Mohon tunggu...
Rendy Artha Luvian
Rendy Artha Luvian Mohon Tunggu... Penulis - Staf Diseminasi Informasi Iklim dan Kualitas Udara BMKG, anggota FLP (Forum Lingkar Pena)

Menulis adalah membangun Peradaban

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Permainan dan Pertempuran di Wilayah Sosial Budaya

22 Januari 2024   12:14 Diperbarui: 26 Januari 2024   09:30 1035
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pada akhirnya mereka-mereka yang sudah membawa ideologi secara mantaplah yang bisa mempengaruhi dan membentuk kelompok-kelompok di dalam 'lapangan'. 

Kelompok-kelompok yang dipimpin oleh mereka-mereka yang memiliki ideologi yang kuat ini akhirnya membagi-bagi lapangan tadi menjadi beberapa bagian untuk menjadi tempat 'bermain' masing-masing. 

Lama-kelamaan, kelompok-kelompok yang memegang ideologi ini akhirnya mengenal satu dengan yang lainnya dan sekali lagi proses integrasi, kompetisi, maupun kolaborasi akan terjadi.

Dari penjelasan sederhana di atas, seharusnya kita sudah mengerti apa 'wilayah sosial budaya' yang dimaksud. Wilayah sosial budaya ini adalah wilayah yang tak nampak, yakni yang berkaitan dengan nilai-nilai kemanusiaan, norma, perilaku, pemikiran, serta gagasan. 

Hal-hal inilah yang bertarung satu sama lain yang akhirnya membentuk karakter suatu masyarakat. Secara tradisional, hal-hal tersebut dibawa oleh mereka yang memiliki pengetahuan lebih dengan kata-katanya, ceramahnya, atau yang paling efektif adalah dengan buku-buku yang ditulisnya.

Sejarah membuktikan keampuhan Buku Mein Kamf, yang memunculkan kembali kebanggan sebagai bangsa arya, yang akhirnya membuat Jerman gelap mata karena kesombongannya sehingga secara gegabah menyerang 'beruang tidur' di utara. 

Sebuah serangan yang memusnahkan sendiri wilayah 'sosial dan budaya'nya sehingga harus saling memusuhi satu sama lain. Jerman Barat dan Jerman Timur baru bisa Bersatu kembali setelah 51 tahun dipisahkan oleh dua ideologi buatan, yakni pada 3 oktober 1990.

Bagi mereka-mereka yang dekat dengan Tuhan, selalu bisa 'membaca' hal-hal yang tidak nampak, bahwa ada 'bagian dari setan' di 'permaianan' dan 'pertempuran' wilayah sosial budaya tadi. 

Mereka yang jeli pasti bisa melihat bahwa komunisme dan demokrasi kala itu hanya untuk membawa seluruh bangsa di dunia ke dalam imperialisme modern. 

Sejak saat itu dunia mengenal apa yang dinamakan dengan 'global civilization' atau 'peradaban global'. Manusia-manusianya berkomunikasi dengan satu bahasa, yang menjadi standar universitas-universitas hampir di seluruh dunia.

Jadi, ketika menjadikan seorang sarjana yang akan kembali ke wilayah asalnya dulu, ia akan menjadi pemimpin dan secara sadar maupun tidak akan mengajarkan cara hidup yang sama yang juga dianut mereka yang menjadi bagian dari 'global society' atau 'masyarakat global'.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun