Mohon tunggu...
Frater Milenial (ReSuPaG)
Frater Milenial (ReSuPaG) Mohon Tunggu... Lainnya - Seseorang yang suka belajar tentang berbagai hal
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Jika Anda tidak mampu mengerjakan hal-hal besar, kerjakanlah hal-hal kecil dengan cara yang besar (Napoleon Hill)

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Tanggapan Gereja Katolik terhadap "Inseminasi Buatan"

28 Oktober 2021   23:47 Diperbarui: 29 Oktober 2021   09:06 1761
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi Inseminasi Buatan (womens.es)

1. Inseminasi Buatan (artificial insemination)

Inseminasi Buatan merupakan suatu penemuan manusia di bidang sains yakni teknologi reproduksi dan dapat dijadikan solusi bagi pasangan suami-isteri yang mengalami kesulitan untuk memiliki keturunan bahkan mengalami kemandulan (infertilitas). 

Teknik inseminasi buatan sudah lama ditekuni, di mana inseminasi buatan telah diterapkan dengan luas di dalam dunia peternakan hewan. Teknik pertama kali dipertunjukkan dan dicobakan dengan jelas pada katak. 

Percobaan ini dibuat pada tahun 1779 oleh Lazaro Spallanzani, seorang imam dan fisiolog. Sedangkan inseminasi buatan pertama yang terkenal berhasil terjadi dalam diri seorang perempuan pada tahun 1790, kala John Hunter, seorang anatomis dan ahli bedah Skotlandia, membenihi istri seorang penghias kain linen dengan menggunakan sperma suaminya.

 Hampir seabad kemudian, William Panacost, seorang guru besar sekolah medis di Filadelfia, menjalankan inseminasi buatan dengan donor sperma.[1]

2. Dua Jenis Inseminasi Buatan[2]

  • AIH (Artificial Insemination by Husband)

AIH ialah pembenihan homolog atau pembenihan dalam perkawinan. Dalam pembenihan ini, sperma berasal dari suami yang telah mengikatkan diri dalam perkawinan dengan isteri. 

Pembenihan bisa terjadi dalam tabung atau memasukkan sperma pria melalui alat kelamin wanita. Biasanya AIH dianggap sebagai intervensi terapeutik setelah sepasang suami-isteri bertahun-tahun gagal memperoleh anak melalui persebadanan normal. 

Bisa jadi, yang menjadi penyebab kegagalan untuk mendapatkan keturunan adalah inpotensi suami atau lemahnya jumlah sperma suami. Teknik yang ditempuh adalah, satu dan beberapa contoh sperma dari suami dikeluarkan dengan masturbasi. Setelah diobati dengan pelbagai teknik laboratorium, sperma itu dimasukkan ke dalam vagina, saluran uterus isteri.

  • AID (Artificial Insemination by Donor)

AID adalah pembenihan heterolog. Dalam pembenihan ini, benih berasal dari seorang penyumbang. Ini lazim dilakukan jika seorang suami tidak memiliki sperma yang memadai atau suami tidak ingin memindahkan benih yang rusak (berpenyakit) kepada isteri atau keturunannya. 

Teknik yang ditempuh sejajar dengan teknik pada AIH, walaupun teknik untuk AIH lebih rumit, baik dari sudut tinjau etis maupun hukum positif. Sumber benih berasal dari pihak lain (ketiga) di luar pasangan suami-isteri.

3. Metode Proses Inseminasi Buatan[3]

  • ICSI (Intra Cytoplasmic Sperm Injection)

Injeksi sperma intra sitoplasma merupakan salah satu bentuk yang paling efektif dalam pembuahan mikro-manipulatif yang menawarkan tingkat keberhasilan yang tinggi. 

Teknik ini digunakan untuk faktor infertilitas pria dan menawarkan tingkat keberhasilan yang tinggi dengan resiko rendah untuk komplikasi atau kerusakan pada sel telur. 

ICSI adalah teknik disempurnakan yang digunakan untuk meningkatkan tahap pembuahan, hanya dengan menyuntikkan satu sperma ke dalam telur matang selama fertilisasi in vitro (IVF). Setelah sperma disuntikkan, telur yang telah dibuahi ini kemudian ditransfer ke rahim wanita atau tuba fallopi.

  • MESA (Microsurgical Epididymal Sperm Aspiration)

Teknik ini diterapkan bagi pria yang mengalami azoospermia (tidak ada sel sperma sama sekali di dalam air maninya). Ini terjadi antara lain karena testis tidak mampu menghasilkan sel-sel sperma akibat infeksi, trauma, dan kelainan bawaan. 

Pada pria yang mengalami azoospermia karena ada sumbatan pada saluran reproduksinya, dengan teknik MESA ini, sel-sel spermanya diambil langsung dari dalam epididimis (tempat pematangan sel-sel sperma) melalui tindakan operasi kecil.

Prosedurnya adalah dengan melakukan bedah mikro pada epididimis untuk mengambil sel-sel sperma langsung dari dalamnya. Pengambilan selnya dapat dilakukan beberapa kali sampai diperoleh jumlah sel sperma yang berkualitas baik.

 Sel-sel tersebut selanjutnya diolah dengan berbagai teknik pencucian hingga siap disuntikkan ke dalam sel telur, seperti pada teknik ICSI.

4. Tanggapan Gereja Katolik tentang Inseminasi Buatan[4]

Gereja Katolik sangat menolak inseminasi buatan, karena tidak sesuai dengan rencana ilahi untuk kelahiran manusia. Maka, baik itu AIH dan AID tidak dapat diterima. 

Namun yang ditolak secara lebih khusus adalah pembenihan dari pihak lain (AID) di luar perkawinan dan metode-metode buatan (tidak alamiah) untuk memperoleh benih. Inseminasi buatan ini memisahkan tindak prokreasi dan kesatuan cinta kasih suami-isteri. Pandangan ini seiring dengan dua pernyataan resmi Paus Pius XII (September 1949: Konvensi Internasional IV Dokter-dokter Katolik) dalam pertemuan di Castelgandolfo (tempat peristirahatan musim panas Sri Paus). 

Pernyataan ini antara lain terkait dengan keputusan atas moralitas kodrati dan kristiani tentang praktek inseminasi buatan. Ini merupakan penyataan pertama sejak 1897, yang menandaskan bahwa inseminasi buatan (baik yang AID maupun AIH) tidak dapat diterima. Dalam pembicaraan tentang masalah-masalah moral perkawinan (29/10/1951), Sri Paus Pius XII kembali menekankan sikap Gereja yang menolak inseminasi buatan.

Inseminasi buatan dan sistem bank sperma yang bersifat komersial tidak dapat diterima secara etis karena teknik pembuahan ini memisahkan tujuan seksualitas yang berciri kesatuan dan terbuka pada kelahiran manusia. Penolakan ini berdasarkan prinsip reproduksi kodrati melalui persebadanan suami-isteri dan penolakan campur tangan teknologi dalam proses reproduksi.

Instruksi tentang Hormat bagi Hidup Manusia Sejak Awal dan Keluhuran Prokreasi menolak pembenihan heterolog (AID) karena immoral, melanggar komitmen dalam kesatuan perkawinan, mencederai keluhuran pasangan suami-isteri dan melanggar hak seorang anak untuk dikandung dalam rahim ibunya. 

Panggilan untuk mewujudkan kebapaan dan keibuan dalam hidup perkawinan dilanggar. Sementara pembenihan homolog (AIH) tidak dapat dengan sendirinya menjadi bantuan untuk memperoleh keturunan. Tujuan baik perkawinan untuk memperoleh keturunan tidak bisa membenarkan jalan yang ditempuh melalui AIH. 

AIH ditolak oleh Gereja karena pembenihan ini bertentangan dengan keluhuran martabat manusia dan kesatuan perkawinan, sekalipun segala usaha dijalankan untuk menjaga kehidupan anak. Prosedur pembenihan yang mengganti persetubuhan suami-isteri adalah immoral.

 

[1] William Chang, Bioetika Sebuah Pengantar (Yogyakarta: Kanisius, 2009), hlm. 107.

[2] William Chang, Bioetika ..., hlm. 108.

[3] James Hokkie Mariso, "Analisis Yuridis ...", hlm. 142-143.

[4] William Chang, Bioetika ..., hlm. 109-111.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun