Pada 26 Juni 1967, Paus Paulus VI mengangkatnya menjadi Kardinal. Setelah Paus Paulus VI wafat pada Agustus 1978, dia menghadiri konklaf di Vatikan untuk memilih Paus yang baru. Dalam tuntunan Roh Kudus, konklaf memilih Kardinal Albino Luciani (Kardinal Venezia) sebagai pemimpin Gereja Roma yang baru dengan nama Paus Yohanes Paulus I. ketika diangkat menjadi Paus, beliau berumur 65 tahun. Namun, dalam usia kepemimpinannya yang masih relatif singkat, yakni tiga pulu tiga hari, dia dipanggil sang Pencipta untuk menghadap hadirat-Nya.
Pada 28 September 1978, diadakan konklaf kePausan untuk memilih pengganti Paus Yohanes Paulus I. Dalam pemilihan ini, peserta konklaf memutuskan Kardinal Karol Wojtyla sebagai pemimpin tertinggi Gereja Katolik Roma yang baru. Dia dipilih pada usia 58 tahun. Sebagai Paus, dia memilih nama Yohanes Paulus II sebagai rasa hormat kepada pendahulunya, Paus Yohanes Paulus I. Pengganti Rasul Petrus yang ke 263 ini adalah Paus pertama asal Polandia.
Sejak memangku jabatan Tahta Kepausan, Karol Josef Wojtyla mempunyai kehendak yang kuat untuk memperjuangkan Hak Asasi Manusia, kebebasan beragama, hak para buruh, hak atas Pendidikan agama di sekolah serta menghidupkan Gereja di tengah kekuasaan rezim komunis yang menanamkan paham ateisme, materialisme dan sekularisme kepada kalangan umat beragama Katolik di Polandia.Â
Semangat perjuangan berpuncak pada pembentukan sebuah gerakan ekumenis di kalangan Gereja Kristen, serta menjalin kontak yang bertema persaudaraan dengan kaum non-Kristiani demi terciptanya kerukunan antarumat beragama. Pergerakan ekumenis ini terwujud melalui aneka pertemuan di antara pemimpin Gereja, penyelenggaraan ibadat bersama dan khutbah di Gereja Lutheran di Roma; sedangkan gerakan dalam menciptakan kerukunan di antara umat beragama yang berbeda keyakinan dilakukan melalui kunjungan ke Sinagoga Yahudi, Mesjid Umayah di Damsyik dan acara doa bersama yang dihadiri oleh utusan dari semua agama di assisi. Derap perjuangan dirumuskan dalam ensiklik pertamanya tentang berbagai aspek penebusan dan pengutusan Gereja untuk berdialog dengan semua bangsa demi penyelamatan manusia, "Redemtoris Hominis".
2. Wafat dan Kanonisasi
Pada tanggal 31 Maret 2005, Paus Yohanes Paulus II mengalami situasi septic shock akibat dari penyebaran infeksi disertai demam tinggi dan menurunnya tekanan darah karena adanya infeksi di saluran kemih. Dalam situasi batas yang dialaminya ini, Kardinal Stanislaw Dziwisz, yang adalah sekertaris pribadinya memberikan sakramen Pengurapan Orang Sakit kepadanya.Â
Tanggal 2 April 2005, sekitar pukul 15:30 CEST, dia mengalami koma selama kurang lebih empat jam. Dia menghembuskan nafas terakhirnya di apartemen pribadinya pada jam 21:37 CEST akibat gagal jantung karena tekanan darah rendah serta penghentian perderaan darah. Dia meninggal dunia pada usia 85 tahun, 46 hari. Misa Requiem dipimpin oleh Joseph Kardinal Ratzinger yang pada saat itu menjabat sebagai dekan Dewan Kardinal. Misa penguburan ini dihadiri oleh 180 kardinal dari berbagai negara dan berbagai kepala negara.
Sembilan tahun setelah wafatnya, dia dikanonisasikan menjadi Santo. Landasan Gereja untuk memberikan gelar kudus kepadanya karena pri hidupnya dan aneka mukjizat yang terjadi dan dialami oleh kaum beriman yang sembuh dari sakit setelah berdia di pusarannya. Mukjizat kesembuhan pertama dialami oleh Sr. Marie Simon Pierre, biarawati Prancis dari Konggregasi Little Sister of Catholic Maternity Wards pada Mei 2008. Dia disembuhkan dari penyakit Parkinson yang dialaminya. Mukjizat kedua terjadi pada 2 April 2009. Seorang anak laki-laki Polandia yang menderita kanker ginjal dan tidak bisa berjalan disembuhkan dari penyakit yang dialaminya ini. Di samping kedia mukjizat ini, masih ada mukjizat lain yang terjadi dalam masa kepemimpinannya sebagai pemimpin tertinggi Gereja Katolik Roma. Data ini dimuat dalam artikel Miraculous Healing Attributed to Jhon Paul II, di majalah Love one Another, nomor 5 oleh Heights pada tahun 2005.
Pada tanggal 1 Mei 2011, Paus Benediktus XVI menganonisasikannya sebagai Beato di lapangan Basilika St. Petrus Roma. Akhirnya, dia dikanonisasikan sebagai orang Kudus bersama Paus Yohanes XXIII oleh Paus Fransiskus, pada 27 April 2014 di Basilika St. Petrus Roma pada hari minggu pertama setelah Paskah (Hari Kerahiman Ilahi).
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H