Mohon tunggu...
Frater Milenial (ReSuPaG)
Frater Milenial (ReSuPaG) Mohon Tunggu... Lainnya - Seseorang yang suka belajar tentang berbagai hal
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Jika Anda tidak mampu mengerjakan hal-hal besar, kerjakanlah hal-hal kecil dengan cara yang besar (Napoleon Hill)

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Ulos dan Mangulosi pada Masyarakat Batak Toba (Sebuah telaah Filosofis Kekayaan Kebudayaan Masyarakat)

18 Oktober 2021   09:41 Diperbarui: 18 Oktober 2021   09:47 1409
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Memberi Makan (Dok.Pri)

Selain itu selama pembuatan ulos, seorang penenun harus menjalani pantang dan puasa. Seperti halnya mahluk hidup dan alam, ulos juga memiliki tondi[6]. Setiap ulos melekat dengan nilai dan unsaur spiritual sesuai dengan jenis dan karakternya masaing-masing (akan dibahas di bagian selanjutnya, "jenis dan karakter ulos"). Karena itu pemberian ulos dalam acara adat haruslah sesuai dengan sahala (roh) yang ingin diberikan dengan ulos itu.

5. Beberapa Jenis dan Karakter Ulos

          Dalam masyarakat Batak terdapat beragam jenis ulos. Pembagian ulos sendiri dapat ditinjau dari berragam kriteria. Ulos dapat digolongkan berdasarkan fungsinya, kelas (tingkatan) ulos, nilai ekonomis dan lain sebagainya. Meski demikian penggolongan itu umumnya saling mempengaruhi dan berhubungan satu sama lain. Menurut fungsi dan penggunaanya, ulos dalam masyarakat batak toba setidaknya ada empat puluh lima jenis. Sebagian besar jenis ulos itu telah jarang ditemukan dan digunakan, misalnya ulos Jugia Saolo Pipot, Sirampat, Jungkit dan banyak lagi. 

Dalam suatu acara adat, pihak-pihak yang mangulosi akan memberi jenis ulos yang berbeda satu sama lain. Perbedaan jenis ulos yang diberikan ini bukanlah tanpa suatu dasar. Strata sosial dalam masyarakat tidak menjadi penentu jenis ulos yang diberikan seseorang. Perbedaan ulos yang diberikan setiap pihak dalam suatu acara adat ditentukan oleh posisi dan kedudukannya dalam acara adat tersebut. 

Misalnya dalam suatu pesta pernikahan, seorang yang berkedudukan sebagai tulang (paman) akan memberikan jenis ulos yang berbeda dengan orang lain yang berkedudukan lain. Oleh sebab itu seorang yang sama, akan memberi jenis ulos yang berbeda pada setiap pesta yang dihadirinya.

        Berikut penulis menguraikan beberapa karakter ulos ditinjau dari tingkatan ulos dalam pandangan masyarakat Batak.

