"Allah menyelamatkan kami dua kali melalui dirimu, pertama ketika para penyerang itu tertutupi pandangannya karena dirimu, yang kedua tentu saja..." Dalem melihat ujung belakang tabung yang terlihat menghangus tetapi bukan karena diserang musuh.
      "Api mu yang mendorong kami ke sini, membuat para cecunguk itu kaget bukan kepalang..." senyumnya tersungging, ia teringat sesuatu.
      "Ah, aku lupa, kau juga membantu menerbangkan Abdi sehingga ia tidak perlu naik ke atas layar untuk terbang hingga bibir pantai..."
      "... Alhamdulilah..."
      Kedua, dilihatnya pria tua yang kini terlihat sangat kelelahan, namun dengan tatapan tajam yang tidak berkurang. Ia bersyukur, komandan perang terbaik mereka malam ini tidak kurang satu apapun jua. Gurunya dan Abdi, yang memang membuat kejutan sejak di Malaka.
      "Kalau tidak ada beliau entah apa jadinya..." dilihatnya deretan tubuh-tubuh yang roboh diantara dia dan Imam Hassan. Mata pria tua itu menatap hal yang sama ke arah laut lepas, dan Dalem tahu ia pastilah merasa lega sekali melihatnya.
      Pandangan Dalem melihat ke arah yang sama dengan Imam Hassan. Semua bersyukur, setelah sholat subuh tadi benar-benar terasa energi telah kembali meskipun dengan kantuk yang tak tertahankan, bahkan Dalem sempat melihat beberapa prajurit yang sudah tertidur bersandar di dinding kayu ketika ia kembali ke buritan untuk melihat kapal-kapal Mataram menuju ke tengah laut, itulah alasan ketiga.
      "Alhamdulillah, yang itu layarnya putih.. Alhamdulillah..." Dalem melihat ke sebuah kapal yang berada tepat di tengah rombongan kapal Mataram. Tak sadar ia tersenyum dan berniat hendak merebahkan diri sebelum suara dari belakang mengagetkannya,
      "Itu milik Diponegoro, iya kan Dalem?"
      "Ah! I.. iya.. benar er.. Imam Hassan.. Anda tidak apa-apa!?" ia melihat Imam Hassan berjalan ke arahnya ditemani empat orang prajurit.
      "Jangan khawatir Dalem, memang sudah menjadi tugasku nak..."