Masalah yang hendak dibahas di sini adalah hubungan antara Mulajadi Nabolon dan dewa-dewi, sebagai pewahyuan diri Mulajadi Nabolon untuk menata kehidupan umat manusia kearah yang lebih baik. Pewahyuan diri Mulajadi Nabolon, khususnya ketiga dewa utama, “Dewata Trimurti” agama Batak Toba, yakni Batara Guru, Soripada dan Mangala Bulan. Hubungan antara Dewata Trimurti dengan Mulajadi Nabolon adalah:
Pertama, menurut Philip Tobing (antropolog Batak Toba), dewa-dewi dipandang identik dengan dan merupakan personifikasi Mulajadi Nabolon.
Kedua, menurut Ködding dan Löeb, dewa-dewi tergantung pada Allah Tinggi dalam eksistensi, tetapi bertindak sendiri bebas daripadanya.
Ketiga, posisi yang kita anut, mereka sungguh tergantung pada Allah Tinggi untuk eksistensi, tetapi hanya secara relatif dalam hal mengurusi dunia. Mulajadi Nabolon, The High God, sekaligus transenden dan imanen. Dia transenden karena adanya adalah kekal, ompung (the great Lord), sama sekali lain (Wholly-Other-Ness). Mulajadi Nabolon adalah pencipta kosmos dan segala isinya, termasuk “Dewata Trimurti”. Tetapi sekaligus juga imanen melalui berbagai pengalaman numina (pewahyuan ilahi) dalam suatu hidup yang dinamis dan kosmos yang kudus.
Dewata Trimurti dicipta langsung oleh Mulajadi Nabolon, menyebut ketiga Dewata sebagai “tiga manusia”. Ketika utusan (Si Leangleang Mandi dan Si Leangleang Nabolon) bertanya kepada Mulajadi Nabolon, nama ketiga pengada itu, Allah Tinggi menjawab: “Itu Manusia” (Jolma do i). Meskipun demikian, ketiga Dewata mungkin adalah ‘manusia’ istimewa, sebab mereka menyandang ciri ilahi. Mereka sungguh dipuja dan dari itu mereka disebut dewa. Mulajadi Nabolon menyelenggarakan dunia lewat jasa mereka.
3.1 Batara Guru dan Kuasa Mencipta
Batara Guru disebut “mahir pada ajaran” (panungkunan di poda) dan “mahir pada hukum” (panungkunan di uhun). Dialah yang menetapkan, mendasarkan dan melandaskan suatu yang bersifat dasar, seperti adat. Adat adalah sumber kebijaksanaan dan pengetahuan agama. Maknanya yang lebih dalam ialah asosiasinya dengan tata (order), yang dipertentangkan dengan ketaktertataan (khaos bahari). Lewat kebijaksanaa adat, diakui bahwa “perintah dan hukum-hukumlah” yang mengkaji apakah halnya menjadi hidup atau binasa; hal baik atau buruk; hal boleh atau terlarang. Pada tingkatan kebijaksanaan, perintah dan hukum, Batara Guru adalah ‘Guru’ dan barangsiapa menaati sistem hukum ini berarti menaati kehendak Allah, dan akan menjadi kudus serta menikmati usia lanjut.
Adat sebagai reksa adalah tindak pengakhiran khaos bahari pada Benua Tengah yang dipahami sebagai tindak mencipta dari Allah Tinggi. Penciptaan manusia baru di Benua Tengah dipahami sebagai tindak pengiriman seorang jiwa oleh Batara Guru, menerima tubuh dalam kandungan ibu. Dan tatkala manusia meninggal dunia, jiwa kembali ‘asalnya’, dengan bantuan Batara Guru. Dalam hubungan ini, Batara Guru dianggap tuan penentu bagi kelahiran dan kematian. “Dewata Batara Guru, Tuan Partungkoan Dewata, penentu tondi dan sahala manusia di Benua Tengah’ Ia memanggil dan mengundang untuk menentukan porsi dalam hal nasib baik dan buruk”.
Singkatnya, fungsi khas dan peranan Batara Guru sangat terkait dengan tindak penciptaan Mulajadi Nabolon. Oleh karena itu, tidak terdapat pertentangan antara Mulajadi Nabolon, sebagai Pemulai Genesis Agung, dan Batara Guru, sebagai administrator dari peranan penciptaan. Batara Guru adalah refleksi dan personifikasi dari tindak penciptaan Mulajadi Nabolon. Inti dari doa-doa kepada Dewata Batara Guru adalah bertanggungjawab atas tondi/sahala manusia di Benua Tengah, yang akan lahir dan mati. Ia mengulur ke bawah, menjadi tangga naik ke atas lewat mimpi atau pernasiban.
3.2 Soripada dan Kuasa Menyelenggara
Soripada diyakini menjadi raja penyelenggara dunia. Ia adalah pelindung huma-sawah, penjaga anak-anak dan ia memamongi bangsa manusia seperti gembala mengembalakan kerbaunya. Ia dihormati sebagai penjaga keadilan sejati dan standar ukuran. Mencuri dan menyogok tidak ditemukan padanya. Sebagai pamong yang baik, ia bersifat santun dan terhormat. Ia juga menyandang martabat raja. Ia menyandang lambang kebesaran raja, ‘gajah menggunung’, pisau ‘kudus adikodrati’, ‘pisau sukacita’ dan lembing terhias anggun. Soripada adalah pendasar kerajaan Batak dan oleh kebijaksanaan kepamongannya terdapat kemakmuran dan sukacita.