Nusa Tenggara Timur (NTT) berdiri sebagai provinsi penghasil kapas terbesar di Tanah Air, dengan produksi mencapai 70 ton pada tahun 2020. Meskipun demikian, jumlah ini masih jauh dari potensi sektor kapas Indonesia yang seharusnya. Provinsi-provinsi lain seperti Jawa Tengah dan Jawa Timur juga berkontribusi dalam produksi kapas nasional.
Salah satu fakta yang patut diperhatikan adalah perbedaan yang signifikan antara volume ekspor dan impor kapas. Indonesia telah menjadi pemain aktif dalam perdagangan kapas internasional, mengimpor sejumlah besar kapas sementara ekspor masih terbatas. Upaya pemerintah untuk mengurangi ketergantungan pada impor serat kapas telah menghasilkan beberapa langkah strategis.
Program Intensifikasi Kapas Rakyat (IKR), kerjasama dalam penyediaan benih kapas berkualitas, dan program akselerasi pengembangan kapas adalah beberapa langkah konkret yang diambil oleh pemerintah untuk meningkatkan produksi kapas dalam negeri. Di samping itu, Pengelolaan Hama Terpadu (PHT) perkebunan rakyat juga merupakan upaya penting untuk meningkatkan hasil panen dan kualitas kapas.
Peningkatan ekspor kapas pada tahun 2019, yang mencapai 41,8%, adalah tanda positif bahwa Indonesia memiliki potensi untuk bersaing di pasar global. Namun, masih ada pekerjaan besar yang harus dilakukan untuk memperkuat sektor kapas domestik. Ini melibatkan investasi dalam riset dan pengembangan, pelatihan petani, serta penciptaan rantai pasokan yang efisien.
Sektor kapas memiliki peran penting dalam industri tekstil dan garmen yang berkembang pesat di Indonesia. Dengan meningkatnya permintaan akan produk tekstil berkelanjutan dan bahan baku yang ramah lingkungan, ada peluang besar bagi Indonesia untuk mengejar ketinggalannya dan mendukung pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan.
Pertanian Kapas yang Berkelanjutan
Industri tekstil adalah salah satu pilar utama dalam perekonomian global. Namun, di balik kilauan kain halus dan busana elegan, tersembunyi tantangan serius yang menghadapinya. Salah satu bahan yang sering digunakan dalam industri tekstil adalah kapas, sebuah serat alami yang telah menjadi andalan selama berabad-abad. Namun, ironisnya, produksi kapas konvensional telah menimbulkan dampak negatif yang signifikan pada lingkungan dan kesehatan manusia.
Seorang konsultan mode berkelanjutan, Alice Wilby, mengingatkan kita tentang seberapa borosnya kapas terhadap sumber daya alam. Produksi satu celana jeans dapat menghabiskan antara 10.000 hingga 20.000 galon air, sedangkan kaos saja bisa memakan 3.000 galon air. Pertanian kapas konvensional juga sering mengandalkan pestisida dan bahan kimia beracun yang mencemari tanah dan air, serta berdampak negatif pada petani dan komunitas lokal.
Dalam laporan dari Fashion For Good, produksi kapas konvensional mencakup seperenam dari semua pestisida yang digunakan secara global. Bahkan, Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) melaporkan bahwa di negara-negara berkembang, sekitar 20.000 orang meninggal akibat kanker dan mengalami keguguran sebagai dampak dari bahan kimia yang digunakan dalam pertanian kapas konvensional.
Pertanian kapas yang lebih berkelanjutan harus mempertimbangkan penggunaan air yang lebih efisien, pengurangan penggunaan pestisida dan bahan kimia beracun, serta kondisi kerja petani yang lebih baik.
Dalam menghadapi perubahan pasar global dan tantangan lingkungan, produsen, merek, dan konsumen kapas memiliki peran yang penting dalam mendorong perubahan menuju pertanian kapas yang lebih berkelanjutan. Dengan investasi dalam riset dan pengembangan, pelatihan petani, dan pemilihan material yang lebih baik, kita dapat membangun masa depan yang lebih hijau dan sehat untuk industri kapas di seluruh dunia. Sebuah masa depan di mana kapas tetap menjadi bagian integral dari kehidupan kita, tanpa merusak planet tempat kita tinggal.