Mohon tunggu...
Rendy Artha Luvian
Rendy Artha Luvian Mohon Tunggu... Penulis - Staf Diseminasi Informasi Iklim dan Kualitas Udara BMKG, anggota FLP (Forum Lingkar Pena)

Menulis adalah membangun Peradaban

Selanjutnya

Tutup

Nature Artikel Utama

Menanam Harapan di Bumi Nusantara: Hari Menanam Pohon Indonesia

29 November 2023   10:21 Diperbarui: 1 Desember 2023   00:20 829
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
iluustrasi: freepik.com

 

Di tengah tantangan yang semakin mendesak terkait perubahan iklim dan kerusakan lingkungan, Indonesia merintis jalan harapan melalui kebijakan dan langkah-langkah nyata dalam menjaga kelestarian alam. Salah satu elemen sentral dari perjuangan ini adalah upaya rehabilitasi hutan dan lahan yang terdokumentasi dalam buku "Status Hutan dan Kehutanan Indonesia 2018". Angka-angka ini bukan hanya sekadar statistik, tetapi representasi dari perjalanan panjang menuju pelukan alam yang lestari.

Sebelum memasuki rincian angka dan kebijakan, mari kita merayakan satu momen penting dalam kalender keberlanjutan Indonesia, yaitu Hari Menanam Pohon Indonesia. Ditetapkan pada tanggal 28 November setiap tahunnya, hari ini menjadi tonggak bersejarah yang mengingatkan kita akan tanggung jawab kolektif untuk merawat bumi tempat kita berpijak.

Hari Menanam Pohon Indonesia bukan hanya seremoni tanam tumbuh biasa. Ini adalah perwujudan nyata dari kesadaran akan pentingnya menanam pohon sebagai langkah konkret melawan perubahan iklim dan kerusakan lingkungan. Dengan keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 24 Tahun 2008, Hari Menanam Pohon Indonesia menjadi momen refleksi dan tindakan, di mana setiap individu diundang untuk menanam harapan dan merawat alam.

 Mengulas Angka dan Sejarah: Tantangan dan Progres 2015-2022

Tinjauan tahunan rehabilitasi hutan dan lahan di Indonesia memberikan gambaran dinamis tentang perjuangan bangsa ini dalam menjaga ekosistem yang semakin rentan. Dimulai pada tahun 2015, upaya rehabilitasi mencakup lahan seluas 200,447 hektare. Langkah ini diikuti dengan keberlanjutan di tahun-tahun berikutnya, meskipun dengan fluktuasi yang menggambarkan kompleksitas tantangan yang dihadapi.

Pada 2016 dan 2017, luasan rehabilitasi mencapai 198,346 hektare dan 200,900 hektare, masing-masing. Pada saat itu, langkah-langkah positif ini mencerminkan keseriusan pemerintah dalam melibatkan berbagai pihak dalam menyelamatkan lahan-lahan yang terdegradasi. Meski pada tahun 2018 terjadi penurunan menjadi 188,630 hektare, tetapi angka ini masih menunjukkan peran yang signifikan dalam memulihkan keberlanjutan ekosistem.

Pada tahun 2019, terjadi lonjakan dramatis dengan luasan rehabilitasi mencapai 396,168 hektare. Peningkatan ini mencerminkan kesadaran akan eskalasi perubahan iklim dan kerusakan lingkungan, yang kemudian dijawab dengan langkah-langkah konkret. Namun, keberlanjutan progres ini menjadi pertanyaan ketika pada 2021 terjadi penurunan tajam menjadi 152,454 hektare, yang diikuti oleh angka 112,418 hektare pada tahun 2022.

 Ecological Fiscal Transfer (EFT): Melibatkan Semua Lapisan Masyarakat

Kunci utama dalam perjalanan rehabilitasi hutan dan lahan ini adalah penerapan Ecological Fiscal Transfer (EFT), atau transfer fiskal berbasis ekologi. Sebuah pendekatan yang memastikan bahwa langkah-langkah pelestarian alam tidak hanya menjadi tanggung jawab pemerintah pusat, tetapi juga mendorong partisipasi dan kinerja ekologi dari tingkat provinsi hingga tingkat desa.

Menurut laporan Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan dari Kementerian Keuangan, dana transfer fiskal berbasis ekologi pada tahun 2023 mencapai pagu sebesar Rp1,04 triliun. Dana ini dialokasikan melalui beberapa instrumen, termasuk Dana Bagi Hasil (DBH), Dana Alokasi Khusus (DAK), dan insentif.

DBH menjadi salah satu instrumen utama, dengan alokasi terbesar pada tahun 2023 melalui DBH Sumber Daya Alam Kehutanan dan DBH Dana Reboisasi, mencapai Rp735,06 miliar. Dana ini memiliki tujuan yang jelas, mulai dari rehabilitasi hutan dan lahan hingga pengendalian kebakaran hutan.

 Peran Proaktif Pemerintah Daerah: Kebijakan Desentralisasi Fiskal Berperspektif Ekologi

Tingkat provinsi dan kabupaten/kota memiliki peran kunci dalam menjaga ekosistem lokal. Dana transfer berbasis ekologi juga melibatkan instrumen DAK Fisik Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) dengan pagu Rp189,96 miliar pada tahun 2023 untuk 90 daerah penerima. Dana ini membuka peluang untuk rehabilitasi dan pengembangan taman hutan raya, pengelolaan ruang terbuka hijau, dan pelestarian keanekaragaman hayati di tingkat lokal.

Tingkat kabupaten/kota juga mendapat dukungan melalui DAK Nonfisik, seperti Dana Bantuan Biaya Layanan Pengolahan Sampah (BLPS) sebesar Rp65,83 miliar, dan Insentif Fiskal Pengelolaan Sampah sebesar Rp54,1 miliar pada tahun 2023. Langkah ini membuktikan bahwa pelestarian lingkungan tidak hanya melibatkan aspek alamiah, tetapi juga mendorong kemandirian dalam pengelolaan sumber daya.

Kebijakan desentralisasi fiskal berperspektif ekologi tidak hanya tentang pelestarian lingkungan, tetapi juga merupakan kunci pembangunan ekonomi yang berkelanjutan. Melalui otonomi daerah dalam pengelolaan keuangan dan sumber daya, pemerintah daerah dapat memberikan dukungan yang lebih besar bagi inovasi dan investasi dalam teknologi energi baru. Keberlanjutan ekonomi tidak bisa dipisahkan dari keberlanjutan lingkungan, dan Indonesia dengan langkah-langkah inovatifnya mencoba mengarahkan negara ini menuju masa depan yang lebih hijau.

Saat kita menyelami angka-angka dan kebijakan ini, kita juga harus menanyakan, "Apakah luasan rehabilitasi hutan dan lahan hanya sekadar statistik, ataukah representasi dari aksi nyata?" Setiap hektare yang direhabilitasi adalah harapan baru, bentuk konkret dari komitmen untuk melindungi warisan alam yang kita miliki.

Pentingnya menanam satu pohon tidak hanya berhenti pada angka dan peraturan. Ini adalah sebuah panggilan untuk setiap warga negara Indonesia, dari Aceh hingga Papua, untuk bersama-sama merawat alam. Memastikan bahwa tindakan nyata menyertai setiap statistik yang tercatat dalam buku laporan.

 Jaga Titian Harapan: Menanam Pohon sebagai Tanda Cinta pada Alam Nusantara

Saat kita melangkah menuju masa depan, kita dihadapkan pada tantangan yang semakin rumit dan mendesak. Perubahan iklim, kerusakan lingkungan, dan keberlanjutan ekonomi bukanlah masalah yang dapat diselesaikan secara terpisah. Namun, melalui upaya bersama, dari pemerintah hingga masyarakat, kita dapat merangkul masa depan yang lebih hijau dan berkelanjutan.

Rehabilitasi hutan dan lahan adalah langkah pertama. Ekological Fiscal Transfer (EFT) adalah mekanisme yang melibatkan semua lapisan masyarakat. Desentralisasi fiskal berperspektif ekologi adalah tonggak untuk mendukung pembangunan ekonomi yang berkelanjutan. Dan di balik setiap angka, terdapat harapan bahwa kita, sebagai bangsa yang berdaulat, mampu melangkah dengan penuh kepedulian dan tanggung jawab.

Sebelum kita mengakhiri perjalanan ini, mari kita kembali ke awal, pada Hari Menanam Pohon Indonesia. Sebuah momen di mana setiap individu, dari yang berada di perkotaan hingga pelosok desa, dapat merajut hubungan yang erat dengan alam. Tanamkan pohon bukan hanya sebagai kewajiban, tetapi sebagai ekspresi cinta pada tanah air yang kaya akan keanekaragaman.

Hari Menanam Pohon Indonesia memperingati keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 24 Tahun 2008, sebuah tonggak awal yang menandai komitmen kita sebagai negara untuk merawat sumber daya alam. Tanggal 28 November setiap tahunnya bukan hanya momentum tanam tumbuh, tetapi juga saat refleksi mendalam akan hubungan kita dengan alam.

Mari kita teruskan perjalanan ini. Jangan biarkan angka dan kebijakan hanya tinggal sebagai rangkaian kata. Tetapi, jadikan setiap data sebagai tonggak keberlanjutan, dan setiap kebijakan sebagai katalisator untuk aksi nyata. Bersama, kita dapat menjaga titian harapan, merangkul alam yang telah memberi kita kehidupan, dan menanam pohon sebagai tanda cinta pada Nusantara yang kita cintai.

sumber: berbagai sumber.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Nature Selengkapnya
Lihat Nature Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun