Mohon tunggu...
Rengga Yudha Santoso
Rengga Yudha Santoso Mohon Tunggu... Dosen - Lecturer and Writer

Tulisan yang baik, adalah tulisan yang dibaca, direnungi, dan direduksi sejauh mana rasionalitasnya bukan hanya sekedar menulis untuk dikutip namun tidak mengerti isinya - halalkiri.

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud Pilihan

Pancasila dan Pluralisme Spiritual: Ruang Bagi "Bertuhan Tanpa Agama" dan "Beragama Tanpa Tuhan" di Indonesia

8 Juli 2024   11:00 Diperbarui: 8 Juli 2024   16:54 53
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi Toleransi Beragama. Sumber gambar: Bing image creator

Kemudian, mengutip dari kajian atau dalil agama di Indonesia, antara lain:

  1. Islam:
    • Al-Qur'an Surat Al-Kafirun ayat 6: "Untukmu agamamu, dan untukku agamaku."
    • Al-Qur'an Surat Al-Baqarah ayat 256: "Tidak ada paksaan dalam (menganut) agama (Islam)."
  2. Kristen:
    • Matius 22:39: "Kasihilah sesamamu manusia seperti dirimu sendiri."
  3. Hindu:
    • Bhagavad Gita 4.11: "Jalan mana pun yang ditempuh manusia ke arah-Ku, semuanya Aku terima."
  4. Buddha:
    • Digha Nikaya III.130: "Hormati keyakinan orang lain seperti engkau menghormati keyakinanmu sendiri."
  5. Konghucu:
    • Lunyu XV.24: "Apa yang tidak ingin kau terima, janganlah kau lakukan kepada orang lain."

Selanjutnya penulis strukturkan dengan kajian teori yang mendukung, sebagai berikut:

  1. Teori Pluralisme Agama John Hick: Hick mengajukan bahwa berbagai tradisi agama adalah respons yang berbeda-beda terhadap Realitas Ultim yang sama. Ini sejalan dengan semangat Pancasila yang mengakui Ketuhanan tanpa membatasi pada satu interpretasi.
  2. Konsep Civil Religion Robert Bellah: Bellah mengusulkan bahwa masyarakat modern memerlukan "agama sipil" yang menyatukan warga negara terlepas dari afiliasi agama mereka. Pancasila dapat dilihat sebagai bentuk agama sipil Indonesia yang menjembatani perbedaan spiritual.
  3. Teori Keadilan John Rawls: Rawls menekankan pentingnya kesetaraan hak dan kebebasan dasar. Dalam konteks Indonesia, ini dapat diterapkan pada kebebasan beragama dan berkeyakinan yang dijamin oleh Pancasila.
  4. Pendekatan Capabilities Amartya Sen: Sen menekankan pentingnya kebebasan substantif individu untuk menjalani kehidupan yang mereka anggap berharga. Pluralisme spiritual dalam kerangka Pancasila sejalan dengan pendekatan ini, memungkinkan individu untuk mengekspresikan spiritualitas mereka secara bebas.

Meskipun bagi penulis dengan kondisi demikian, namun masih adanya relevansi dan kecenderungan tantangan kontemporer, sebagai berikut:

  1. Harmoni Sosial: Pluralisme spiritual yang dijiwai Pancasila dapat menjadi kunci untuk menjaga harmoni sosial di tengah keberagaman Indonesia.
  2. Pencegahan Radikalisme: Pemahaman yang inklusif tentang spiritualitas dapat membantu mencegah radikalisme dan ekstremisme berbasis agama.
  3. Tantangan Implementasi: Meskipun secara teoretis Pancasila mendukung pluralisme spiritual, implementasinya masih menghadapi tantangan, seperti diskriminasi terhadap kelompok minoritas atau penghayat kepercayaan.
  4. Dialog Antar-Iman: Pancasila dapat menjadi landasan untuk meningkatkan dialog antar-iman dan antar-kepercayaan, membangun pemahaman dan toleransi yang lebih baik.

"Bertuhan tanpa Agama" dalam Kerangka Pancasila"

Ilustrasi Kerukunan Ummat. Sumber gambar: Bing image creator
Ilustrasi Kerukunan Ummat. Sumber gambar: Bing image creator
Konsep "bertuhan tanpa agama" mengacu pada kepercayaan kepada entitas ilahi tanpa afiliasi dengan agama formal. Pada riset sebelumnya yang dilakukan, menunjukkan bahwa semakin banyak individu yang mengidentifikasi diri mereka sebagai spiritual tetapi tidak beragama (Taylor, 2016). Dalam konteks Indonesia, Pancasila memberikan ruang bagi kelompok ini untuk tetap berkontribusi pada masyarakat tanpa harus terikat pada praktik agama formal tertentu. Misalnya, mereka dapat menginterpretasikan nilai Ketuhanan yang Maha Esa sesuai dengan keyakinan pribadi mereka, selama hal itu tidak mengganggu ketertiban umum (Wahyudi, 2017).

