"Frater ... permisi, saya sakit", "Frater ... permisi, mau pulang kampung!", "Frater ... permisi, tidak ikut les agama, lagi malas!", dan masih banyak alasana lain yang mereka ungkapkan untuk menghindari jam pelajaran ini.Â
Namun yang paling membuat saya terperanggah ketika saya bertanya kepada seorang siswi, "Mengapa kamu tidak ikut les agama?", Siswi tersebut menjawab dengan nada tegas," Lagi datang Iblis kepada saya ... Frater!.Â
Mendengar ungkapan itu, saya tidak bisa berkata-kata apa-apa. Saya hanya terdiam dan merasa sedih, membiarkan dia pergi dari hadapan saya.
*****
Materi yang saya ajarkan hanya seputar pengetahuan dasar dan pengetahuan umum mengenai Iman Katolik. Ternyata, tidak jarang saya menemukan bahwa di antara mereka masih ada yang "kabur" dengan pengetahuan imannya.Â
Bahkan arti Tanda Salib pun tidak tahu. Sebagai Frater yang adalah guru, saya harus memiliki nilai lebih.Â
Salah satunya adalah menjadi sahabat mereka dan menjadi tempat keluh kesah mereka.Â
Banyak pengalaman bahagia dan menyedihkan selama bersama mereka, bahkan kekecewaan yang membuat saya kadang tertawa, marah, tersenyum, dan bingung. Pertemuan saya dengan mereka memberikan makna tersendiri dan peneguh bagi panggilan saya.
Yesus sebagai Guru Agung dan teladan memberikan inspirasi dan peneguh batin dalam suka dan duka bersama dengan anak didik saya.Â
Menjadi guru ternyata tidak gampang, harus membutuhkan pengorbanan, kerendahan hati, penyangkalan diri, dan persiapan matang di samping harus menjadi sahabat.Â
Kegiatan mengajar merupakan bentuk dari kesaksian hidup saya untuk membangun dan mengembangkan iman anak didik kepada Gereja dan Bangsa.Â