3. Metode Proses Inseminasi Buatan[3]
- ICSI (Intra Cytoplasmic Sperm Injection)
Injeksi sperma intra sitoplasma merupakan salah satu bentuk yang paling efektif dalam pembuahan mikro-manipulatif yang menawarkan tingkat keberhasilan yang tinggi.Â
Teknik ini digunakan untuk faktor infertilitas pria dan menawarkan tingkat keberhasilan yang tinggi dengan resiko rendah untuk komplikasi atau kerusakan pada sel telur.Â
ICSI adalah teknik disempurnakan yang digunakan untuk meningkatkan tahap pembuahan, hanya dengan menyuntikkan satu sperma ke dalam telur matang selama fertilisasi in vitro (IVF). Setelah sperma disuntikkan, telur yang telah dibuahi ini kemudian ditransfer ke rahim wanita atau tuba fallopi.
- MESA (Microsurgical Epididymal Sperm Aspiration)
Teknik ini diterapkan bagi pria yang mengalami azoospermia (tidak ada sel sperma sama sekali di dalam air maninya). Ini terjadi antara lain karena testis tidak mampu menghasilkan sel-sel sperma akibat infeksi, trauma, dan kelainan bawaan.Â
Pada pria yang mengalami azoospermia karena ada sumbatan pada saluran reproduksinya, dengan teknik MESA ini, sel-sel spermanya diambil langsung dari dalam epididimis (tempat pematangan sel-sel sperma) melalui tindakan operasi kecil.
Prosedurnya adalah dengan melakukan bedah mikro pada epididimis untuk mengambil sel-sel sperma langsung dari dalamnya. Pengambilan selnya dapat dilakukan beberapa kali sampai diperoleh jumlah sel sperma yang berkualitas baik.
 Sel-sel tersebut selanjutnya diolah dengan berbagai teknik pencucian hingga siap disuntikkan ke dalam sel telur, seperti pada teknik ICSI.
4. Tanggapan Gereja Katolik tentang Inseminasi Buatan[4]
Gereja Katolik sangat menolak inseminasi buatan, karena tidak sesuai dengan rencana ilahi untuk kelahiran manusia. Maka, baik itu AIH dan AID tidak dapat diterima.Â
Namun yang ditolak secara lebih khusus adalah pembenihan dari pihak lain (AID) di luar perkawinan dan metode-metode buatan (tidak alamiah) untuk memperoleh benih. Inseminasi buatan ini memisahkan tindak prokreasi dan kesatuan cinta kasih suami-isteri. Pandangan ini seiring dengan dua pernyataan resmi Paus Pius XII (September 1949: Konvensi Internasional IV Dokter-dokter Katolik) dalam pertemuan di Castelgandolfo (tempat peristirahatan musim panas Sri Paus).Â