Beberapa waktu lalu saat dijumpai di istana negara tepat di hari kamis (25/10/2019), Presiden Joko Widodo ditanya tentang alasan dirinya memilih Nadiem Makarim sebagai Mentri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia oleh CNBC Indonesia. Jawaban normatifpun dilontarkan oleh beliau.
"Perlu orang yang mengerti bagaimana mengimplementasikan inovasi-inovasi yang ada. Berani keluar dari kotak, berani out of the box, berani tidak rutinitas, berani tidak monoton sehingga akan memunculkan sebuah loncatan-loncatan besar yang itu saya melihat pengalaman dari yang muda-muda bisa mendukung itu," Jelas Pak Jokowi.
Lalu apa benar inovasi adalah jawaban sesungguhnya dari seorang presiden yang disokong oleh partai banteng besutan anak Bung Karno itu? Tunggu dulu, sebelum membahas itu mari coba kita telaah bersama mengenai sepak terjang Nadiem selama memimpin perusahaan rintisan penyedia jasa layanan transportasi raksasa di Indonesia yang dikenal dengan nama Gojek itu.
Sebelum mendirikan Gojek, Nadiem pernah bekerja di beberapa perusahaan termasuk menjadi co founder di Zolora. Ia kemudian memilih keluar dan mendirikan bisnis sendiri, lalu lahirlah perusahan serba bisa itu pada tanggal 13 Okrober 2010 di Jakarta dengan jumlah pengemudi awal sebanyak 20 pengemudi.
Kehadirannya membawa warna baru di dunia persilatan dan membuat kaget semua perusahan platform jasa transportasi di Indonesia. Imbasnya, saat ini pelbagai perusahan taxi serta pengemudi ojek konvensional yang tidak bisa bersaing harus terpaksa gulung tikar.
Di Indonesia, Nadiem adalah the most bigger villain bagi para pesaingnya. Di saat para pengusaha offline mulai redup, Gojek justru semakin bercahaya di angkasa dan semakin tidak tertandingi. Hampir bentuk usaha di bidang jasa online berhasil dikuasai oleh Gojek. Seperti yang dikatakan bapak Internet, Leonard Kleinrock yakni "I think the bottom line is that no one is in a position to close down the Internet."
Peran keluarga sangat penting dalam mendongkrak bisnis dan juga karier politik Nadiem. Bagaimana tidak, ayahnya Nono Makarim yang merupakan anak seorang notaris ternama yakni Anwar Makarim, adalah seorang Master Hukum dari Harvard dan sangat diperhitungkan di Indonesia.
Sedangkan paman Nadiem, Zacky Anwar Makarim adalah perwira tinggi TNI-AD dan juga pernah menjabat sebagai Kepala Intelijen ABRI (BIA). Tentu dengan modal itu, Nadiem seakan terus melaju dengan perisai hukum dalam genggaman sehingga kebal dari segala tuntutan.
Gayungpun bersambut. Kini, sang bos besar Gojek telah mengisi kursi Menteri dan bidang yang harus ditangani adalah Pendidikan dan Kebudayaan. Lagi-lagi kita semua dibuat kaget olehnya. Banyak pengamat politik salah tebak tentang tempat Nadiem. Ada yang bilang dia akan menjabat sebagai kepala Bekraf, ada yang bilang Menkominfo dan ada juga yang bilang Mentri Industri. Pertanyaanya, mengapa Mendikbud?
Bargaining position Kemendikbud memang tidak lebih tinggi dibanding kementrian lain. Namun, kemendikbud memiliki porsi yang strategis dalam pemerintahan selain juga punya masalah kritis yang mungkin saja bisa di-handle oleh orang seperti Nadiem. Menurut mantan Kemendikbud sebelumnya, Muhadjir Efenddi bahwa masalah Sumber Daya Manusia (SDM) lah yang merupakan titik krusial dalam upaya peningkatan kualitas pendidikan di Indonesia.
"Kalau kita bicara tentang SDM dalam konteks pendidikan maka yang pertama harus dibenahi adalah kualitas gurunya. Kita tidak mungkin melahirkan lulusan-lulusan dan generasi yang unggul tanpa ada sentuhan dari guru yang memiliki dedikasi dan kualifikasi yang juga unggul." Ujar beliau dalam portal resmi kemendikbud.go.id (17/08/19).
Kualitas guru yang disebutkan di atas bukan hanya dilihat dari sisi intelektualnya saja, melainkan moralitasnya juga. Guru cerdas belum tentu tidak tersangkut kasus korupsi. Yang kita tahu bahwa di dalam Kemendikbud banyak terdapat mafia yang membentuk dinasti sendiri baik dari pusat hingga daerah.
Muncullah para penguasa kecil yang bertindak dengan regulasi masing - masing. Lihat saja kasus korupsi dana pendidikan Bupati Cianjur hingga kasus korupsi dana Pendidikan Luar Sekolah (PLS) di NTT. Mulai dari pejabat hingga guru, belum ada sistem yang mampu mengatur kedisplinan anggaran pendidikan.
Mereka belum bisa terkoneksi serta terkonsolidasi dengan rapi. Nah, Nadiem sangat lihai dalam hal menghubungkan beberapa pihak via teknologi informasi. Dengan begitu, diharapkan akan terwujud SDM yang berkualitas yang terintegrasi dan juga transparan. Bagaimana dengan porsi strategisnya?
Kita sama - sama tahu bahwa saat ini PDIP sedang bingung mencari sosok pengganti Jokowi pada kontestasi pilpres 2024 mendatang. Kandidat kuat seperti Gandjar Pranowo pun dinilai belum memiliki cukup elektabilitas figur di luar pulau Jawa.
Sebelumnya memang LSI melalui Denny JA mengatakan bahwa peluang GP lebih besar dari Puan Maharanie untuk mewakili PDIP melenggang ke arena pilpres. Namun jika dibandingkan dengan Nadiem, Gandjar bisa saja kalah pamor meski belum dirilis hasil surveynya.
Segala kemungkinan bisa terjadi lima tahun mendatang. Terlalu dini memang untuk menyimpulkan apakah restu PDIP akan benar jatuh pada Nadiem atau bukan. Akan tetapi, kita sudah punya contoh konkrit seorang Anies Baswedan yang adalah juga mantan Mendikbud dan akhirnya menjadi Gubernur DKI Jakarta dan konon dilirik Surya Paloh sebagai bakal capres dari Nasdem.
Yang jelas bisa jadi ada bisikan mesra dari Bu Mega kepada Jokowi untuk menyiapkan Nadiem sebagai penggantinya nanti dengan menariknya masuk ke dalam kabinet dan setelah itu entah akan bermanuver seperti apa nantinya.
Jika benar, PDIP berarti sudah mempersiapkannya dari sekarang meski dinilai irasional. Sebab, politik adalah mengarahkan secara rasional suatu irsasionalitas manusia seperti yang dikatakan Reinhold Niebuhr "The whole art of politics consists in directing rationally the irrationalities of men."
Maka, akan ada kesimpulan bahwa dengan bergabungnya Nadiem Makarim dalam kabinet Indonesia Maju 2019 - 2024 itu bisa jadi akan menghasilkan inovasi - inovasi terbaru bagi SDM bidang pendidikan dan kebudayaan sesuai dengan statement Jokowi saat di Istana.
Dan jika ia berhasil, maka bisa jadi juga akan dipromosikan sebagai bakal capres 2024 dari PDIP meskipun belum genap usia jabatannya nanti. Kembali lagi, Nadiem berencana PDIP yang menentukan.
*Tulisan ini dibuat pada akhir tahun 2019 dan pernah dikirim ke beberapa media digital namun ditolak.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI