pulau Nias. Dalam bahasa aslinya, orang Nias menamakan diri mereka "Ono Niha" (Ono = anak/keturunan; Niha = manusia) dan pulau Nias sebagai "Tan Niha" (Tan = tanah).
Suku Nias adalah kelompok masyarakat yang hidup diSuku Nias adalah masyarakat yang hidup dalam lingkungan adat dan kebudayaan yang masih tinggi. Hukum adat Nias secara umum disebut fondrak yang mengatur segala segi kehidupan mulai dari kelahiran sampai kematian.Â
Masyarakat Nias kuno hidup dalam budaya megalitik dibuktikan oleh peninggalan sejarah berupa ukiran pada batu-batu besar yang masih ditemukan di wilayah pedalaman pulau ini sampai sekarang.Â
Dalam budaya suku Nias ini terdapat beberapa hal sistem peralatan tradisional yang sangat berguna bagi masyarakat setempat, antara lain:
1. ALAT-ALAT PRODUKSI TRADSIIONAL[1]
- Kisa adalah salah satu alat untuk menggiling padi. Dibuat dari kayu bulat. Tinggi 52,7 cm.
- Rimbe adalah alat untuk mengeruk daging kayu. Matanya terbuat dari besi dengan posisi melengkung ke bawah dan salah satu  sisinya ditajamkan. Panjang 54 cm, lebar 5,4 cm  dan tebal 0,6 cm.
- Boro adalah alat untuk mengebor kayu. Matanya terbuat dari besi. Panjang 5,5 cm dengan lingkaran 17 cm.
- Fato niha adalah alat untuk memotong dan menebang pohon atau membelah kayu. Matanya terbuat dari besi dimana salah satu sisinya ditajamkan dan sisi yang lain ditancapkan pada sebatang kayu sebagai pegangan. Panjang 23,5 cm, Lebar 7,0 cm dan Tebal 0,9 cm.
2. ALAT UNTUK MEMBUAT API
Fuyu adalah alat untuk menghasilkan api dari bahan kayu. Terdiri atas dua bagian. Bagian bawah sebagai alas yang telah dilubangi sedikit. Pada bagian yang dilubangi, diletakkan pangkal sepotong kayu bulat dalam posisi berdiri.Â
Bagian atas ditekan dengan tempurung kelapa, lalu diputar dengan menggunakan tali yang telah dililit pada pertengahan kayu bulat tadi. Pergesekan bagian bawah dan atas akan menghasilkan bunga api.Â
Disekelilingnya diletakkan serbuk kayu yang berbara. Serbuk itu, kemudian dituang ke lantai dan diletakkan 'Rabo' (serabut tumbuhan yang sudah dikeringkan atau sesuatu cepat terbakar) diatasnya, lalu dihembus supaya bernyala. Panjang 25,7 cm dengan tebal 6,9 cm.[2]
3. WADAH[3]
Wadah kubur yang dimaksud di sini adalah wadah bagi si mati ketika mayat atau kerangka dimasukkan ke dalam wadah kubur.Â
Dalam masyarakat Nias Selatan wadah kubur dimaksud setidaknya terbagi atas 2, yaitu peti batu dan peti kayu.Â
Peti batu merupakan wadah kubur yang banyak ditemukan di depan rumah adat besar, yaitu rumah adat bagi para pemimpin masyarakat kampung.Â
Peti batu ada yang berukuran besar, panjangnya dapat mencapai 2 meter, dan ada juga yang berukuran kecil panjangnya kurang dari setengah meter. Untuk wadah kubur yang berukuran besar sudah sangat jarang ditemukan di Nias. Wadah kubur ini hanya ditemukan di Desa Hili Falage, Nias Selatan (Susanto dkk.1995).
4. KHAS MAKANAN DAN MINUMAN[4]
A. Makanan
- Gowi Nihandro: Gowi Nitutu; Ubi tumbuk.
- Harinake: Daging babi cincang dengan cacahan yang tipis dan kecil-kecil.
- Godo-godo: Ubi/singkong yang diparut, dibentuk bulat-bulat kemudian direbus setelah matang lalu ditaburi dengan kelapa yang sudah diparut.
- Lma: Beras ketan yang dimasak dengan menggunakan buku bambu.
- Gae nibog: Pisang bakar.
B. Minuman
- Tuo mbanua/Sataha: Minuman tuak mentah yang berasal dari air sadapan pohon kelapa atau pohon nira yang telah diberi 'laru' berupa akar-akar tumbuhan tertentu untuk memberikan kadar alkohol.
- Tuo Nifaro merupakan hasil penyulingan dari tuak mentah yang berasal dari hasil fermentasi tetesan nira kelapa atau aren. Umumnya Tuo nifar mempunyai beberapa tingkatan, bisa sampai 3 (tiga) tingkatan kadar alkoholnya. Dimana Tuo nifar No. 1 bisa mencapai kadar alkohol 43%.
 5. PAKAIAN TRADISIONAL[5]
   Pakaian adat suku Nias dinamakan Baru Oholu untuk pakaian laki-laki dan rba Si'li untuk pakaian perempuan. Pakaian adat tersebut biasanya berwarna emas atau kuning yang dipadukan dengan warna lain seperti hitam, merah, dan putih. Adapun filosofi dari warna itu sendiri antara lain:
- Â Warna kuning yang dipadukan dengan corak persegi empat (Ni'obakola) dan pola bunga kapas (Ni'obowo gafasi) sering dipakai oleh para bangsawan untuk menggambarkan kejayaan kekuasaan, kekayaan, kemakmuran dan kebesaran.
- Â Warna merah yang dipadukan dengan corak segi-tiga (Ni'ohulayo/ ni'ogna) sering dikenakan oleh prajurit untuk menggambarkan darah, keberanian dan kapabilitas para prajurit.
- Â Warna hitam yang sering dikenakan oleh rakyat tani menggambarkan situasi kesedihan, ketabahan dan kewaspadaan.
- Â Warna putih yang sering dikenakan oleh para pemuka agama kuno (Ere) menggambarkan kesucian, kemurnian dan kedamaian.
 6. RUMAH ADAT
   Bentuk rumah adat di Nias terbagi atas dua yaitu berbentuk oval dan persegi. Rumah adat yang berbentuk oval hanya terdapat di Nias bagian utara, yang sebagian besar wilayahnya masuk wilayah administrasi Kabupaten Nias, sedangkan yang berbentuk persegi hanya terdapat di wilayah Nias bagian Tengah dan Selatan yang masuk wilayah administrasi kabupaten Nias Selatan. Bahan bangunan rumah tradisional pulau Nias pada awalnya adalah kayu dengan atap rumbia. Sistem penyambungan kayunya tidak menggunakan paku tetapi dengan pen.[6] Adapun jenis kayu yang digunakan pada rumah tradisional Nias umumnya ialah sbb:
- Manawadano: Untuk tiang penyangga bawah dan lantai.
- Â Berua: Untuk tiang penyangga bawah dan balok induk lantai dan untuk lantai.
- Â Faebu: Untuk tiang penyangga bawah.
- Â Siholi: Untuk tiang penyangga bawah dan dinding.
- Â Afo: Untuk dinding.
Pola hias pada rumah adat: Di Pulau Nias dapat dijumpai sejumlah ragam hias yang diukir dan dipahatkan di atas permukaan kayu, baik di dinding, di tiang maupun pada beberapa peralatan lainnya. Ragam hias sering sebagai simbol dari keadaan si pemilik rumah tradisional mengingat gambaran kekayaan dan kedudukan yang seringkali diwujudkan dalam ragam hias pada rumah tradisional.[7] Ragam hias yang terdapat pada rumah adat nias adalah:
- Ragam hias yang bercorak flora
     Ni'obowo zofosofo: Kedudukan dalam pemerintahan adat.
     Ni'obowo gafasi: Kemakmuran dan kebehagiaan.
     Nio'salafiga: Persatuan dan kesetiaan.
     Ni'otalinga woliwo: Kesuburan.
     Ni'obutelai: Kebesaran, hartawan, dan kepemimpinan seorang perempuan.