  1. Ulos Ragi hidup: Ulos ini merupakan ulos yang memiliki derajat paling tinggi dibanding ulos lainnya. Dipandang secara fisik, ulos ini merupakan ulos yang memiliki tingkat kerumitan yang  tinggi, dan menggunakan bahan-bahan berupa benang-benang berkualitas baik. Jika dipandang, maka akan terlihat hidup-hidup dan lebih indah. Karen itu pula maka secara ekonomis, nilai jual ulos ini sangat tinggi. Dalam acara adat, ulos ini dipakai sebagi ulos pargomgoman yaitu ulos yang diberikan oleh orang tua dari pengantin perempuan kepada ibu dari pengantin laki-laki dalam adat pernikahan. Pemberian ulos ini sebagai wujud doa agar ibu dari pengantin laki-laki dapat membimbing, menemani, dan melindungi menantunya yang akan tinggal bersamanya. Sebab dalam tradisi Batak, sepasang pengantin yang baru menikah akan tinggal bersama orangtua dari pihak laki-laki. Selain itu ulos ini juga dipakai sebagai ulos tondi yaitu ulos yang diberika orang tua kepada putrinya yang sedang menikah. Pemberian ulos ini sebagai bentuk doa agar kelak wanita itu dapat melahirkan, dan membesarkan ank-anaknya. Ulos ini juga dapat diapai sebagai ulos parlinggoman yaitu ulos yang diberikan kepada seorang pemimpin masyarakat. Dalam hal ini biasanya digunakan ulos yang berwarna gelap yang melambangkan keteduhan (linggom) yang hendaknya dapat diberikanntya kepada masyarakat yang dipimpinnya.
  2. Ulos Ragi Hotang: Kata Hotang berasal dari rotan, sebuah tanaman berduri yang elastis dan sulit untuk dipatahkan. Ulos ini juga sebenarnya termasuk kedalam ulos yang berderajat tinggi. Namun tingkat kerumitan dalam pembuatannya tidak seperti Ragi Hidup. Karena itu nilai ekonomisnya juga tentu juga lebih rendah. Dalam penggunaanya, ulos ini diberikan kepada orang yang dianggap berpengetahuan picik, agar kiranya diberi kebijaksanaan. Ulos ini juga diberikan agar seseorang dapat memberikan hasil yang baik dalam pekerjaannya. Dalam upacara kematian ulos ini juga banyak digunakan, termasuk acara mangongkal holi (pemindahan tulang belulang ke kukuran yang baru). Dalam adat perkawinan, ulos ini dapat digunakan sebagai ulos pasamaot (diberikan oleh orang tua pengantin perempuan kepada bapak dari pengantin laki-laki agar kiranya mendapat keuntungan/rahmat dari pernikahan anaknya.
  3. Ulos sibolang: Ulos yang derajat lebih rendah dari dua jenis ulos yang telah diuarikan sebelumnya. Pembuatannya juga lebih sederhana. Awalnya disebut sibolang sebab diberikan kepada orang yang berjasa untuk mabulangbulangi, menghormati orang tua penggantin perempuan; untuk mengulosi ayah pengantin lelaki sebagai ulos pansaniot. Dalam suatu pesta perkahwinan, dulu juga terdapat kebiasaan memberikan ulos sibolang oleh orang tua pengantin perempuan kepada menantunya sebagai ulos bela (ulos menantu. Pemberian ulos ini dimaksudkan agar ia selalu berhati-hati dengan teman-teman semarga, dan paham siapa yang harus dihormati; memberi hormat kepada semua kerabat pihak isteri; dan lemah lembut terhadap keluarganya. Ulos ini juga diberikan kepada seorang wanita yang telah ditinggal mati oleh suaminya, sebagai tanda menghormati jasanya selama menjadi isteri almarhum. Pemberian ulos tersebut biasanya dilakukan pada waktu upacara berkabung; dan dengan demikian juga dijadikan tanda bagi wanita tersebut bahwa ia telah menjadi seorang janda.

         Selain ulos-ulos yang disebutkan diatas ada terdapat beberapa jenis ulos lainya, yaitu: ulos ragi botik, ragi angkola, sirata, silimatuho, holean, sinar labu-labu. Masing-masing ulos memiliki karakter dan fungsi masing-masing.

6. Ulos pada Jaman Kini serta Refleksi Kritis Penulis

         Secara umum pemakaian ulos dalam kegiatan adat masyarakat Batak belum tergantikan. Sebuah pesta adat yang resmi tidak pernah bisa lepas dari ulos dan mangulosi. Penulis menduga alasan hal ini ialah bahwa makna yang diekspresikan ulos dan mangulosi memang belum dapat digantikan oleh barang-barang lain. Selain itu acara adat sangat melekat dan identik dengan acara mangulosi. Jika sebuah acara adat dilaksanakan tanpa ulos maka acara tersebut kemungkinan besar dianggap tidak sah.

        Pada jaman ini, pengenalan akan ulos semakin digalakkan sebagai usaha untuk mempertahankan kekayaan kebudayaan. Corak Ulos sendiri disadari sangat khas dan memiliki keindahan. Kini Ulos dan coraknya yang khas dipakai dalam berbagai karya-karya tekstil lainnya. Namun sayangnya pengenalan akan ulos yang sedemikian bukanlah pengenalan yang benar. Sebab pengenalan yang sedemikian tidak mewakili nilai-nilai yang sesungguhnya ingin diekspresikan lewat ulos. Pengenalan akan ulos yang sedemikian lebih mengarah kepada segi estetika belaka, sementara nilai-nilai filosofisnya ditinggalkan.

        Penurunan pengahayatan akan nilai ulos juga terjadi dalam acara adat sendiri. Ulos kerap dianggap hanya sebagai pemenuhan kewajiban adat. Selain itu ulos juga cenderung dinilai dari segi ekonomi dan keindahan. Karena itu terkadang ada komentar akan ketidaklayakan ulos yang diberikan pada acara-acara adat tertentu.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun