"Harusnya bisa jadi umpan untuk nyari ikan sih ini, tapi ya.. daripada paginya banyak belatung..." ucap Dalem.
      "Ya sudah ayo.. Eh.. KAMI KE BURITAN!" mulut Abdi diarahkan ke jendela yang masih terbuka, entah orang di luar mendengar atau tidak tetapi Abdi langsung menutup jendela setelahnya dan membantu Dalem mengumpulkan sampah untuk dibuang keluar.
      Tangga ke bawah menuju buritan tak jauh dari dapur, Dalem memanjat terlebih dahulu disusul Abdi yang lalu melemparkan sampah makanan dalam karung kepadanya. Ternyata di luar ada empat orang penjaga sedang bersantai, dua diantaranya bangun untuk membantu Dalem membuang sampah makanan yang segera menjadi rebutan ikan di laut.
      "Semua ngumpul di sini ya?" Abdi duduk menikmati pemandangan, dari jauh tampak tiga kapal di belakang mereka melaju ke depan seperti mengejar tapi tak pernah sampai.
      Hampir setengah jam Abdi melihat Dalem asyik mengobrol dengan penjaga pertama sambil membuang sampah. Abdi sendiri asyik menikmati angin malam yang begitu dingin ditemani penjaga kedua, sementara itu penjaga ketiga dan keempat sudah tertidur di sampingnya. Abdi pun tergoda, direbahkan tubuhnya ke arah langit dan dilihatnya formasi bintang yang begitu indah di utara, selatan, barat, dan timur. Mengingatkannya saat-saat berada di Kapal Pinisi Mataram, buku catatan yang hampir penuh sekarang, hingga obrolannya dengan Kapten Sudirman tentang hukum ta'zir. Malam pun terasa amat gelap bagi Abdi, segelap warna hitam yang menyelimutinya sesaat kemudian.
~
      Ada perasaan aneh yang dirasakan Abdi, entah kenapa ia merasa begitu tak nyaman. Seperti ada suara-suara yang sangat kecil mengganggunya. Tiba-tiba udara terasa menusuk dengan cara yang tak biasa, hidungnya seperti mencium bau asap tetapi samar dan berasal dari tempat yang jauh. Ia pun terbangun dan segera menegakkan punggung, entah rasa tak nyaman ini berasal dari mana. Dilihatnya sekeliling ternyata semua penjaga yang ada tadi tertidur, dua di posisi yang sama sebelum ia tertidur tadi, satu orang di sampingnya dan ia melihat siluet Dalem persis dibalik ruang dapur, badannya menghadap samping ke arah Abdi ditemani penjaga yang tadi mengobrol dengannya. Melihat sekeliling, Abdi menjauhkan jarak pandang, di barat ia melihat langit seperti tertutup awan tebal, mungkin hujan akan segera datang. Tak ingin segera membangunkan kelima orang yang bersamanya, ia memutuskan ke samping kapal untuk melihat dengan lebih jelas.
      Sambil berjalan menuju samping kapal, Abdi melihat ke arah depan buritan, tiga kapal di belakang sudah tak nampak, namun cahaya yang berkelap-kelip seperti berkobar dari jauh menandakan mereka masih berlayar di belakang. Abdi melanjutkan langkahnya, ombak seperti bergemuruh dengan keras tapi pandangannya fokus ke lantai, takut goyangan kapal akan menjatuhkannya ke laut di sebelah kanan. Dilihatnya di depan dek bagian kanan kapal yang kosong. Hatinya agak tenang, tapi sepertinya ada sesuatu yang tidak beres. Pandangannya agak ke atas, dilihatnya awan hitam sudah ada di depan, ah benar sebentar lagi akan hujan, begitu pikirnya dan segera berbalik kembali ke arah buritan belakang. Dilihatnya lagi sekilas ke arah depan dengan mata agak menyipit kemudian pandangannya kembali ke arah buritan. Sekilas Abdi melihat sesuatu yang besar di kiri. DEG! Jantungnya terasa mau copot, ia tak berani melihat ke kiri, ke arah laut. Entah kenapa di pandangannya ada sesuatu yang ganjil. Meskipun malam hari tapi Abdi yakin pasti bisa membedakan mana khayalan dan mana kenyataan. Belum berani menoleh ke kiri, ia mulai berpikir sambil melihat ke arah lantai di bawah, pelan-pelan diarahkannya pandangan ke buritan kapal lalu ke arah tiga kapal di belakang. Posisi kapal di belakang kok seperti lebih jauh dari sebelumnya ya? Kesadarannya mengumpul tiba-tiba, hatinya sedikit khawatir, otot leher belakangnya naik.
      Ditolehkannya kepala ke arah kiri dan terlihat seperti hanya hitam tak ada apa-apa, kemudian dengan cepat ke arah depan atas, awan yang membumbung tinggi di arah depan kapal, terasa amat dekat sekali seperti asap, bukan awan tetapi asap. Hatinya mencelos, ia menunduk otomatis dan berpikir cepat. Di samping kapal tidak ada apa-apa, bahkan laut yang luas dan bintang di atas tidak kelihatan, bukankah mereka ada di tengah, harusnya ada satu kapal lagi di samping. Apa kapalnya terlalu dekat? Jadi tidak terlihat apa-apa, karena tertutupi oleh badan kapal! Agak tenang, Abdi memberanikan diri untuk memutar arah dan kembali berjalan ke arah depan kapal sambil berjongkok. Perlahan ia dapat mencapai bagian depan kapal, dilihatnya ke atas ternyata memang asap dan asalnya dari bagian bawah kapal.
      Tunggu dulu berarti ada yang terbakar di sebelah samping depan bagian bawah kapal, begitu pikir Abdi ketika melihat asap mulai muncul dari bawahnya. Ia memberanikan diri untuk berdiri dan bersiap berteriak mengingatkan, dalam pikirannya masih terpetakan kapal Samudera yang mungkin terlalu dekat karena arah kapal yang agak bergeser. Tapi dari mana asap itu berasal?
      Sekejap ia memberanikan diri melihat ke arah samping kapal lagi, tak terlihat apa-apa, tapi begitu dilihatnya ke arah atas Abdi langsung mengenali layar yang bergoyang tertiup angin serta kayu yang menopangnya. Bulu kuduknya berdiri, hatinya seketika dipenuhi rasa takut, keringat dingin seakan mau mengucur keluar dari tubuhnya. Kapal itu besar sekali.