DBH menjadi salah satu instrumen utama, dengan alokasi terbesar pada tahun 2023 melalui DBH Sumber Daya Alam Kehutanan dan DBH Dana Reboisasi, mencapai Rp735,06 miliar. Dana ini memiliki tujuan yang jelas, mulai dari rehabilitasi hutan dan lahan hingga pengendalian kebakaran hutan.
 Peran Proaktif Pemerintah Daerah: Kebijakan Desentralisasi Fiskal Berperspektif Ekologi
Tingkat provinsi dan kabupaten/kota memiliki peran kunci dalam menjaga ekosistem lokal. Dana transfer berbasis ekologi juga melibatkan instrumen DAK Fisik Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) dengan pagu Rp189,96 miliar pada tahun 2023 untuk 90 daerah penerima. Dana ini membuka peluang untuk rehabilitasi dan pengembangan taman hutan raya, pengelolaan ruang terbuka hijau, dan pelestarian keanekaragaman hayati di tingkat lokal.
Tingkat kabupaten/kota juga mendapat dukungan melalui DAK Nonfisik, seperti Dana Bantuan Biaya Layanan Pengolahan Sampah (BLPS) sebesar Rp65,83 miliar, dan Insentif Fiskal Pengelolaan Sampah sebesar Rp54,1 miliar pada tahun 2023. Langkah ini membuktikan bahwa pelestarian lingkungan tidak hanya melibatkan aspek alamiah, tetapi juga mendorong kemandirian dalam pengelolaan sumber daya.
Kebijakan desentralisasi fiskal berperspektif ekologi tidak hanya tentang pelestarian lingkungan, tetapi juga merupakan kunci pembangunan ekonomi yang berkelanjutan. Melalui otonomi daerah dalam pengelolaan keuangan dan sumber daya, pemerintah daerah dapat memberikan dukungan yang lebih besar bagi inovasi dan investasi dalam teknologi energi baru. Keberlanjutan ekonomi tidak bisa dipisahkan dari keberlanjutan lingkungan, dan Indonesia dengan langkah-langkah inovatifnya mencoba mengarahkan negara ini menuju masa depan yang lebih hijau.
Saat kita menyelami angka-angka dan kebijakan ini, kita juga harus menanyakan, "Apakah luasan rehabilitasi hutan dan lahan hanya sekadar statistik, ataukah representasi dari aksi nyata?" Setiap hektare yang direhabilitasi adalah harapan baru, bentuk konkret dari komitmen untuk melindungi warisan alam yang kita miliki.
Pentingnya menanam satu pohon tidak hanya berhenti pada angka dan peraturan. Ini adalah sebuah panggilan untuk setiap warga negara Indonesia, dari Aceh hingga Papua, untuk bersama-sama merawat alam. Memastikan bahwa tindakan nyata menyertai setiap statistik yang tercatat dalam buku laporan.
 Jaga Titian Harapan: Menanam Pohon sebagai Tanda Cinta pada Alam Nusantara
Saat kita melangkah menuju masa depan, kita dihadapkan pada tantangan yang semakin rumit dan mendesak. Perubahan iklim, kerusakan lingkungan, dan keberlanjutan ekonomi bukanlah masalah yang dapat diselesaikan secara terpisah. Namun, melalui upaya bersama, dari pemerintah hingga masyarakat, kita dapat merangkul masa depan yang lebih hijau dan berkelanjutan.
Rehabilitasi hutan dan lahan adalah langkah pertama. Ekological Fiscal Transfer (EFT) adalah mekanisme yang melibatkan semua lapisan masyarakat. Desentralisasi fiskal berperspektif ekologi adalah tonggak untuk mendukung pembangunan ekonomi yang berkelanjutan. Dan di balik setiap angka, terdapat harapan bahwa kita, sebagai bangsa yang berdaulat, mampu melangkah dengan penuh kepedulian dan tanggung jawab.
Sebelum kita mengakhiri perjalanan ini, mari kita kembali ke awal, pada Hari Menanam Pohon Indonesia. Sebuah momen di mana setiap individu, dari yang berada di perkotaan hingga pelosok desa, dapat merajut hubungan yang erat dengan alam. Tanamkan pohon bukan hanya sebagai kewajiban, tetapi sebagai ekspresi cinta pada tanah air yang kaya akan keanekaragaman.