Penulis memberikan poin analisis terhadap konsep "bertuhan tanpa agama" dalam konteks Pancasila dapat dilihat sebagai manifestasi dari pluralisme dan inklusivitas yang menjadi ciri khas bangsa Indonesia.

Meskipun Pancasila menekankan Ketuhanan Yang Maha Esa sebagai sila pertama, interpretasinya tidak terbatas pada agama-agama formal yang diakui negara, yaitu sebagai berikut:

  1. Pluralisme dan Inklusivitas: Pancasila, sebagai dasar negara, mengakui keberagaman keyakinan dan praktik spiritual di Indonesia. Ini termasuk mereka yang memiliki konsepsi ketuhanan yang tidak terikat pada agama formal.
  2. Kebebasan Beragama: UUD 1945 menjamin kebebasan beragama dan berkeyakinan. Ini dapat diinterpretasikan termasuk kebebasan untuk memiliki kepercayaan spiritual tanpa afiliasi agama formal.
  3. Kontribusi Sosial: Individu yang "bertuhan tanpa agama" tetap dapat berkontribusi pada masyarakat dan negara, selaras dengan nilai-nilai Pancasila lainnya seperti kemanusiaan, persatuan, kerakyatan, dan keadilan sosial.
  4. Tantangan Implementasi: Meskipun secara filosofis Pancasila memberi ruang, dalam praktiknya masih ada tantangan administratif dan sosial bagi mereka yang tidak berafiliasi dengan agama resmi.

Adapun dasar hukum dalam hal ini, yaitu sebagai berikut:

  1. UUD 1945 Pasal 29 ayat (2): "Negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agamanya masing-masing dan untuk beribadat menurut agamanya dan kepercayaannya itu."
  2. UU No. 1/PNPS/1965: Meskipun UU ini mengakui enam agama resmi, pasal 1 menyatakan bahwa agama-agama lain tidak dilarang sepanjang tidak melanggar hukum.
  3. Putusan MK No. 97/PUU-XIV/2016: Memungkinkan penganut kepercayaan untuk mencantumkan kepercayaannya di kolom agama pada KTP, membuka ruang pengakuan lebih luas terhadap kepercayaan di luar agama formal.

Selanjutnya, penulis memberikan hasil analisis dari beberapa dalil agama di Indonesia, yaitu sebagai berikut:

Meskipun konsep "bertuhan tanpa agama" tidak secara eksplisit dibahas dalam dalil agama-agama besar di Indonesia, beberapa prinsip dapat relevan:

  1. Islam: "Tidak ada paksaan dalam (menganut) agama" (Al-Baqarah: 256), menunjukkan pentingnya kebebasan berkeyakinan.
  2. Kristen: "Kasihilah sesamamu manusia seperti dirimu sendiri" (Markus 12:31), menekankan toleransi dan cinta kasih terlepas dari perbedaan keyakinan.
  3. Hindu: Konsep "Tat Tvam Asi" (Aku adalah Engkau, Engkau adalah Aku) mencerminkan kesatuan spiritual yang melampaui batasan agama formal.
  4. Buddha: Ajaran tentang "Ehipassiko" (datang, lihat, dan buktikan sendiri) mendorong pencarian spiritual personal.

Pada kondisi ini, penulis juga mengutip dan menyampaikan beberapa kajian teori yang didapatkan yang dianggap mewakili pemikirannya, yaitu sebagai berikut:

  1. Teori Sekularisasi: Peter Berger (1967) berpendapat bahwa modernisasi cenderung mengurangi peran agama dalam masyarakat, namun tidak menghilangkan spiritualitas.
  2. Post-Secular Society: Jrgen Habermas (2008) mengemukakan bahwa masyarakat modern harus mengakomodasi baik pandangan sekular maupun religius dalam ruang publik.
  3. Believing without Belonging: Grace Davie (1994) menggambarkan fenomena di mana individu mempertahankan kepercayaan spiritual tanpa afiliasi institusional.
  4. Spiritual but Not Religious (SBNR): Robert C. Fuller (2001) menganalisis tren meningkatnya individu yang mengidentifikasi diri sebagai spiritual tanpa mengikuti agama formal.
  5. Pancasila sebagai Open Ideology: Yudi Latif (2011) menafsirkan Pancasila sebagai ideologi terbuka yang dapat mengakomodasi perkembangan zaman dan keberagaman interpretasi, termasuk dalam hal spiritualitas.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun