*****
Jumlah anak didik saya ada dua puluh enam orang.Â
Tidak jarang dari jumlah yang sedikit itu selalu saja ada yang tidak hadir tanpa penjelasan apapun. Paling menyedihkan lagi bila mereka "cabut" di depan mata alias "bolos". Dari jumlah yang sedikit itu, hanya sekitar belasan murid yang mau bersedia mengikuti les agama, selebihnya entah pergi kemana.Â
Namun, yang paling membuat saya habis pikir, ketika pada saat ujian. Mereka yang tidak pernah mengikuti les agama, justru mengikuti ujian.Â
Bagaimanakah mereka ini dapat mengisi soal-soal ujian padahal mereka sama sekali tidak mengikuti les agama?, atau mungkin mereka sudah pintar, terlalu pintar, atau sama sekali tidak pintar? Pertanyaan inilah yang selalu membuat saya bertanya-tanya, apabila murid-murid tidak masuk les agama tanpa penjelasan apapun.Â
Dalam proses belajar-mengajar, masih banyak diantara mereka yang belum memberikan hati sepenuhnya untuk mengikuti jam pelajaran ini, di mana mereka selalu sibuk dengan dirinya sendiri, baik itu bermain Hp, tidur di kelas, dan ribut sana-sini, bahkan ada yang 3D, 1P (Datang, Duduk, Diam, dan Pulang).Â
Mengatasi persoalan-persoalan seperti ini, membuat saya merasa sangat bingung, dilema, bahkan bagaimana saya harus bertindak sebagai seorang Frater yang adalah Guru.
Bagi mereka, seorang Frater itu tidak boleh marah, memukul, apalagi memberi hukuman fisik. Di sinilah, iman dan kesetiaan saya ditantang, apakah saya harus mengalah dan keluar dari situasi ini.
*****Â
"Domba-domba-Ku mengenal Aku dan Aku mengenal domba-domba-Ku" (Yoh 10:14). Berdasarkan teks biblis ini saya mencoba untuk mengenal mereka satu persatu, mulai dari nama, alamat rumah bahkan tempat dan tanggal lahir mereka.Â
Saya berusaha supaya mereka menerima kehadiran saya dan menjadi bagian dari kelompok mereka. Berhadapan dengan mereka, mengingatkan saya akan kenangan masa lalu ketika saya masih duduk di bangku sekolah pada usia seperti mereka.Â