     Ni'ohowuhao: Kebesaran, Hartawan dan kepemimpinan seorang laki-laki.
     Ni'obulurai: Kebesaran dan kemuliaan.
- Ragam hias yang bercorak fauna
     Ni'obogi: Perbuatan baik.
     Ni'o'asu: Pengintai.
     Ni'o'i ozasai: Kepahlawanan dan keberanian.
     Ni'o'buaya: Kekuasaan dan keadilan.
     Ni'okiliwi: Kebenaran dan kejujuran.
     Ni'ota: Kepandaian.
     Ni'oafi: Kebesaran dan kepemimpinan.
     Ni'osori: Kesetiaan dan ketegaran.
     Ni'oboha: Kekuatan dan kekuasaan.
     Ni'owaha: Kekuasaan.
     Ni'oboho: Kemegahan.
- Ragam hias yang bercorak perhiasan dan peralatan
     Ni'o saembu.
     Ni'ofatofato: Kebesaran.
     Ni'oroto: Kesuburan.
     Ni'ohulayo: Perjuangan hidup.
     Ni'otalakhoi: Kujujuran dan ketulusan hati.
     Ni'odofi: Puncak pimpinan dalam wilayah tertentu.
     Ni'obakola: Kebesaran dan kepemimpinan.
     Ni'obiku: Kepiawaian, keahlian dalam suatu bidang.
     Ni'obirae: Persatuan dan persaudaraan.
     Ni'ogama: Kesatuan dan kebulatan tekad.
     Ni'otawola: Kebesaran dan hartawan.
     Ni'obaluse: Kejayaan dan kemenangan.
     Ni'obawalasara: Pelindung.
7. SENJATA TRADISIONAL[8]
- Â Kalabubu: Kalung yang terbuat dari tempurung kelapa yang sudah tua. Setelah dibersihkan, tempurung tersebut dipotong melingkar kecil-kecil dan pada pertengahannya telah dilubangi. Kemudian disusun pada sebatang kuningan atau logam lainnya mengkuti alur lubang hingga membentuk lingkaran berdiameter 23,5 cm. Dipergunakan sebagai perhiasan dan pelindung leher pada saat perang.
- Baluse: Alat yang terbuat dari kayu yang berguna saat perang sebagai tameng atau pelindung dari serangan lawan.
- Toho: Senjata yang terbuat dari besi kuning dan tangkainya dari batang kelapa. Dulu tombak ini digunakan untuk berburu dan berperang.
- Gri: Alat perang berupa pedang yang digunakan saat perang. Biasanya di Gri ini diisi roh halus yang menjadi penguat pada pedang.
- Nekhe: Berupa pisau kecil yang digunakan saat berperang. Senjata untuk membunuh orang dengan cara halus/ditusuk.
 8. ALAT-ALAT TRANSPORTASI[9]
- Tundraha: Perahu dayung yang terbuat dari kayu utuh dan ditempa sedemikian rupa sebagai alat transportasi untuk melewati sungai.
- Rake: Alat transportasi yang terbuat dari kumpulan bambu yang diikat keras dan membentuk rakit.
- Goroba: Digunakan untuk membawa barang-barang. Ini terbuat dari kayu yang menggunakan dua roda dan dijalankan dengan cara ditarik pada kedua gagangnya.
- Kuda: Dulu kuda ini digunakan untuk membawa barang dari ladang.
9. PENUTUP/REFLEKSI
Tujuan saya memgambil budaya suku Nias ini adalah untuk semakin mengenal suku Nias. Karena daratan Nias dengan daratan Sibolga sangat berdekatan. Dan juga, berhubung karena Sibolga dan Nias adalah berada dibawah naungan Keuskupan Sibolga.Â
Maka saya sendiri harus mengenal suku Nias sebagai tempat pelayanan pastoral. Apabila saya tidak mengenal suku Nias, bagaimana saya bisa melayani umat di sana sementara ada-istiadatnya tidak saya mengerti. Oleh karena itu, mengenal Suku Nias merupakan kekayaan bagi saya untuk  melayani umat ke masa depan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H