Mohon tunggu...
Rendy Ariyanto
Rendy Ariyanto Mohon Tunggu... Lainnya - Menulis untuk mengerti

Semoga tulisan disini bermanfaat

Selanjutnya

Tutup

Money

Kondisi Ekonomi Negara Maju Mempengaruhi Kondisi Ekonomi Indonesia

19 Desember 2022   11:57 Diperbarui: 19 Desember 2022   15:26 157
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber: The Economist

Di penghujung 2022, kepastian masih membayangi perekonomian global, yang juga bisa berdampak ke Indonesia. Penting juga untuk memperhatikan kondisi global terutama negara dengan ekonomi yang besar seperti AS, China, dan Eropa. Negara-negara besar tersebut merupakan mitra dagang utama dari Indonesia. Selain itu, negara-negara tersebut juga merupakan negara maju yang merupakan alternatif tempat berinvestasi jika negara berkembang dipandang kurang menarik. 

Amerika Serikat

Dari AS, rilis data inflasi bulan November 2022 telah keluar kemarin turun menjadi 7,1% yoy setelah berada di angka 7,7% yoy di bulan sebelumnya. Inflasi terus membaik setelah mencapai puncaknya pada Juni 2022 di angka 9,1%. 

Meskipun begitu, The Fed diperkirakan akan tetap menaikkan suku bunga acuan pada bulan ini. Namun, berapa kenaikkan suku bunga The Fed pun masih menjadi diskusi bagi para pengamat, begitupun juga bagi pejabat The Fed. Sebagian berpandangan suku bunga sudah cukup intens dan inflasi sudah menunjukkan perlambatan walaupun masih diatas target The Fed sebesar 2%. 

Sebagian lagi berpendapat bahwa kenaikan suku bunga keenam berturut-turut dan kenaikan 0,75% keempat berturut-turut masih belum cukup untuk menekan inflasi ke target dan berharap inflasi tidak naik lagi setelah The Fed meringankan kenaikan suku bunganya. 

Salah satu pertimbangannya adalah inflasi sudah mulai berdampak pada tuntutan kenaikan gaji yang akhirnya kenaikan gaji tersebut justru meningkatkan inflasi lagi karena biaya yang dikeluarkan perusahaan untuk gaji meningkat. Selain itu, AS merupakan negara yang memiliki historis tingkat inflasi yang rendah sekitar 2%, seperti yang ditargetkan The Fed.

Pengaruhnya bagi Indonesia adalah jika The Fed masih tetap mempertahankan kenaikan suku bunga yang tinggi, pasar kemungkinan besar masih akan bertahan pada instrumen investasi di AS yang akhirnya melemahkan mata uang negara berkembang termasuk Indonesia. Untuk menjaga mata uang Rupiah tetap terkendali, BI juga menaikkan suku bunga acuan agar selisih atau spread dari instrumen investasi di AS dan Indonesia menipis dan dana yang keluar (capital outflow) ke AS tidak terlalu banyak. Selain itu kebijakan ini juga sekaligus menjaga inflasi maupun ekspektasi inflasi di Indonesia. Namun kebijakan ini dapat membuat ekonomi menjadi melambat karena meningkatkan biaya kredit. Selain capital outflow, Ekspor Indonesia ke AS juga mungkin terganggu karena daya beli masyarakat AS yang melemah karena inflasi.

Tiongkok

Di Tiongkok, masalah yang di hadapi bukanlah inflasi, melainkan kebijakan zero COVID-19 yang justru malah menimbulkan masalah baru karena menghambat kegiatan masyarakat bahkan mendapatkan protes karena kebijakan tersebut menimbulkan korban jiwa. Puncaknya aksi kerusuhan oleh karyawan yang terjadi di pabrik tempat produksi iPhone. 

Namun, kebijakan zero COVID-19 tersebut sudah mulai direnggangkan secara bertahap. Harapannya dengan melonggarnya kebijakan zero Covid-19, akan meningkatnya aktivitas ekonomi Tiongkok lalu memberikan angin segar bagi ekspor Indonesia khususnya non-migas. Sehingga Indonesia dapat kuat menghadapi ketidakpastian dan kemungkinan resesi di negara maju pada tahun 2023. Walaupun akhir-akhir ini kasus COVID-19 di Tiongkok kembali meningkat akibat pelonggaran.

Eropa

Pada benua Eropa juga terjadi masalah inflasi yang mana cukup mengkhawatirkan karena berkaitan langsung dengan harga energi. Berbeda dengan AS yang dapat memproduksi energi seperti minyak dan gas, Eropa sebagian besar bergantung kepada salah satu pelaku ketidakpastian di dunia, yaitu Rusia. 

Meningkatnya harga energi menjadi semakin mengkhawatirkan ketika Eropa saat ini sedang menghadapi kondisi musim dingin yang mana kebutuhan gas semakin tinggi. Dampaknya ke Indonesia adalah bisa jadi berkurangnya ekspor Indonesia ke Eropa karena permintaan yang turun karena daya beli melemah karena inflasi. 

Saat ini harga minyak mengalami pelemahan dibayangi oleh permintaan yang akan menurun karena resesi. Hal ini sedikit menguntungkan bagi Eropa dan negara-negara lain, walaupun harga minyak mungkin kembali naik karena aktivitas ekonomi Tiongkok yang mulai kembali meningkat. 

Perekonomian domestik melanjutkan tren penguatan yang tercermin dari sejumlah indikator konsumsi masyarakat yang tetap positif. Penjualan kendaraan bermotor, kredit konsumsi, maupun IKK masih berada tren yang optimis. 

Melihat kondisi ekonomi global terkini tersebut memberikan sinyal bahwa ketidakpastian masih berlanjut sampai 2023. Namun, beberapa perbaikan kondisi ekonomi di AS maupun Tiongkok memberikan asa bagi Indonesia dalam menyambut tahun 2023. 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun