Mohon tunggu...
Rendy Artha Luvian
Rendy Artha Luvian Mohon Tunggu... Penulis - Staf Diseminasi Informasi Iklim dan Kualitas Udara BMKG, anggota FLP (Forum Lingkar Pena)

Menulis adalah membangun Peradaban

Selanjutnya

Tutup

Cerbung Pilihan

Catatan Abdi Dalem (Bagian 31, Kobaran Api) - Serangan Balik

21 April 2024   11:27 Diperbarui: 21 April 2024   11:28 104
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi: freepik.com

            "Gila, mereka bisa dikepung lagi, kapal-kapal hitam itu sekarang sudah dekat sekali!" ucap prajurit di sebelahnya.

            "Tenang prajurit, bukankah tadi kau yang bilang sabar, InsyaAllah akan kita hantam mereka setelah ini!" keyakinan nampak di raut muka Abdi ketika ia mengucapkan kalimat itu, percaya sepenuhnya kepada Imam Ibrahim Hassan, kapten kapal sekaligus gurunya. Tangannya segera memegang meriam dari sebelah kiri, bersiap membantu prajurit di sebelahnya untuk mendorong meriam maju ke bibir pantai bila sinyal kedua dinyalakan.

            Tak berapa lama kemudian kapal yang terbakar itu kembali diserbu dari utara, kali ini terlihat jelas ada enam kapal hitam besar yang mengejar. Tak nampak ketakutan di wajah-wajah yang terus bertahan di atas kapal, hanya nafas yang terdengar terengah-engah karena kecapaian. Namun mereka sadar pertempuran belum usai, di dek belakang Dalem berhasil memimpin prajurit Samudera menguasai kembali peralatan andalan mereka untuk dapat lolos. Beberapa prajurit terlihat membawa pemantik, bersiap, menunggu sinyal yang ternyata memang datang tak lama kemudian. Suara ledakan Rentaka kembali terdengar, kali ini berasal dari samping kapal ke arah enam kapal hitam raksasa yang mengejarnya. Berkali-kali, yang dibalas pula oleh meriam dari kapal-kapal hitam raksasa itu. Di dek depan, pria tua yang sangat dihormati oleh seluruh prajurit Samudera akhirnya menurunkan telapak tangan kirinya dan menembakkan Rentaka ke langit di atas, memunculkan sekilas cahaya yang amat terang. Dentuman rentaka itu disusul oleh suara seperti membelah udara dari dek belakang, memunculkan sinar jingga yang mendorong kapal kembali untuk maju, memaksa keenam kapal yang mengejarnya untuk juga menyusuri bibir pantai. Tak perlu menunggu lama, ketika keenam kapal berjejer di depan bibir pantai layaknya domba yang berbaris rapi terdengarlah tiupan terompah yang kedua.

            Gelap! Itu yang dirasakan semua yang berada di situ, baik kawan maupun lawan selama beberapa lama. Mercusuar telah mati, hanya terlihat kapal yang dimakan api di depan. Namun api itu kini tak sendiri, dimulai dari ujung selatan tempat Abdi berdiri hingga mercusuar, secara berurutan munculah api di udara, di tengah pantai, bahkan di bukit atas karang. Mereka yang mendengar perintah 'Andang Api' segera menyalakan obornya, pantai dipenuhi nyala yang membara di mana-mana. Keenam kapal agak melaju pelan, seperti terkejut melihat kobaran api di sepanjang pantai. Menggetarkan seluruh jiwa yang ada di dalamnya dan menciutkan nyali mereka untuk meneruskan penyerangan. Sayangnya kejutan tak terhenti sampai di situ, suara ledakan yang lebih besar dari rentaka memenuhi seluruh bibir pantai, tepat di depan keenam kapal yang melambat. Percikan api terlihat dari ujungnya, membuat lubang-lubang yang cukup besar di badan kapal hitam, memperlihatkan isinya yang hanya kayu biasa. Tak hanya sekali, ledakan seluruh meriam di bibir pantai terdengar hampir bersamaan sebanyak tiga kali, menghancurkan satu sisi kapal hitam. Tak bisa membalas karena posisi meriam mereka yang berada di samping ikut terkena tembakan, akhirnya keenam kapal hitam itu mengambil jalan lagi untuk kembali ke laut.

            Suara takbir membahana di sepanjang pantai, di karang, dan di atas mercusuar. Benar-benar membuat siapapun yang menyerang dan berada di dalam kapal-kapal hitam itu gemetar ketakutan. Beberapa tembakan menyusul mengenai dek belakang ketika kapal-kapal itu berbalik arah. Dari kapal hitam itu jika para musuh melihat melalui dek belakang, maka akan terlihat ratusan nyala api seperti dihidupkan dari ujung selatan hingga utara, bahkan di atas bukit. Memperlihatkan susunan kobaran api yang berbaris rapi dan siap menerkam mereka apabila berani mendekat kembali.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerbung Selengkapnya
Lihat Cerbung Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun