Pada akhirnya mereka-mereka yang sudah membawa ideologi secara mantaplah yang bisa mempengaruhi dan membentuk kelompok-kelompok di dalam 'lapangan'.Â
Kelompok-kelompok yang dipimpin oleh mereka-mereka yang memiliki ideologi yang kuat ini akhirnya membagi-bagi lapangan tadi menjadi beberapa bagian untuk menjadi tempat 'bermain' masing-masing.Â
Lama-kelamaan, kelompok-kelompok yang memegang ideologi ini akhirnya mengenal satu dengan yang lainnya dan sekali lagi proses integrasi, kompetisi, maupun kolaborasi akan terjadi.
Dari penjelasan sederhana di atas, seharusnya kita sudah mengerti apa 'wilayah sosial budaya' yang dimaksud. Wilayah sosial budaya ini adalah wilayah yang tak nampak, yakni yang berkaitan dengan nilai-nilai kemanusiaan, norma, perilaku, pemikiran, serta gagasan.Â
Hal-hal inilah yang bertarung satu sama lain yang akhirnya membentuk karakter suatu masyarakat. Secara tradisional, hal-hal tersebut dibawa oleh mereka yang memiliki pengetahuan lebih dengan kata-katanya, ceramahnya, atau yang paling efektif adalah dengan buku-buku yang ditulisnya.
Sejarah membuktikan keampuhan Buku Mein Kamf, yang memunculkan kembali kebanggan sebagai bangsa arya, yang akhirnya membuat Jerman gelap mata karena kesombongannya sehingga secara gegabah menyerang 'beruang tidur' di utara.Â
Sebuah serangan yang memusnahkan sendiri wilayah 'sosial dan budaya'nya sehingga harus saling memusuhi satu sama lain. Jerman Barat dan Jerman Timur baru bisa Bersatu kembali setelah 51 tahun dipisahkan oleh dua ideologi buatan, yakni pada 3 oktober 1990.
Bagi mereka-mereka yang dekat dengan Tuhan, selalu bisa 'membaca' hal-hal yang tidak nampak, bahwa ada 'bagian dari setan' di 'permaianan' dan 'pertempuran' wilayah sosial budaya tadi.Â
Mereka yang jeli pasti bisa melihat bahwa komunisme dan demokrasi kala itu hanya untuk membawa seluruh bangsa di dunia ke dalam imperialisme modern.Â
Sejak saat itu dunia mengenal apa yang dinamakan dengan 'global civilization' atau 'peradaban global'. Manusia-manusianya berkomunikasi dengan satu bahasa, yang menjadi standar universitas-universitas hampir di seluruh dunia.
Jadi, ketika menjadikan seorang sarjana yang akan kembali ke wilayah asalnya dulu, ia akan menjadi pemimpin dan secara sadar maupun tidak akan mengajarkan cara hidup yang sama yang juga dianut mereka yang menjadi bagian dari 'global society' atau 'masyarakat global'.