Efektifitas Jurnal Kebahagiaan Dalam Meningkatkan Self Esteem Pada Anak Jalanan. Jurnah Ilmiah Psikologi, 8 (2), 100-110.

Kompas.com (download 5 Oktober 2020, 10.11, Riset Buktikan Bahagia Dapat Tingkatkan Daya  Tahan Tubuh).

Mursalim. (2011). Doa Dalam Perspektif Al-Quran. Jurnal Al-Ulum, 11 (1), 63-78.

Rahardjo, Wahyu. (2007). Kebahagiaan Sebagai Suatu Proses Pembelajaran. Jurnal Penelitian Psikologi, 2 (12), 127-137.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun