Mohon tunggu...
Rendy Artha Luvian
Rendy Artha Luvian Mohon Tunggu... Penulis - Staf Diseminasi Informasi Iklim dan Kualitas Udara BMKG, anggota FLP (Forum Lingkar Pena)

Menulis adalah membangun Peradaban

Selanjutnya

Tutup

Filsafat Pilihan

Ambiguitas Ideologi dan Fungsinya sebagai Alat bagi Penguasa

2 Januari 2024   12:20 Diperbarui: 2 Januari 2024   12:20 174
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Penguasa dan ideologi. Sumber: freepik.com

           Berbicara mengenai ideologi tentu sudah tak asing lagi bagi kita semua manusia Indonesia. Baik di sekolah maupun tempat kerja terutama yang melekat kepada negara dan pemerintah, Pancasila masih dijadikan sebagai simbol-simbol di berbagai institusi tempat kita berusaha mencari nafkah setiap harinya. Dalam prakteknya yang paling kentara dan selalu dibesar-besarkan adalah toleransi, bagaimana manusia-manusia yang ada di dalam tempat tersebut dapat menjalankan apa yang datang dari Tuhannya masing-masing untuk beribadah di sela-sela kesibukannya. Saat berdoa untuk makan, pelaksanaan ibadah saat istirahat, maupun di hari-hari besar yang tentu akan mempengaruhi jadwal cuti bagi masing-masing orangnya.

            Orang-orang yang bekerja ini tidak sepenuhnya memahami secara utuh nilai-nilai Pancasila. Mereka pada umumnya hanya secara spasial memahami gambaran apa itu Ideologi Pancasila, tidak begitu mengerti butir-butir yang dikandungnya atau bahkan hanya hafal sebagian dari kelima silanya saja. Apa yang ada di dalam dada dan pikirannya lebih banyak diisi dengan kesibukan keseharian dalam mencari uang, lebih kepada mengikuti gaya hidup dibandingkan dengan memenuhi kebutuhan sehari-hari. Hal yang lumrah terutama bagi mereka yang sudah mendapat penghasilan jauh lebih besar daripada nilai Upah Minimum Regional - nya (UMR).

            Secara wajar pula mereka hanya mengikuti saja jika ada yang berbicara atau membahas mengenai ideologi. Pancasila bagi mereka tak ubahnya simbol belaka, yang memberikan manfaat ketika wawancara kerja (terutama di instansi-instansi pemerintah), ketika berhadapan dengan pejabat pemerintah, atau mengurus segala sesuatunya yang berhubungan dengan bisnis dan kepentingan yang mereka usahakan. Ideologi selalu menjadi lambang dan kata-kata fana yang bisa memberikan kemulusan jalan, setelah uang tentunya yang menjadi alat terbesar dalam mempengaruhi seseorang.

              Lalu ada orang-orang yang beribadah, bekerja, dan berusaha mengikuti apa yang diperintahkan Tuhan kepadanya. Mereka mengikuti apa-apa yang dituntunkan oleh agamanya masing-masing. Ketika terjadi konflik antara satu sama lain yang berbeda agama barulah mereka bertoleransi dan bermusyawarah untuk menemukan solusi bagi kebaikan semua.  Dalam prakteknya mereka lebih banyak mengidentifikasikan ideologi Pancasila sebagai alat negara saja ketimbang falsafah hidup bersama.

              Mereka yang benar-benar mengerti nilai-nilai Pancasila biasanya berasal dari institusi-institusi negara terutama yang bersifat militer. Melalui pendidikan yang keras dan disiplin, Pancasila tertanam secara kuat di pikiran, namun entah di hatinya. Karena tak jarang, para pejabat-pejabat negara, meskipun itu dari kalangan militer dalam prakteknya tetap saja menggunakan kekuasaan secara sewenang-wenang dan tak bisa lepas dari korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN). Meskipun mereka dikenal kuat pemahaman ideologinya, namun apa yang ada di dalam hati dan keinginan orang yang berkuasa tersebut tetap menjadi sebuah misteri.

            Ada sebuah pertanyaan menarik, Hak Azazi Manusia dibatasi oleh apa oleh Pancasila? Misal kita bebas untuk melakukan sesuatu, berhubungan seks atas dasar suka sama suka misalnya. Apakah hal tersebut diperbolehkan begitu saja? Atau ada pertimbangan-pertimbangan lain yang menjadi landasan untuk melakukan  tindakan? Bila batasannya adalah Hak Azazi Orang lain atau merugikan orang lain bukankah hal tersebut malah justru tidak menjadi sebuah persoalan yang berarti karena dilakukan atas dasar suka sama suka?  

Ambiguitas Ideologi, Alat untuk Menguasai dan Mempengaruhi

             Sejatinya ideologi itu bergantung kepada siapa yang berkuasa saat itu, karena hanya mereka yang berkuasa yang bisa menerjemahkan ideologi sesuai dengan apa yang diinginkannya. Ideologi itu akan diterjemahkan ke dalam bahasa-bahasa hukum untuk kemudian mengatur kehidupan berbangsa dan bermasyarakat. Meskipun ketika rakyat atau netizen masih memiliki banyak pengaruh para penguasa itu tentu masih bisa dipengaruhi dengan kekuatan massa.

Baca juga: Pesan Kehidupan

              Dalam sejarah kita diajarkan beragam bentuk Idealisme yang akhirnya banyak menggerus keyakinan atau idealisme alami dan dasar manusia itu sendiri, yakni yang berasal dari Tuhan dalam bentuk agama-agama yang dianut. Pasca runtuhnya Kekhalifahan setelah perang dunia pertama, dunia lebih banyak mengenal prinsip-prinsip hidup sekuler. Islam yang juga merupakan sebuah ideologi harus mengalah ketika Demokrasi dan Komunisme akhirnya bertarung di panggung terdepan dunia kala itu. Dunia nasrani sendiri sudah tertinggal jauh sebelumnya saat reformasi gereja di eropa. Kebanyakan penduduk dunia lalu terjebak dalam 'dunia baru' yang memisahkan kehidupan pemerintah dan bernegara dengan kehidupan beragama.

            Komunisme secara umum dapat dimaknai sebagai ideologi tanpa kelas di masyarakat sehingga mereka yang bodoh dan pintar dianggap sama, mereka yang memiliki modal dan tidak dianggap sama, dan menghapuskan kedudukan yang sudah dimiliki oleh anggota masyarakat sebelumnya. Alat produksi dan segala aturannya dipegang oleh negara, hal yang akhirnya membuat negara-negara yang menganut komunisme menjadi tidak berbeda dengan negara-negara para diktator. Kekuasaan negara hanya berada pada tangan sekelompok orang tertentu saja.

            Demokrasi sendiri menjadi pemenang pada akhirnya karena menyelipkan satu hal yang tak ada dalam komunisme, kebebasan. Komunisme yang mengedepankan kesetaraan kalah dengan demokrasi yang memberikan harapan akan kebebasan. Perasaan tentindas kala itu, yang banyak dirasakan oleh manusia-manusia di seluruh dunia akhirnya mengarahkannya lebih kepada keinginan untuk bebas ketimbang setara.

            Sayang pada prakteknya demokrasi lebih dijadikan sebagai alat supaya dunia ketiga saat itu mengikuti dunia pertama. Dunia pertama tentu adalah Amerika Serikat, Britania Raya, dan sekutunya. Dunia kedua adalah Uni Soviet, Tiongkok, dan sekutunya. Lalu Anda bisa menebak kan apa itu Dunia ketiga?

            Dunia Ketiga merujuk kepada negara-negara yang sebagian besar mengalami kolonisasi di wilayah seperti Afrika, Amerika Latin, Oseania, dan Asia. Istilah ini juga sering dikaitkan dengan anggota Gerakan Non-Blok. Menurut teori ketergantungan yang dikemukakan oleh para pemikir seperti Ral Prebisch, Walter Rodney, Theotonio dos Santos, dan Andre Gunder Frank, Dunia Ketiga dianggap sebagai kelompok negara "pinggiran" yang cenderung dikuasai oleh negara-negara "inti" dalam struktur ekonomi global. Dalam konteks ini, negara-negara pinggiran tersebut menghadapi ketidaksetaraan ekonomi yang dihasilkan oleh sistem ekonomi dunia.

