Itulah usaha yang harus ditingkatkan, bagaimana suara-suara kerikil tadi bisa sedikit berkilau, meski jika dianalogikan menggunakan kata-kata bijak di paragraph pertama dan kedua akan sangat jauh sekali perbedaan antara suara kerikil dan suara berlian. Lagipula di masa-masa sekarang ini, yang penuh dengan tipuan, susah membedakan mana suara berlian yang asli dan mana suara berlian jadi-jadian, yang hanya nampak indah di luarnya saja dan dari jauh, namun sangat kasar jika dilihat dari dekat dan di dalam hanya ada kerikil hitam.
      Hal di atas sudah diimbangi sebetulnya dengan lahirnya 'era informasi'. Ada yang mengatakan tidak perlunya suara berlian yang mewakili rakyat karena informasi mudah didapat sekarang ini, hanya rasa malas saja yang sebenarnya membuat suara kerikil tak bisa menjadi suara berlian. Sayangnya, kenyataan di lapangan masih jauh dari harapan, mereka yang memilih lagi-lagi tak begitu mengenal dan mengetahui betul siapa yang mereka pilih. Lagipula data-data yang disuguhkan di internet kini belum tentu serratus persen bisa dipercaya dan benar adanya.
      Begitulah, sehingga apa yang disebut sebagai 'pencitraan' menjadi senjata yang mematikan. Media-media bisa jadi juga dimanfaatkan sebagai 'senjata politik' untuk menggerakkan pemilih, memberikan pencitraan, bahkan juga untuk menghapus 'dosa dan keburukan', serta menutup-nutupi kenyataan. Semoga saja media-media di Negeri ini masih bisa istiqomah memperjuangkan kebenaran, tidak menjadi 'alat politik' dan kepanjangan tangan penguasa seperti kebanyakan  terjadi di barat.
       Sebagai penutup, penulis sendiri masih berpikir dan masih terus mencerna ucapan bijak orang-orang tua di awal tulisan tadi. Misalkan saja di zaman ini yang sangat susah mencari suara yang dikategorikan berlian untuk menjadi wakil, benarkah kita sudah berusaha semaksimal mungkin untuk mencarinya? Lalu bukakah para penjahat akan menemukan suara setan sebagai wakilnya? Bukankah para maling itu akan menemukan koruptor sebagai wakilnya? Lalu bagaimana dengan orang-orang tidak tahu tapi hatinya masih bersih dan putih? Siapa wakil-wakil terbaik mereka?
      Sayang, tidak ada nama Abdullah Gymnastiar, Adi Hidayat, Abdul Somad, atau Ainun Najib yang pasti dengan mudah saya pilih untuk mewakili suara saya sebagai rakyat. Atau saya saja yang tidak mendengar mereka merekomendasikan nama, siapa-siapa saja yang harus dipilih menjadi wakil rakyat?
Ah, hanya berandai-andai, suara-suara berlian itu jika disandingkan pastilah bisa menemukan mutiara yang bersinar diantara samudera luas. Bukankah dalam urusan memilih memimpin, kita mengharapkan yang memiliki kualitas terbaik bukan dari hasil yang terbanyak? Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H