"Saya rase bise dimulai Komandan..." hening sejenak, Sultan Mahathir duduk di kursinya.
      "Tapi sebelumnye saya ucapkan banyak terima kasih kepade Abdi.. dan Dalem.. kerana menyelamatkan Mudzaffar," Sultan Mahathir tersenyum kepada Abdi dan Dalem yang dibalas keduanya dengan agak canggung dengan sedikit anggukan.
      "Baiklah. Bismillahirrahmanirrahim. Semoga Allah SWT selalu melimpahkan rahmat dan hidayahnya kepada semua yang berada di ruangan ini. Sultan Mahathir..." Imam Hassan mengangguk singkat ke arah depan.
      "Dan para penasehat serta petinggi Kerajaan Malaka," secara singkat melihat ke arah kiri dan kanan Sultan.
      "Serta Komandan Ario Damar dari Kesultanan Palembang Darussalam dan beberapa wakil dari Kerajaan Ternate dan Tidore di Mamluk," Imam Hassan melihat ke arah kiri dan kanannya.
      "Alhamdulillah Allah SWT mengumpulkan kita semua di tempat ini dalam keadaan sehat wal afiat tanpa kurang sesuatu apapun."
      "Kejadian kemarin cukup mengejutkan. Namun bukan karena hal itu alasan awal mengapa kita semua ada di ruangan ini."
      "Pertemuan ini sudah dari awal kita sepakati bersama. Samudera, Palembang Darussalam, dan Malaka."
      "Namun dikarenakan kejadian yang tak terduga kemarin, terpaksa kita harus menambah beberapa orang untuk ikut di dalam pertemuan. Ah, jangan merasa tidak enak karena itu" Imam Hassan melihat ke arah Abdi dan Dalem yang bergerak tak nyaman di tempat duduknya kemudian ke arah wakil dari Kerajaan Ternate dan Tidore.
      "Pertama," Imam Hassan mengambil secarik perkamen tebal dari meja dan mengangkatnya ke atas.
      "Ini adalah alasan utama kenapa kita berkumpul di sini," perkamen itu seperti terbuat dari bahan cukup tebal dan tahan lama jika dijadikan lukisan.