             Jadi bisa disimpulkan secara garis besar, ideologi Demokrasi diusung oleh Dunia Pertama yakni Amerika Serikat, Inggris, dan sekutu yang memenangkan perang dunia kala itu.  Sedangkan ideologi Komunisme diusung oleh Dunia Kedua yakni Uni Soviet, Tiongkok, dan sekutunya. Sedangkan dunia ketiga menjadi ladang pertempuran antara keduanya untuk diperebutkan.

             Apa arti dunia ketiga? Berjalannya pengaruh masing-masing Dunia saat itu karena penguasaan terhadap dunia ketiga berarti juga jaminan terhadap sumber daya yang besar termasuk diantaranya yang paling terpenting adalah ekonomi. Pasar terhadap barang-barang produksi yang dihasilkan juga terjamin dengan sangat baik. Dunia ketiga lalu juga mendapatkan eksploitasi yang sangat raskus dari mereka-mereka yang berada di kalangan elite.

             Nah, dari sini kita bisa secara singkat melihat gambaran bagaimana ideologi digunakan sebagai alat untuk mempengaruhi dan menguasai. Di dunia modern, demokrasi lebih banyak digunakan oleh Barat untuk menjaga kepentingannya sendiri. Mulai dari mempengaruhi pemerintahan negara-negara lain, menguasai perdagangan minyak bumi dan sumber-sumbernya, hingga invasi ke Timur Tengah serta menyebarkan konsep terorisme sebagai musuh demokrasi.

Ideologi sejati

            Masih ingat pertanyaan di atas? Bagaimana kalau terjadi hubungan seks suka sama suka? Dasar apa yang digunakan? Apakah moral?

            Sebelum menjawabnya kita kembali lagi ke Pancasila, yakni sila pertama, Ketuhanan Yang Maha Esa. Nah, di sila pertama ini sudah jelas sebenarnya bahwa seluruh aktivitas yang dilakukan oleh manusia harus berdasarkan ketuhanan. Sehingga seluruh sila berikutnya yakni Kemanusiaan, Persatuan, Kerakyatan, hingga Keadilan Sosial harus berdasarkan atas Ketuhanan.

            Hal ini menjelaskan bahwa agama yang dianut oleh pemeluknya, yang diturunkan oleh Tuhan yang menjadi batasan, bukan atas pendapat manusia. Pendapat manusia bisa berbeda-beda namun apa yang diturunkan Tuhanlah yang menjadi ukuran benar dan salahnya. Pertanyaan lain muncul, bagaimana dengan mereka yang berbeda agama? Itulah pentingnya keberadaan pemimpin yang adil dan bijaksana.

            Pemimpin menjadi teladan dalam suatu negeri, bisa saja ia menjatuhkan hukuman sesuai agama yang dianutnya atau bisa juga dia mempersilahkan orang yang berbuat kejahatan itu dihukum sesuai dengan agama yang dianutnya. Bagaimana hasil kesepakatan bersama diantara mereka tanpa meninggalkan Tuhan sebagai pemilik-Nya. Pada dasarnya hukum yang berlaku berdasarkan perintah Tuhan secara umum adalah nyawa dibalas)dengan nyawa, mata dengan mata, hidung dengan hidung, telinga dengan telinga, gigi dengan gigi, dan luka-luka demikian pula ditimpakan serupa dengan yang melakukannya.

            Begitulah seharusnya, manusia tidak boleh meninggalkan Tuhan sebagai Pencipta-Nya, yang juga telah menurunkan berbagai hal, baik itu aturan hidup maupun kanun untuk menjadi landasan hidup. Sebelum era sekuler merusak tatanan dunia, manusia nusantara sejatinya selalu ikut Tuhan-nya dengan mengambil landasan utama Ketuhanan Yang Maha Esa di setiap segi kehidupan.

            Hal yang bertentangan jauh dengan keadaan sekarang dimana penguasa yang memilki hak untuk memimpin justru memanfaatkan ideologi yang ada untuk memperkaya diri, mengumbar nafsu, dan menguasai sekehendak jidatnya sendiri dan meninggalkan Tuhan sebagai pemilik ideologi sejati dan sesungguhnya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun