4.2 Â Imanensi
Imanensi Allah Tinggi dicerminkan oleh pengalaman kedalaman. Pohon kehidupan dilihat sebagai aktualitas konkretnya dalam alam semesta dan yang dianggap sebagai lambang kuasa kreatif, penyelenggaraan dan penetapan Allah Tinggi, dan dengan demikian menimbulkan pengalaman akan pelbagai numina dalam alam semesta yang secara dinamis hidup dan sakral. Peranan vital dari Dewata Trimurti dalam kesadaran Batak dan perlibatannya dalam urusan hidup Batak mencerminkan kepedulian dan perlibatan Allah Tinggi, sejauh mereka merupakan penghadiran dan pelaksana kehendak Allah Tinggi.
Imanensi Allah Tinggi dalam unsur-unsur khusus alam semesta dicerminkan oleh paham mengenai tondi. Setiap pengada menyandang tondi, kedalaman rahasia yang menjadi subjek penghormatan keagamaan dan ritusnya. Tondi manusia sering dianggap seolah bereksistensi sendiri, berupa roh yang mengontrol hidupnya dalam suka dan duka. Sarwa resapan perlambangan bulan dan unggulnya peranan Adat kedewataan lebih jauh mengindikasikan paham bahwa Batak-Toba menyakini perlibatan langsung sakral Tuhan dan keprihatinannya atas ciptaannya.
5. Â Refleksi kritis
Konsep kepercayaan masyarakat Batak Toba mengenai Allah selalu dijunjung tinggi, dan merupakan suatu hal yang selalu ada dalam seluruh kegiatan kehidupan manusia. Allah yang dikenal dan dirasakan lewat berbagai tradisi budaya tersebut turut mempengaruhi paradigma dan religiusitas masyarakat Batak Toba. Pewahyuan diri Mulajadi Nabolon, dirasakan salah satunya lewat tunggal panaluan.
Atas kepercayaan mereka ini, masyarakat Batak Toba memiliki ritus tertentu untuk berelasi denga-Nya, entah itu memohon suatu berkat ataupun menyampaikan persembahan (pelean). Dalam acara pemujaan atau penyembahan yang Ilahi (Debata Mulajadi Nabolon) itu, masyarakat Batak Toba memiliki perantara sebagai pemimpin. Banyak nama atau gelar yang diberikan kepada pemimpin tersebut, ada yang menyebutnya sebagai Malim, Datu, Guru Sibaso, Halak namalo, dan lain-lain.
Allah yang dimengerti oleh masyarakat Batak Toba itu bersifat transedensi dan imanensi. Eksistensi dan esensi Allah tetap sama sejak dahulu, sekarang, dan selama-lamanya. Oleh sebab itu masyarakat Batak Toba sangat kuat dalam mempertahankan tradisi wahyu Debata Mulajadi Nabolon hingga sampai saat ini. Sehingga tak jarang ditemukan bahwa seorang Batak Toba yang telah beragama masih juga melaksanakan prosesi ritual dari kepercayaan agama tradisional kulturnya sendiri.
Tentang apa yang dihayati dalam agama tradisional itu tidak bisa lepas dari nilai-nilai dan kearifan yang dijunjung tinggi dalam adat budaya Batak Toba. Dewasa ini kegiatan adat sering menjadi prioritas ketimbang  peribadatan keagamaan. Sulit memahami bahwa konsep wahyu tentang Debata Mulajadi Nabolon yang telah diterima dari para leluhur telah berubah bentuk menjadi konsep yang lebih berkembang dan reflektif. Sebagai implikasi ialah bahwa perlu mempertahankan konsep wahyu ilahi dalam kebudayaan. Akan tetapi penting melihat dan menghidupi kekhasan dari agama yang telah dipeluk sekarang. Sesuatu yang sama dalam agama dan tradisi budaya biar bagaimanapun juga tetap memiliki perbedaan yang harus dipih-pilah bukannya justru mencamuradukkannya begitu saja.
DAFTAR PUSTAKA
Sinaga, Anicetus. B. Allah Tinggi Batak Toba: Transendensi dan Imanensi. Yogyakarta: Kanisius. 2014.
Nainggolan, Togar. Batak Toba: Sejarah dan Transformasi Religi. Medan: Bina Media Perintis. 2012.